The Scapegoat!

390 102 0
                                    

Setelah memarkirkan mobilnya di halaman, pria berjaket tebal itu keluar dan segera pergi ke pintu depan. Terdapat tanda tutup di sana meski cuaca sedang terik. Dia memang tahu restoran tersebut hanya buka saat malam hari.

Meski begitu dia tetap mendorong pintu tersebut yang sama sekali tidak dikunci, dan masuk ke dalam hingga mencapai dapur. Begitu tiba, pria itu menuju salah satu pintu kayu di sana yang merupakan ruangan kecil berisi alat-alat kebersihan seperti sapu dan kain pel. Namun, kedatangannya bukan untuk membersihkan restoran.

Tangannya meraba dinding di sebelah kanan yang tertutup kain celemek, di baliknya terdapat sebuah tombol yang dapat ditekan. Ting! Terdengar suara seperti bel, diikuti dinding di hadapannya terbelah menjadi dua. Ruangan itu ternyata sebuah lift yang akan membawanya turun.

Tujuan sebenarnya ada di bawah restoran. Terdapat sebuah ruangan yang bahkan lebih besar daripada restoran tersebut. Lift terbuka lagi, dan pemandangan pertama yang ditemukan sangat mirip dengan rumah milik orang-orang kaya. Sofa yang seluruhnya kulit, lampu gantung, ditambah gaya interior Jepang tahun 70-an. Belum lagi ruangan-ruangan lain di dalam sana yang menjadi kamar tidur.

Tempat itu adalah tempat tinggal pria tersebut, dan orang-orang lain yang bekerja dengannya.

"Nen. Sudah kembali." Seorang wanita yang duduk sambil membaca buku segera menyambutnya. Nen melepas dan menggantung jaket tebalnya kemudian bergabung sejenak di sofa untuk melepas penat.

"Ya. Di mana James?"

"Kurasa di ruang monitor, seperti biasa," jawab perempuan itu, lalu bertanya kembali. "Bagaimana hasilnya?"

"Dia anak yang keras kepala."

"Memangnya kenapa kau sangat menginginkan anak itu?"

Nen memutar matanya, kemudian berdiri kembali walau masih merasa lelah. Dia hanya malas menjawabnya.

"Kau tau peraturannya, Nen, dan kau sudah melanggar sebanyak dua. Ini hampir tiga minggu sejak kau memperkenalkan diri dengan anak itu, dan kedua kau menawari lebih dari dua kali. Kenapa anak itu, Nen? Kenapa sangat menginginkannya?"

"Bukan urusanmu, Furler." Tanpa menoleh, Nen melanjutkan dengan nada yang lebih dingin. "Dan kuingatkan padamu, aku pemimpinnya di sini. Dari suaramu sepertinya kau ingin membunuh anak itu."

"Kau bosnya, tapi kau tidak mungkin lupa siapa bosmu, kan? Mr. Lam akan membunuh kita semua jika anak itu masih hidup."

"Furler benar." Lalu seseorang tiba-tiba muncul bersamanya. Laki-laki lain yang hanya sedikit lebih tinggi daripada Nen. Jaket kulit dan celana jeans ketat, dengan sebagian rambutnya diwarnai ungu gelap. "Mr. Lam titip salam padamu, bos."

"Aster ...." Nen tak menyangka akan kehadiran pria itu di sana. "Kapan kau tiba?"

"Baru saja."

"Dan kutebak kau akan segera pergi lagi?" kata Nen melirik tas ransel yang dibopong Aster.

"Sudah pekerjaanku." Pria itu lalu berjalan melewati Nen dan masuk ke lift, tetapi sebelum menutup dia mengatakan sesuatu. "Dia menunggu, Nen. Mr. Lam menunggu."

Nen menghela napas panjang setelah Aster pergi. Wanita bernama Furler itu juga meninggalkan tempatnya dan masuk ke kamar tanpa mengatakan apa-apa lagi. Jadi Nen juga pergi, menuju ruang monitor untuk menemui satu orang lagi yang tinggal bersamanya di tempat itu.

Sesuai namanya, terdapat banyak monitor menyala di ruangan tersebut. Sebagian besar menampilkan rekaman sebuah kamera pengawas, beberapa lainnya hanya menunjukkan deret-deret angka.

Lalu dihadapan seluruh monitor tersebut terdapat sebuah kursi ergonomik yang umum ditemukan di banyak kantor-kantor. Ketika berputar, nampaklah sosok anak muda di sana bersama sebuah keripik kentang.

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now