Chapter 15

688 114 14
                                    

"Fang diserang T-Taufan?!" Gempa berkata dengan wajah tak percaya. Apa yang dikatakan oleh sepupu di hadapannya ini membuat tubuhnya bergetar. "T-tapi Taufan bukan iblis yang seperti itu..." Ia masih menyangkal, meski telah melihat sendiri Fang yang tengah tak sadarkan diri dengan luka di punggungnya.

"Kita tidak tahu alasannya melakukan itu." Solar berusaha menghibur meski kata-katanya bukan seperti orang yang sedang menghibur. Thorn memeluk Gempa dari belakang, berusaha menenangkan Gempa.

"K-kalau dia benar-benar jahat—" Ucapan Blaze dipotong oleh Ice yang menepuk pundaknya. "Tenanglah, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan."

"Dia datang kesini untuk memperbaiki segel kan? Tapi kenapa dia belum juga memperbaiki segelnya?" Pertanyaan Blaze membuat mereka bungkam. Meski mereka memihak kepada si iblis biru itu. Mereka juga tidak mengetahui apa yang dipikirkan oleh Taufan. Mereka sama sekali tidak tahu bagaimana kehidupan Taufan sebelumnya. Mereka tidak tahu apapun tentang Taufan.

Mereka hanya menggali lubang kuburan sendiri.

"Aku akan tetap percaya pada Taufan!" Gempa berdiri. Berjalan keluar dari kamar Solar, diikuti Blaze dan Ice. Thorn menatap diam Solar yang hanya termenung. Thorn tahu bahwa selama ini Solar lah yang paling mencari tahu tentang Taufan meski ia tetap saja tidak menemukan apapun. Tidak ada buku atau apapun yang menjelaskan lebih jauh tentang iblis.

Kantung mata yang menghitam itu disembunyikan dengan kacamata visor oranye nya. Kadang sesekali Solar menguap atau ketiduran. Tapi Thorn sama sekali tidak mengerti, kenapa saudara tirinya ini begitu bersikeras untuk memecahkan soal para iblis.

Tapi Thorn sama sekali tidak membantu. Thorn tidak secerdas adiknya itu. Yang bisa Thorn lakukan hanya menyemangati atau menemani Solar, meski Solar lebih suka sendiri.

Tapi Thorn juga mau jadi berguna.

"Solar!"

"Eh? Ada apa kak Thorn?" Solar tersentak karena Thorn tiba-tiba berteriak begitu memanggil namanya. Ditatapnya sang kakak yang menatapnya begitu serius. "Eh, kak?"

Thorn menarik tangan Solar lalu menaruhnya di kasur. Melepaskan kacamata visor milik adiknya dan menaruhnya di atas nakas. Dan dia melakukan itu dengan cepat sehingga Solar pun baru sadar ketika ia sudah berada di atas kasur.

"Apa ini kak?"

"Sstt.. Solar tidur aja, Thorn tau kalau Solar begadang lagi tadi malam." Thorn menahan Solar agar tidak berdiri dari posisinya. Meski hendak menolak, Solar menarik niatnya ketika melihat sang kakak yang begitu serius.

"Tapi... Taufan..." lirih Solar. "Thorn juga mencemaskan Taufan, tapi Solar juga harus istirahat karena Thorn khawatir sama Solar." Thorn terkekeh lalu mencubit pipi Solar. "Karena meskipun ada yang lain, Thorn tetap paling sayangnya cuma sama Solar kok!"

Solar mengelus pipinya yang dicubit. Melihat kakaknya berbicara seperti itu, ia jadi malu sendiri. Seharusnya ia tahu kalau Thorn selama ini sendirian karena dilarang keluar rumah. Tapi ia juga malah sibuk dan selalu mengabaikan Thorn karena antusiasnya terhadap bangsa iblis.

"Maaf," lirihnya. "Aku nggak bermaksud bikin kak Thorn khawatir."

"Ya udah kalau begitu malam ini Thorn boleh tidur disini sama Solar kan?" Thorn terlihat antusias. Solar mengangguk sembari tersenyum tipis. Thorn melompat ke kasur dengan bahagia. Sudah bertahun-tahun sejak hari itu, kini Thorn kembali mendapatkan perhatian Solar.

Ia ingin selalu seperti ini, selamanya.

"Selamat malam kak Thorn."

.

.

.

"Ia akan baik-baik saja, lukanya tidak mengenai organ vital. Saya permisi." Sang Tabib keluar dari ruangan begitu selesai mengobati Fang. Fang kini tertidur di di atas kasur, entah kapan akan terbangun.

『 Takdir 』 BoBoiBoy ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora