The Beginning

751 93 29
                                    

Cerita ini hasil re-make dari mahakarya milik kak Lucie luuucien
Thank you so much sudah izinin aku buat nge-remake cerita cetar membahana menggelegar hingga ke tujuh lapisan langit dan bumi ini Kak. Author yang humble dan baik hati ❤

Happy reading!

Happy reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Maafkan aku...Maaf..."

Hujan deras turun menyerang bumi, membisukan suara lain selain deru air yang turun.

Pisau dapur berlumur darah itu terjatuh dari tangannya dan wanita itu, ia tersungkur dihadapan mayat suaminya, Huang Xiao Ming.

Dia baru saja membunuhnya, membunuh suaminya sendiri.

Pria paruh baya tersebut berlumuran darah, dimana cairan merah itu menggenang disekitarnya.

"Maafkan Mamamu ini, putraku." lirihnya sembari terisak.

Pakaian wanita itu dipenuhi bercak darah yang masih segar dan baru, dan ternyata ia menggendong seorang bayi.
Seorang bayi dibalut kain biru yang ikut terkena bercak darah.

Ia kembali menangis sembari menimang-nimang bayi yang belum mengerti apapun itu.

Beberapa saat kemudian, bayi itu menangis. Ia menangis sekencang-kencangnya namun suara itu diredam oleh deru hujan.

Tiffany bisa tenang.

Tidak akan ada tetangga yang menyadari ataupun mendengar mereka.

"Shh, sayang, Mama disini." bisiknya sembari menimang putra tunggal miliknya itu.

Bayi itu masih menangis, dengan tangan kecil yang menggapai-gapai wajah milik Tiffany. Wanita itu kembali terisak.

Apa yang telah ia lakukan?

Melihat putranya menangis yang mungkin sadar karena Ayahnya tiada, membuat Tiffany menyesal.

Ia sangat menyesal tapi sudah terjadi, maka dari itu, ia harus memulainya.

Tiffany meletakkan bayi itu diatas sofa, lalu ia kembali tersungkur di lantai, dekat mayat suaminya.
Ia perlahan-lahan menyebar darah suaminya itu ke ke sisinya.

Wanita itu menggambar sebuah lingkaran besar menggunakan darah, lalu perlahan-lahan, sebuah pentagram yang besar.

Deru hujan semakin deras, seakan-akan rumah itu akan dibuat runtuh.

Akhirnya, gambaran itu selesai.

Sebuah bulatan yang diisi pentagram besar menggunakan darah suaminya atau lebih tepatnya, tumbal.

"Ayo sayang, sudah waktunya." ujarnya sambil tersenyum.

Ia menggendong kembali bayi itu seraya menimang-nimangnya dan membawanya ke tengah pentagram tersebut.
Bayi tersebut ia letakkan disana, dan ia mengucapkan mantra-mantra tak jelas dari bibirnya.

Clair De LuneWhere stories live. Discover now