Prolog

48K 3.5K 113
                                    


Di sebuah halte, seorang gadis sedang duduk sendiri sambil sesekali menyeruput susu kotak berwarna pink. Matanya fokus pada sebuah novel di tangannya. Iya, dia sedang membaca sebuah novel yang sangat populer saat ini. Sebenarnya, ini pertama kalinya Anggia membaca novel. Terlebih novel yang dibacanya saat ini merupakan novel yang bergenre romance, genre yang paling membosankan menurut Anggia. Entah apa yang mendorong Anggia untuk membaca novel tersebut.

Di tengah cerita, Anggia dibuat jengkel dengan tokoh figuran yang bernama Ara. Pasalnya, dalam cerita ini Ara begitu tergila-gila pada Kenan padahal Kenan sebaliknya, dia malah mengacuhkan Ara. Terlebih lagi, Kenan sangat sangat membenci Ara. Setiap Ara ingin mendekati Ken, ken tak pernah menganggap nya ada. Ken juga tak segan bersikap ketus dan berkata kasar pada Ara, terkecuali pada Gisel. Makanya Anggia jengkel setengah mati dengan tokoh Ara ini, udah gak dianggap masih aja berjuang deketin Ken.

Disamping Ken yang tak menyukai Ara, ternyata Ken sudah bertunangan dengan Ara. Tentunya itu bukan keinginan Ken. Dengan kekuasaan yang dimiliki papa Ara, dia berhasil membuat Ken menjadi tunangannya. Dalam novel itu diceritakan bahwa Ara mempunyai penyakit yang membuatnya barang merepotkan orang lain.

Satu lagi yang paling membuat Anggia greget dari tokoh Ara ini yakni sikapnya yang terlalu polos dan lemah. Bagaimana tidak, saking polosnya Ara, orang-orang selalu memanfaatkan dia. Tak terkecuali tokoh Leon yang juga tidak pernah menyukai Ara karena sifat Ara yang suka menyusahkan orang.

"Anjir, kesel banget gue sama si Ara! Padahal populasi cowo di dunia ini belum punah, kok bisa-bisanya dia se-cinta itu sama satu manusia brengsek bernama Ken." Gerutu Anggi.

"Si Ken emang gak ada akhlak. Berani-beraninya dia pelukan sama Gisel di depan Ara. Astaga, si Ara auto nangis kejer ini mah, secara kan Ara sensitif banget."

"Kayaknya si Ara pas pembagian otak kesiangan deh, udah jelas-jelas Ken selalu buang bekel yang dia kasih, eh malah dengan senang hati tetep nyimpen itu bekel di meja Ken." Begitulah kira-kira gerutuan Anggia kepada tokoh Ara dan Ken, membuat orang-orang yang berlalu lalang dan tak sengaja mendengarnya melempar kan tatapan aneh.

Tinggal beberapa halaman lagi novel itu akan berakhir. Namun melihat awan di luar sana mulai gelap, Anggia segera menutup novelnya dan bergegas membayar makanan. Saat keluar, Anggia tak berhenti menyayangkan tokoh cewek lemah yang bernama Ara itu.

"Ara, Ara, padahal dia cantik dan kaya raya, tapi kenapa terus ngorbanin perasaannya demi si Ken. Duh, jadi pengen sentil ginjalnya."

"Kalo gue jadi Ara sih, gue bakalan nyari cowok yang lebih berperikemanusiaan dari si Ken. Gue juga gak mau ribet, tinggal biarin aja Ken sama Gisel bahagia. Coba aja kalo gue yang jadi si Ara, pasti hidupnya akan aman tentram dan damai walau tanpa Ken si akhlakness itu..."

TIN TIN.......

Saking sibuknya mengkhayal, Anggia tak sadar bahwa ia sedang berada di penyebrangan. Tak dia sangka, sebuah mobil berkecepatan tinggi sedang menuju ke arahnya. Ingin berlari, namun kakinya terasa kelu. Ingin teriak namun tenggorokan nya terasa kering, pita suara nya seakan hilang tiba-tiba. Apakah ini akhir dari hidupnya. Anggia terus berkecamuk didalam pikirannya itu, dia hanya bisa pasrah.

Brakkk!

Tubuhnya terasa ngilu dan nyeri di berbagai bagian tubuh. Darah pun telah berceceran dimana-mana. Nafasnya tercekat. Setelah itu kegelapan menguasainya. Dan mungkin inilah akhir dari hidup nya.

