Breath

325 43 38
                                    

Matahari sudah mulai mengintip dari ujung bukit, maka ini artinya kegiatan para warga kota itu harus segera dimulai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Matahari sudah mulai mengintip dari ujung bukit, maka ini artinya kegiatan para warga kota itu harus segera dimulai.

Para Ibu mulai membersihkan rumah, menyiapkan sarapan dan membangunkan anak-anak mereka.
Para Ayah bersiap untuk pergi bekerja, menafkahi keluarga yang ia miliki.

Dan para anak, akan berangkat menuju sekolah, menimba ilmu agar dapat menghargai kerja keras orangtuanya.

Pagi itu, tidak ada hujan salju, Walaupun timbunan salju bekas tadi malam masih cukup banyak di halaman depan rumah.
Para pekerja sosial mulai turun ke jalan untuk membersihkan timbunan salju dengan sukarela.

Knock. Knock. Knock.

Mata laki-laki berahang tegas itu melirik ke arah pintu yang diketuk tersebut.

"Ah Jun, ayo bangun, ini sudah pagi. Kau harus sekolah." ujar Bibi Yan dari luar pintu.

Ini sudah pagi?

Ia mengerutkan keningnya, lalu melirik ke arah jendela, ternyata memang sudah pagi.

Cahaya matahari sedikit muncul.

Selama itukah ia terjaga?

"Baik, Bibi."

Setelah ia menjawabnya, langkah Bibi Yan mulai menjauh. Xiaojun beranjak bangun dari kasurnya, dan meregangkan tubuhnya.

Matanya terjaga semalaman karena begitu banyak hal bersesakan di dalam benaknya, berebutan meminta dipikirkan oleh Xiaojun.
Karena muak, ia berakhir terjaga sampai pagi memberikan semua ruang kosong dibenaknya untuk berpikir.

Semacam tidak ingin melawan.

Laki-laki beralis tebal itu melangkah malas menuju kamar mandi, sembari membawa handuk.

Tidak, ia sama sekali tidak mengantuk.

Ia hanya lelah, dan tidak ingin bersekolah jika bisa. Xiaojun ingin beristirahat sehari saja, membiarkan pikirannya tenang.

Sekitar 15 menit, akhirnya tubuh lumayan berototnya sudah lengkap dibaluti seragam sekolah.
Matanya menatap cermin besar yang memantulkan refleksi tubuhnya, sembari ia memasang dasi.

Sudut bibirnya membekas dari tinjuan Ayahnya, sedikit berwarna ungu dan sakit bila digunakan bicara.

"Ah Jun?"

Xiaojun menoleh dan mendapati Bibi Yan diambang pintu.

"Ada apa, Bibi?"

"Aku datang untuk mengantarkan ini." ucap wanita itu lalu melangkah masuk dengan nampan berisi segelas susu hangat dan sarapan.

Bibi Yan meletakkan sarapan itu di meja belajar Xiaojun, dan melirik kesekitar kamar berantakan milik anak itu.

"Ah Jun, rasanya baru kemarin aku membersihkan kamarmu." tegurnya.

Clair De LuneWhere stories live. Discover now