The Scapegoat! (3)

324 104 0
                                    

"Berhenti?!"

Sontak Ken kehabisan kata-kata. Meski telah yakin sejak awal kalau Arthur pasti akan terkejut, tetapi reaksi tadi sungguh di luar dugaannya.

Agak terbata-bata pria itu bertanya lagi. "Tapi ... kenapa? Maksudku—Bukannya ayah dan ibumu ... lalu bagaimana dengan adikmu?"

Ken menghela napas kasar. Arthur memang termasuk yang mengetahui orangtua Ken sudah tewas, walau tidak dengan Sean yang masih ada di rumah sakit. Malah tak ada siapapun—selain Nen—yang tahu kalau adiknya sedang koma.

"Bukannya aku tidak mau lagi bekerja di sini, tetapi aku butuh lebih banyak ... uang, kau tahu. Maafkan aku," katanya.

Arthur jadi semakin murung, ingin mengatakan sesuatu untuk mencegah Ken meninggalkan tempatnya sebagai barista, tetapi alasan tadi sangat masuk akal. Gaji yang Ken terima bahkan tidak cukup untuk satu minggu.

Ken merogoh isi ranselnya, mengeluarkan seragam serta celemek yang telah dibersihkan. "Tapi senang bisa bekerja di sini ... bersamamu. Kau mengajariku banyak hal. Mungkin suatu hari nanti aku akan membuat kopi yang lebih enak daripada buatanmu."

Pria itu masih tak mengatakan apapun, selain menatap kosong kedua tangan Ken sebelum akhirnya mengambil baju-baju itu. Lalu akhirnya mengacungkan tangan, dan mereka bersalaman. Sudut bibir Arthur naik perlahan. "Ya ... akan kutunggu hingga saatnya mencicipi kopi itu."

Lalu Ken pergi dengan tangan di dalam saku, meninggalkan kedai kopi tersebut yang setelah dia pikirkan kembali ternyata telah banyak membantunya. Tempat itu menjadi pelarian pertama Ken setelah orangtuanya bercerai, setelah dia meninggalkan sekolah, dan hampir seluruh masa-masa sulitnya. Arthur pria yang baik dan tidak banyak bertanya tentang siapa Ken saat pertama kali tiba di kedai tersebut.

Dia benar-benar berharap ada lebih banyak orang seperti Arthur di luar sana. Karena jika ya, hidup Ken pasti akan lebih baik daripada sekarang.

Akan kutunggu hingga saatnya mencicipi kopi itu. Ken tersenyum lagi, membayangkan sampai kapan Arthur akan menunggu, karena kopi itu tidak akan pernah dibuat. Ken tidak berminat untuk menjual kopi di masa depan, dan pastinya tidak mungkin dapat membuat yang seenak Arthur.

***

Bukannya Neal takut dengan kegelapan, apalagi hantu, tetapi di jalanan dengan kiri kanan hanya ada hutan cukup membuat rambut di tengkuknya berdiri semua. Suasananya agak aneh malam ini, dan dia menyesal sudah tak membawa mobilnya.

Sebelumnya Neal pergi ke rumah Gina setelah kemarin gadis itu menenggak obat aborsi. Dia hanya ingin tahu bagaimana kabarnya, tetapi saat sampai tak ada siapapun di sana. Lampu rumah juga tak menyala.

Lalu di sinilah dia sekarang, berjalan sendirian di antara hutan rindang, berharap sesuatu tidak akan melompat dan menyerangnya. Neal memang bukan orang lemah, tetapi menghadapi hewan buas tidak pernah masuk dalam daftar keinginannya.

Mana mungkin ada hewan buas di Ischar? Neal tertawa dalam hatinya. Semua hewan di kota sudah dipindahkan bertahun-tahun lalu, beberapa yang kurang beruntung tewas diburu. Namun, bagaimana dengan orang jahat? Kota ini dipenuhi orang jahat, dan Neal mengenal salah satunya.

Seketika dia teringat dengan pengumuman di sekolahnya yang selalu disampaikan hampir setiap minggu. Mereka diminta langsung pulang ke rumah tanpa alasan jelas. Mungkinkah ada sesuatu yang terjadi? Apa orang-orang jahat sedang beraksi?

Neal menggelengkan kepalanya cepat, berusaha menyingkirkan pikiran-pikiran konyolnya dan menambah kecepatannya. Berusaha mengabaikan sekitarnya, termasuk suara gemerisik dari daun-daun kering yang Neal pikir hanya terjadi di dalam kepalanya.

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now