Chapter 8

727 128 4
                                    

"Jadi gimana? Apa nggak berhasil?"

Thorn terlihat kecewa. Gempa menghela nafas letih lalu menggeleng.

"Padahal kemarin dia langsung datang begitu Gempa memanggil. Kok sekarang udah dipanggil berkali-kali gak muncul-muncul?" Blaze juga terlihat kecewa. Semua yang berada disana juga kecewa. Gempa sudah berteriak hingga 5 kali dan menunggu selama berjam-jam. Tapi tetap saja tidak ada hasil apa-apa.

Mereka berlima berada di taman belakang kediaman milik ayah Solar. Taman ini luas dan jarang ada pelayan yang lewat disekitar sini kecuali tukang kebun. Biasanya tempat ini adalah tempat Thorn menyendiri namun kali ini ia meminjamkannya karena ingin bertemu dengan sosok Taufan tersebut.

"Kenapa? Apa terjadi sesuatu padanya?" Gempa terlihat frustasi. "Apa dia tertangkap atau sesuatu?" Gempa menunduk. Memegang kepala frustasi dan sedikit kesal.

Solar menepuk pelan bahu Gempa untuk menenangkannya. "Yakinlah bahwa ia tidak tertangkap, mungkin dia sedang jauh dan tidak mendengar panggilan kita."

Gempa menoleh sesaat dan menatap manik kelabu Solar. Kemudian menghela nafas kasar dan tersenyum tipis. "Kamu benar, mungkin dia sedang sibuk."

Gelagat Ice terlihat aneh. Ia sesekali melirik ke arah Thorn dan kembali ke Gempa. Dahinya bahkan sampai berkerut. Ia terlihat mengkhawatirkan sesuatu namun entah kenapa ia tidak mau membicarakannya.

Solar menyadari kejanggalan itu. "Ada apa Ice? Kau mencium bau sesuatu?"

Ice sedikit tersentak. Lalu menggeleng. "T-tidak ada apa-apa."

"Ya sudahlah kita kembali saja." Gempa berjalan mendahului mereka. Dari mereka semua, justru memang Gempa lah yang paling kecewa ketika Taufan tidak datang.

Gempa berhenti jalan. Membuat yang lain juga terhenti dan menatap heran ke arahnya. Gempa mencengkram erat baju di dada kirinya.

"Entah kenapa, aku merasakan firasat buruk."

.

.

.

Pasukan khusus kerajaan yang bertugas menangani iblis telah disebar ke seluruh penjuru kerajaan setelah pidato dari sang pangeran telah selesai. Para pasukan segera mengamankan daerah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pasukan di tim Kaizo yang berisi Halilintar, Sai, Shielda dan beserta beberapa pasukan lainnya kini berada di daerah hutan dekat dengan pemukiman desa. Mereka berjaga secara bergantian.

Halilintar terlihat diam dengan dahi berkerut. Kaizo menggelengkan kepala dan menepuk pelan punggung bawahannya itu. "Apa yang kau pikirkan, Halilintar?"

Halilintar melirik melalui ekor matanya sejenak. Sesama iris ruby itu bertemu sebentar sebelum Halilintar memutusnya. Ia menghela nafas sembari menunduk lesu. "Aku hanya memikirkan Gempa."

Kaizo yang mendengar itu lantas tertawa kecil. "Jangan terlalu overprotective padanya, dia juga butuh berbaur." Kaizo sedikit menghiburnya.

Kaizo sangat tahu dengan keadaan keluarga Halilintar dan Gempa. Sebelum masuk kesini, Halilintar sempat berdebat dengan Gempa karena Gempa menolak Halilintar ikut dalam pasukan khusus ini. Tapi meskipun begitu, Halilintar yang keras kepala tetap masuk ke dalam pasukan khusus dan hal itu membuat hubungan mereka renggang.

Gempa dan Halilintar yang awalnya sering bertengkar, kini mulai saling diam. Halilintar terlalu gengsi untuk bertanya pada adiknya. Sedangkan Gempa sendiri tidak ada niatan untuk berbicara dengan kakaknya.

Keseharian Gempa setiap hari hanyalah pergi ke pasar atau pergi ke hutan untuk mengambil beberapa tanaman obat. Gempa kadang pergi ke perpustakaan dan mempelajari soal obat-obatan.

『 Takdir 』 BoBoiBoy ✔Where stories live. Discover now