Like We Should And Say We're Good! (4)

293 95 0
                                    

Ken akhirnya tahu siapa korban baru Furler. Pria malang yang sepertinya diculik di kantornya, karena dia muncul di White Chamber dengan jas hitam rapi, lengkap dengan dasi dan sepatu mengkilat. Rambutnya juga masih tersisir rapi saat terikat di atas kursi.

"Aku punya targetku sendiri." kata-kata Furler kembali terngiang di kepalanya. Sekarang dia dapat menduga. Seorang pegawai kantoran adalah kesimpulan pertama, tetapi ternyata bukan pria kantor biasa. Dia bekerja untuk pemerintahan. Nen bilang, Furler punya masalah dengan orang-orang di atas sana.

"Bukan hanya kau yang punya dendam di sini. Bedanya, Furler tidak akan pernah kehabisan target," jelas Nen.

"Memangnya apa masalah orang-orang ini dengan Furler?"

"Itu pertanyaan tidak penting." Nen tersenyum. "Dan seharusnya kau juga tidak boleh kehabisan target."

Kemarin pun adalah kali pertama dia melihat perempuan itu menyiksa korbannya. Wanita yang setiap harinya sangat suka mengganggu anak-anak muda di markas seperti Ken atau James, berubah menjadi algojo abad 80 yang menyiksa korban malangnya itu seakan dia pria yang telah melakukan dosa besar.

Berubah artinya benar-benar berubah. Wanita itu masuk ke White Chamber mengenakan jubah coklat dan tudung dengan lubang di kedua mata seperti dia dari sekte sesat yang memotong-motong tubuh manusia untuk persembahan. Belum lagi kapak besar yang bermain-main di tangannya, sukses membuat pria itu kehabisan napas bahkan sebelum penyiksaan di mulai.

Lalu ketika masuk di inti acara, Ken hanya bisa terbelalak menyaksikan semuanya. Dia tidak akan mau menyebut dirinya sebagai terpukau, ngeri lebih cocok. Furler memotong jari-jari pria itu satu per satu sementara James memainkan kamera pengawasnya untuk mendapatkan sudut terbaik.

Ketika jari di tangan dan kakinya habis, Furler berganti dengan gunting, memotong lidah pria itu sehingga dia tidak lagi dapat mengatakan apapun dengan jelas, sampai kapak tadi menancap tepat di tengah kepala, dan mengakhiri penderitaannya.

Dari aksi gilanya itu, dia mendapatkan lebih dari 100 juta sumbangan. Ken masih belum tahu darimana saja orang-orang kaya ini berasal. Rela membayar begitu banyak hanya untuk menyaksikan seorang wanita gila menyiksa pria paruh baya yang mungkin akan dirindukan keluarganya.

"Bagaimana denganmu, Ken?" tanya Nen, dan Ken memilih untuk tak berkata apa-apa. "Siapa targetmu?"

Ken tak menjawab. Bagaimanapun, Minggu pagi; keesokan harinya, Ken tidak pergi ke rumah sakit, tetapi menghabiskan hari dengan mengisi 'Daftar Terkutuk' miliknya sekali lagi. Sekarang daftar itu sudah menghabiskan sepuluh lembar kertas dan Ken merasa dirinya akan gila kalau dia mengambil lagi yang baru.

Pulpennya mengetuk-ngetuk di meja. Di atas kertas itu sudah ada beberapa nama yang sebenarnya sudah ditulis juga di daftar sebelumnya. Untuk kesekian kali, Ken membaca ulang tulisannya.

"Clay Jensen." Laki-laki aneh di sekolah yang tiba-tiba saja mengajak Ken berkelahi, namanya masih terus-terusan berputar di dalam kepala Ken. Mereka diskorsing bersamaan, tetapi Ken sadar kalau mereka juga sudah berdamai.

Jadi Ken mencoret namanya—lagi.

Daftar berikutnya adalah nama-nama dari komplotan Neal yang dulu ikut menghabisi Ken, tetapi berakhir dicoret juga. Ken sudah tak mau berurusan dengan apapun di sekolah lamanya.

Berikutnya adalah nama-nama yang membuat Ken sampai tertawa sendiri karena menyadari daftar tersebut semakin tidak masuk akal.

Leonardo Harry; Dokter Sean, Clay Ashtray; petugas polisi kota Ischar, Isaac Padlock; Kepala Sekolah Ischar High.

Lalu nama berikutnya malah menyentakkan Ken, dirinya benar-benar tak sadar telah menulis nama-nama itu. Seakan ada orang lain yang melakukannya.

Shiro Sykes

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now