Chapter 31

452 109 54
                                    

Tangan Taufan masih pada posisinya. Hendak kembali menyerang jika saja Gempa tidak menghalangi pandangannya.

"Minggir, Gempa."

"Jangan!"

Gempa juga bingung. Selagi Taufan belum menemukan manusia bersamanya, maka ia tidak bisa menyelesaikan segel. Ocho entah bagaimana nasibnya di sana.

"B-biar aku yang menjadi tumbal!" tawar Gempa. Ia merelakan diri sendiri untuk tewas bersama Taufan. Taufan mengernyit mendengarnya. "Aku tidak mau kalau itu kau."

Tarung tentu saja tidak tinggal diam mendengar percakapan mereka. Ia juga tidak mengerti apa yang sedang Taufan dan Gempa bicarakan. Yang ia tahu, ia harus membunuh iblis di depan mata.

Tarung mengangkat pedangnya. Hampir saja mengenai Gempa jika Taufan tidak mendorong pedang itu hingga terpental ke belakang.

"Manusia pengganggu."

Seolah berbeda dari Taufan yang biasanya. Taufan seolah dikendalikan oleh sesuatu. Atau mungkin berada di kesadaran yang sangat minim akibat mempersiapkan segel.

Tatapan matanya kosong. Yang ada di pikirannya hanyalah tentang segel, Gempa dan tumbal. Ia harus menyelesaikan segel dengan segera sebelum kekuatannya habis atau Reverse menghentikannya.

"Taufan! Jangan!"

Terlambat. Taufan sudah lebih dulu mengeluarkan kekuatan anginnya yang menjadi tajam. Lalu menyerang Tarung dengan itu.

Bukannya Tarung lemah. Hanya saja, Taufan yang terlalu kuat.

Tubuh Tarung di penuhi luka-luka lobang akibat tembusan angin tajam milik Taufan. Ia jatuh ke tanah berlumur darah. Belum mati memang, namun jika tidak mendapat penanganan maka Tarung akan segera mati.

Taufan mulai goyah. Ia bahkan tidak bisa mempertahankan pendiriannya dengan benar. Gempa menyadari hal itu. Kekuatan segel makin berkurang dan terkuras sia-sia.

"Aku bisa--"

"Gempa!!"

Gempa tersentak saat mendengar namanya dipanggil. Di sana, ia menemukan Halilintar serta yang lain berlari ke arahnya dari arah lain pantai. Gempa menduga jika mereka menaiki perahu untuk sampai dengan cepat kemari.

"Kak Hali." Gempa menyambutnya. Halilintar langsung memeluk adik satu-satunya itu. Yang lain juga langsung menghampiri mereka.

"Eh, itu? Paman Tarung?!" Blaze berlari menghampiri Tarung yang tidak sadarkan diri. "Kenapa dia begini?"

"Itu ... tadi Taufan menyerangnya karena paman Tarung ingin membunuhnya," jelas Gempa.

"Kenapa dia ingin membunuhnya?" tanya Ice bingung. Solar menepuk pundak Ice. "Apa lagi? Tentu karena dia iblis."

Mereka semua memperhatikan Taufan yang menatap laut di hadapannya. Ice mendengkus, "Tentu saja ya, kan paman Tarung hanya melihat dia waktu itu saat berwujud manusia."

"Tapi, kenapa segel belum dijalankan?" tanya Fang. Mereka langsung menatap Gempa untuk minta penjelasan. Bisa saja Gempa mengulur waktu hingga bisa ikhlas melepaskan Taufan.

"Segel itu ... memerlukan tumbal manusia."

Halilintar mengernyitkan dahi. "Tumbal manusia?"

Gempa mengangguk. Ia menatap manik ruby sang kakak yang terlihat bingung. "Sepertinya Taufan telah membuat perjanjian dengan Ocho untuk menjadi tumbal. Tapi, Ocho belum kembali sejak melawan paman Tarung."

"Tapi, paman Tarung ada di sini," tunjuk Thorn ke arah Tarung yang sudah di seret Blaze untuk menepi.

"Aku akan mencari Ocho." Halilintar baru hendak pergi tapi Gempa langsung menahan tangannya. "Setelah kita menemukannya lalu apa? Apakah dia akan jadi tumbal? Dia akan mati?"

『 Takdir 』 BoBoiBoy ✔Where stories live. Discover now