Tapi tak ada yang tau, bahwa sebelum matanya benar-benar tertutup rapat, Anggia sempat mengucapkan keinginan terakhir nya. Walaupun itu mustahil, setidaknya dia punya kesempatan untuk mengucapkan harapan itu.

Anggia berharap semoga ia dilahirkan kembali sebagai siapapun itu.

***

Gadis itu perlahan membuka mata. Ia mengerjap mencoba mengenali tempat ini. Ruangan yang bernuansa putih, tak lupa bau obat yang samar-samar tercium. Sedangkan Alat nebulizer tertempel menutupi mulut dan hidungnya.

"Jadi gue masih hidup." Ucapnya dalam hati.

Seorang pria paruh baya menghampiri gadis itu dengan tatapan khawatir bercampur bahagia. Setelah satu hari tak bangun-bangun, akhirnya putri semata wayangnya membuka mata juga.

"Ara, akhirnya kamu bangun nak." Ucap pria paruh baya itu dengan mata berkaca-kaca.

"Ara?" Anggia mengernyit, siapa Ara? Jelas jelas dirinya bukan Ara tapi Anggia.

"Anda siapa?"

Deg, jantung Hendra seakan berhenti tatkala mendengar perkataan putrinya itu.

"Ini--- papa, sayang." Mata Hendra berkaca-kaca.

"Papa?"

"Iya ini papa." Hendra berusaha meyakinkan putrinya. Tak lama, dibalik pintu dokter datang dan tanpa aba-aba segera memeriksa kondisi gadis yang tengah kebingungan itu.

"Bagaimana keadaan Ara, dok?" Tanya Hendra cemas.

"Untuk saat ini kondisi nona Ara mulai stabil, namun sepertinya ada benturan di kepalanya sehingga dia mengalami amnesia. Tapi bapak tidak usah khawatir, ini hanya amnesia ringan."

Air mata Hendra menetes, tak menyangka Putri kesayangannya akan mengalami hal seperti ini. "Amnesia dok?"

"Benar pak, untuk itu mohon bapak sebaiknya memaklumi apapun yang dikatakan dan dilakukan Nona Ara nanti, karna itu adalah efek dari amnesia yang menyebabkan nona Ara kehilangan ingatannya."

"Lalu bagaimana dengan penyakit asma nya dok? Apa tidak ada masalah?" Hendra benar-benar menanyakan sedetail mungkin mengenai kondisi anaknya ini.

"Alhamdulillah, saat ini penyakit Nona Ara tidak ada masalah, hanya saja nona Ara harus beristirahat selama beberapa hari agar kondisinya cepat membaik, kalau begitu saya permisi dulu pak hendra."

"Baik dok, silahkan."

"Papa?" Panggil Anggia dengan hati-hati, itu masih terasa asing menurut Anggia.

"Iya sayang, kamu butuh sesuatu?"

"Saya siapa?" Tanya Anggia polos.

"Kamu Arabella Zefanya, Putri kesayangan papa satu-satunya."

Seketika tubuh Anggia terduduk. Mulutnya menganga. Wajahnya yang sudah pucat nampak lebih pucat. Tidak mungkin, Ia tak salah dengar kan?

Arabella Zefanya, tak salah lagi. Itu adalah nama tokoh novel yang membuat Anggia greget setengah mati. Tapi mengapa, mengapa tiba-tiba Anggia berubah menjadi Ara, mengapa? Dimana dia saat ini? Apa ia berada dalam dunia novel? Astaga, sebenarnya kondisi apa yang sedang ia alami saat ini.

"Cermin, cermin, aku butuh cermin!!!"

Hendra yang melihat anaknya seperti itu merasa bingung. Namun demikian, ia tetap mengambil cermin yang ada di dekat toilet dan segera memberikan nya kepada Anggia aka Ara, putrinya.

Anggia segera mengambil cermin itu dan melihat wajahnya yang sangat sangat berubah."HUWAAA!!!!!" Pekiknya. Wajah yang terpantul di cermin sangat cantik, putih, mulus, hidung kecil, ah pokonya berbanding terbalik dengan Anggia. Namun, bolehkan Anggia merasa sedikit bersyukur akan perubahan ini?

Just FiguranWhere stories live. Discover now