True Love Comes From Family! (5)

487 131 0
                                    

Hujan akhirnya turun dan langsung menjadi deras. Suara-suara guntur mengisi langit meski tak ada petir yang sampai muncul. Angin bergerak dengan kencang, mengacaukan tidur malam orang-orang dengan cara menghantam jendela mereka.

Jack duduk di sofa rumahnya dengan menikmati beberapa batang rokok. Dia melepaskan baju meski suhu sedang turun, itu karena seluruh tubuhnya sempat dipenuhi keringat.

Pria itu duduk dengan tenang meski cuaca di luar sana kacau. Kilat pertama telah menyambar tanah. Jack tak bergeming mendengarkan gemuruh yang memekakkan itu.

Pintu depannya terbuka, dan sadar itu bukan karena angin. Seseorang membukanya. Jack tak perlu menoleh untuk mengetahui siapa pelakunya.

"Asal kau tahu ... aku tidak menyesal. Sedikitpun tidak," ucap Jack dan menghabiskan rokoknya.

"Aku tahu." Suara yang lebih dingin membalasnya. Setelah Jack membuang puntung rokoknya, dia berbalik dan menemukan putranya di sana, setengah basah kuyup, tetapi matanya tajam seperti petir.

"Apalagi yang harus kuketahui, ayah?" lanjut Ken mendesis. "Ayah memukulku, memukul Sean. Apa ayah membunuh ibu? Sebenarnya siapa yang berusaha menghancurkan keluarga ini selain ayah?"

"Aku tidak menghancurkannya." Jack menyalakan rokok berikutnya. "Aku membersihkannya, tepat setelah kau menghancurkan semuanya."

Asap putih segera mengepul di depan wajahnya. Ken di tempatnya menunduk, mengepalkan kedua tangannya.

"Aku selalu mengira, cinta dan kasih sayang yang sebenarnya datang dari keluarga." Suaranya berubah pelan, terdengar tenang. Saat itu Ken hanya membayangkan bertahun-tahun yang lalu sebelum semua ini terjadi. Membayangkan sebuah foto keluarga di mana ayah, ibu, adiknya, dan dirinya sendiri tersenyum dengan lebar di sebuah taman kota. Namun, keluarga itu sudah tidak ada.

"Mereka bilang keluarga adalah tempat untuk pulang. Tapi kurasa aku salah. Karena keluargaku tidak pernah seperti itu. Aku tidak punya ibu, atau ayah. Mereka pergi. Aku merindukan mereka."

Jack sama sekali tak mendengarkan. Keluh kesah lain yang menjadi pertanda kalau putranya ingin menangis. Dia suka saat Ken menangis, artinya dia masih lemah dan dapat dijatuhkan dengan mudah.

Sampai dia tahu kalau itu salah. Pria itu terlambat menyadari langkah kaki yang menderap cepat ke arahnya. Ken menerjang, dan sudah tepat berada di hadapannya saat dia berbalik. Wajahnya yang dipukul pertama, kemudian dadanya. Jack segera tersedak.

"Kau ayah yang buruk!" Saat ayahnya terjatuh ke samping, Ken segera mengambil puntung rokoknya yang terjatuh, dan menyulutkan benda itu ke leher ayahnya. Teriakan yang nyaring langsung menggaung.

"Sialan!" murkanya. Bagai tenggorokan Jack yang terbakar. Napasnya jadi kacau karena bara dari rokok baru saja menggerogotinya. Sementara Ken terus memukulnya tanpa henti.

Sampai Ken tiba-tiba saja berhenti. Seluruh penerangan padam bersama suara 'klik' yang teriring. Gelap memenuhi seisi ruangan, dan kilat berikutnya yang menerangi.

Saat itulah Jack membalikkan keadaan. Tangannya dengan cepat meraih leher Ken yang tidak siap dengan mati listrik tersebut. Ken tercekik dan langsung sesak.

"Kau menghiburku, tapi tetap saja kau hanya omong-kosong."

Lalu Jack berdiri, dia tak bisa melihat apapun, tetapi tahu Ken tengah kesakitan dengan mendengar suaranya. Pria itu menyeringai dengan puas, dan membanting tubuh lemah Ken ke meja kaca di hadapannya. Meja itu hancur bersama jeritan kuat Ken.

Ken meronta, merasa seperti punggungnya yang baru saja hancur. Sekaligus menyadari kali ini ayahnya tidak lagi ingin menyiksa, tetapi benar-benar akan membunuhnya.

You Just Met The Wrong PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang