Prolog

2.7K 191 18
                                    

Pemuda bermanik keemasan itu memandangi langit biru di angkasa dengan tenang. Membiarkan angin sepoi-sepoi menamparnya dengan halus. Bau hutan menambah suasana tenang kala itu. Ia kembali menerawang jauh ke masa lalu.

Berbagai memori muncul satu-persatu di ingatannya. Tidak membiarkan pemuda bersurai coklat itu melupakan kejadian yang pernah terjadi. Membuat luka dihati yang malah semakin membesar seiring waktu.

Ia ingin sekali menyalahkan takdir atas apa yang menimpanya saat itu. Berbagai makian dan cacian yang ia simpan dalam-dalam jauh di lubuk hati.

Kejadian yang selalu membekas di ingatan dan hatinya. Tidak peduli apapun yang terjadi.

"Aku sayang Gemgem."

Ingatan tentang lelaki itu lagi-lagi muncul. Ia sudah lama ingin melupakannya namun benaknya masih menginginkan dia kembali. Ia ingin lelaki itu kembali.

"Jangan nangis ya."

Apa daya, ia hanyalah seorang laki-laki yang lemah. Perasaan seperti itu, dia bahkan tidak bisa menghapusnya.

Matanya memanas. Air mata kini meluncur bebas dari pelupuk matanya. Ia kembali menangis dengan sesenggukan.

Angin menggoyangkan rumput dan pepohonan. Memberitahu bahwa ia juga ikut bersedih. Mencoba menghibur dikala seorang pemuda tengah bersikap teguh. Namun begitu rapuh.

"Padahal kamu sudah berjanji."

Ia menekuk lutut. Membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya. Terisak kecil sembari mengapit sisi lututnya dengan tangan. Membiarkan air mata membasahi pakaian coklatnya.

"Padahal kamu bilang kalau kamu takut sendirian tanpaku."

Angin yang tadinya bergerak untuk menggoyangkan rumput dan pohon kini terdiam sunyi. Suasana menjadi senyap. Membiarkan suara pemuda itu mendominasi tempat.

"Tapi kenapa kamu malah pergi? Kenapa kamu meninggalkanku? Padahal kamu bilang sangat menyayangiku."

Tidak bisa. Ia berteriak frustasi. Menunjukkan kemarahannya pada takdir. Tidak menerima takdir yang seenaknya membuat cerita. Tidak menerima jalan takdir yang seperti ini.

Ia ingin menentang takdir.

Namun ia tidak bisa. Ia sadar jika dirinya hanyalah laki-laki lemah yang tidak bisa apa-apa selain menangis dan merutuki nasib.

Padahal ia tahu bahwa semuanya akan berakhir seperti ini.

Namun kenapa ia masih saja mencoba berharap.

Ia berdiri. Memamerkan wajah kusutnya karena sehabis menangis pada langit. Mata keemasannya menatap nyalang pada langit biru.

"Kali ini akan kubuktikan pada takdir. Aku akan menentangmu. Aku akan hidup sampai akhir dan menentangmu."

Ia terlihat percaya diri.

"Akan kubuktikan bahwa aku bisa hidup sampai akhir dan melawan takdir."

Pasti.

Wajahnya kembali sendu. Tatapannya kembali lembut. Ia menatap kakinya yang menapaki rumput. Mengasihani takdir rumput yang harus diinjak seperti ini. Mengasihani bumi yang harus menyimpan manusia-manusia busuk didalamnya.

Mengasihani semua makhluk dengan takdir busuk seperti ini.

"Kau disini ternyata."

Ia menoleh, mendapati pemuda lain bermata ruby sedang mendekat ke arahnya. Ia menghampirinya sembari tersenyum kecil.

Pemuda itu memperhatikan wajahnya. Wajah yang kusut. Wajah yang selalu ada sejak kejadian itu terjadi.

"Kau menangis lagi?" tanyanya. Pemuda bermanik ruby itu mengelus rambut adiknya pelan sembari tersenyum tipis. "Dia tidak akan senang jika kau terus-terusan seperti ini."

Ia sedikit terkejut. Manik keemasannya membulat sesaat sebelum lagi-lagi menunjukkan wajah sendu.

"Maaf."

"Jangan terlalu sedih. Berdoa saja semoga direinkarnasi selanjutnya, dia menjadi manusia dengan takdir yang baik." Ia menarik tangannya dari adiknya itu ketika sang empu sudah tidak terlihat bersedih.

"Apa di reinkarnasi selanjutnya, aku bisa bertemu dengannya?"

"Berdoa saja." Hanya itu yang bisa ia ucapkan untuk menenangkan hati adiknya. Ia tidak pandai dalam merangkai kata. Ia tidak bisa menyembuhkan luka hati orang secepat itu.

"Kalau kami bertemu di reinkarnasi selanjutnya. Aku ingin dia jadi adikku." Ia sudah terlihat bersemangat. Mata keemasannya terlihat bersinar. Pemuda bermanik ruby itu senang melihat adiknya semangat seperti ini.

"Ya, lalu aku adalah kakak kalian berdua. Yang akan menjaga kalian apapun yang terjadi." Ia kembali mengacak rambut adiknya dengan gemas. Membuat sang empu sedikit cemberut karena rambutnya berantakan.

"Ya udah yuk segera jalan lagi. Kita tidak ingin pihak kerajaan menemukan kita bukan?"

"Iya, kakak benar."

Ia bersumpah dalam hatinya.

Ia akan melawan takdir.

Bertemu lagi dengannya.

Dan hidup dengan bahagia.

***tbc***

A/n:

Hai hai~ bertemu lagi dengan Author yang suka memberikan beban pikiran ini *dilempar*

Ahh... maafkan aku karena malah membuat cerita baru *menunduk hormat* karena dakuh pengen banget buat ngepost cerita ini.

Sebenarnya ada satu cerita lagi di draft ku.

W-walaupun tulisannya Taufan x Gempa. Tapi gak homo loh ya.

Cuman kayak lebih sayang-sayangan doang *plak*

Aku gak pasti kalo di cerita ini bikin pusing kayak cerita save them ataupun little sister and seven brothers yang cluenya berjibun dan alurnya berkelok-kelok.

Kayaknya cerita yang satu ini aman dari sesuatu yang membuat kalian pusing //semoga ya

Kalo kalian sukanya yang clue-clue an. Jangan paksa saya buat, saya juga pusing wahai para readers :D

Mikir out of the box tuh bikin kepala saya pusing jugaa.

Ya udah lah saya banyak banget ngebacotnya. Silahkan dibaca.

Jangan lupa juga buat selalu dukung saya supaya bisa bikin cerita2 lainnya '3'

Oh ya, apakah cerita ini menarik dan pantas untuk diikuti?

See you in the next chapter.

Babay~

190121

『 Takdir 』 BoBoiBoy ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang