Chapter 10

672 126 33
                                    

"Kenapa Taufan tidak kunjung datang ya?" Gempa menopang dagu dengan malas. Menatap ke sekeliling kebun yang dipenuhi dengan tanaman hias.

Mereka berlima sedang berada di kebun atau bisa juga disebut taman. Taman milik Thorn yang dengan sukarela dipinjamkan ke mereka karena katanya mereka butuh tempat sepi untuk memanggil Taufan.

Tempat ini memang sepi. Hanya tukang kebun yang biasa kemari sekali-kali untuk membantu Thorn membersihkan taman. Selain itu, tempat ini cukup sepi dan rimbun. Apalagi udara segar yang berhembus pelan, membuat siapapun ingin tertidur di sana.

Gempa memperhatikan sepupu-sepupunya yang lain. Mereka semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Solar sibuk dengan bukunya dan terus membolak-balikkan halaman dengan cepat. Blaze tertidur di paha Ice setelah bermain kejar-kejaran dengan Thorn tadi. Ice sendiri hanya bersender di pohon besar sembari mengusap rambut saudara kembarnya itu. Sedangkan Thorn tengah bercengkrama dengan tanaman miliknya.

Jangan salah paham. Thorn tidak bisa berbicara dengan tanaman. Hanya saja ia memang suka berbicara dengan tanaman. Sama seperti orang-orang yang suka curhat dengan hewan. Maka Thorn menggunakan tanaman miliknya untuk diajak berbincang.

Thorn selama ini memang sendiri dan tidak punya teman lain selain Solar yang adalah sepupunya. Solar tahu bahwa Thorn sering berbicara dengan tanaman-tanaman itu dikala sendirian. Atau kadang curhat dengan tanamannya ketika ia bersedih.

Solar tidak bisa menemani Thorn terus-menerus. Solar sendiri sering keluar bahkan berhari-hari tidak pulang ke rumah karena membaca banyak buku di perpustakaan.

Gempa menghela nafas lelah. Sudah sedari tadi mereka mencoba memanggil Taufan namun hasilnya nihil. Bahkan sudah berjam-jam mereka di sini namun tak kunjung mendapatkan hasil. Taufan tidak juga menampakkan batang hidungnya di hadapan mereka.

"Jangan terlalu bersedih Gempa. Mungkin saja dia tidak bisa datang karena penjagaan yang terlalu ketat, kan?" Ice mencoba membuat suasana hati Gempa sedikit membaik. Gempa membalasnya dengan senyum kecil. "Kau benar," balasnya.

"Oh ya Ice, apa kau benar-benar tak mencium bau Taufan disekitar sini?" Solar angkat bicara setelah cukup lama ia berdiam diri dengan buku-buku miliknya. Ice yang ditanya diam, sedikit melirik Thorn dengan tatapan lirih. Kemudian kembali menatap manik kelabu itu. "Tidak ada."

Solar menghela nafas kasar. Ia kembali bertumpu pada buku-buku tebal miliknya yang dari cover seperti buku kuno. Gempa sedikit tertarik dan mencomot salah satu buku dan melihat judulnya.

"Eh? Semua buku ini tentang iblis?" Gempa langsung membuka semua halaman disana dan memperhatikannya lamat-lamat. Berbagai penjelasan mengenai iblis ditulis secara lengkap disana.

"Bagaimana kau bisa—"

"Aku membelinya secara ilegal di lelang. Jangan tanya bagaimana aku bisa masuk. Dengan uang, semuanya mudah bukan?" Solar langsung menjelaskan semuanya tanpa basa-basi. Gempa sudah tidak bertanya lagi. Ia hanya memandangi buku itu.

Suasana kembali sunyi. Blaze terbangun dari tidurnya dikala Ice sendiri sudah tertidur sambil menyender di pohon. Thorn langsung menghampiri Blaze dan mengajaknya mengambil buah mangga yang sudah masak. Mereka bergegas pergi dari sana.

Gempa yang memperhatikan hal itu langsung mengambil kesempatan untuk bertanya lebih jauh pada Solar.

"Sebenarnya Solar, kenapa kau begitu tertarik dengan Taufan?"

Mata kelabu Solar sedikit melirik. Seulas senyum sinis terpatri di wajahnya yang menawan. Ia menutup buku yang di bacanya dan beralih pada Gempa. Ia kembali menatap dalam manik keemasan itu.

"Kak Gempa tahu? Aku bosan dengan dunia kita sekarang." Suara yang seperti bisikan itu sampai di indra pendengaran milik Gempa. Dahi Gempa sedikit berkerut mendengar penuturan sepupunya yang satu ini.

『 Takdir 』 BoBoiBoy ✔Where stories live. Discover now