Like We Should And Say We're Good! (3)

301 103 2
                                    

Biasanya Ken menghabiskan waktu di bus dengan sebuah earphone, diikuti sebuah tatapan kosong keluar jendela, memperhatikan apa saja yang dilewatinya. Sesekali kalau beruntung ada orang-orang bahagia melambai padanya dari luar.

Ken selalu berharap dapat bahagia dalam waktu yang lama. Tidak. Ken selalu merasa penderitaannya datang setelah yakin hidupnya telah berubah. Orangtuanya bercerai, tetapi kemudian ibunya bunuh diri. Ayahnya sudah terbunuh, tetapi Neal datang bersama video palsu menjijikkan. Ken juga sudah menghabisi nyawa Neal dan tak akan ada lagi yang menuduhnya sebagai penjahat, tetapi ketenangan yang selalu diinginkan Ken tidak pernah bertahan lama.

"Soal Naegi, kau tahu, gadis itu agak ... bagaimana mengatakannya, yah ...?" Sebenarnya Ken tidak sendirian. Untuk pertama kali, Lucy bergabung dengannya di bus. "Maksudku, namanya sedikit tidak masuk akal. Itu nama laki-laki, kan?"

"Kalian memang suka membahas murid baru, yah?" celetuk Ken, masih menatap keluar jendela. Lucy terkikik.

"Bagaimana menurutmu?" sambung Lucy.

"Menurutku kau harus berhenti membahasnya," kata Ken. Lucy sontak menurunkan rahang. Ken mungkin punya maksud lain, tetapi dia terdengar tidak senang. Namun, gadis itu sadar bukan karena kebiasaannya yang sering membicarakan orang-orang. Ken secara spesifik tidak mau membahas gadis itu.

Ken memang tidak ingin membahasnya. Dia tahu nama itu sangat aneh, bahkan dengan rambut panjang bergelombang dan mata biru yang indah tersebut, Ken tak akan tertipu. Namun, dari seluruh tempat di kota ini, gadis itu malah pindah ke sekolah yang sama dengan Ken.

"Apa ada masalah?" tanya Lucy pelan-pelan, tetapi Ken diam saja. "Ken. Aku tahu kau sangat suka menyimpan masalah untuk dirimu sendiri, tetapi aku di sini untuk membantumu. Apa ada—"

"Aku baik-baik saja, okey!" tukas Ken, suaranya agak tinggi sampai-sampai terdengar ke seisi bus. Ken sendiri tak menyangka dirinya akan berteriak, sementara Lucy melebarkan mata karena terperanjat.

"A–Aku tidak bermaksud—maafkan aku, Lucy," ucap Ken dengan kepala menunduk. "Tapi aku sungguh baik-baik saja."

Sayangnya setelah itu, mereka jadi kehilangan pembicaraan hingga Ken akhirnya turun dari bus. Mereka memang berciuman sebentar, dan Lucy bergeser ke tempat Ken di samping jendela untuk melambai padanya di luar. Namun, benar-benar tak ada pembicaraan.

Akhirnya cowok itu menghabiskan malam dengan mengirimkan pesan permintaan maaf yang baru dibalas Lucy sekitar pukul sebelas malam.

"Kau tidak perlu meminta maaf, kau tahu? Aku tahu kau memang ada masalah, dan aku juga tidak mungkin memaksamu bercerita. Tapi kalau kau siap, aku akan selalu ada di sini."

Ken membalas: "Aku tahu. Aku mencintaimu."

Lucy sedang di restoran keluarganya saat melakukan perpesanan. Gadis itu jadi hanya senyum-senyum sendiri di ruang makan sebelum kembali melakukan tugasnya dengan kain lap dan penyemprot air.

"Lu ... apa kau punya waktu sebentar?" Lalu Rick muncul tiba-tiba, dan seperti biasa mengagetkan Lucy. Dengan menggerutu gadis itu berpindah ke meja lain, tetapi Rick masih saja mengikuti.

"Ayolah. Antara kita saja, saudara dan saudara ... maksudku, kita bisa berbagi rahasia, kan?"

"Kenapa tidak bersihkan saja lantai di sana dan jangan ganggu aku, Rick?"

"Kurasa kau tidak mendengarku dengan baik, tetapi ...." Rick berdehem sebelum melanjutkan. "Soal hubunganmu dengan Ken, kurasa hanya aku saja yang tahu soal itu."

Tangan Lucy langsung saja berhenti mengelap, bahkan saat Rick baru menyebut nama Ken. Setelah itu dia berbalik dengan mata seakan menyala. "Kau bilang apa?"

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now