Ken Jackson!

418 114 0
                                    

Ketika mencapai lokernya, Shiro menemukan Lucy yang bersandar jenuh dan menoleh ke pintu masuk sekolah. Mereka saling menyapa sebentar , tetapi kemudian sama-sama murung lalu kembali pada urusan masing-masing.

Hingga beberapa murid lain bergabung dan memanggil mereka. "Hai, teman-teman."

"Hei ...," balas Shiro lesu, dan menutup lokernya. Lucy menyahut dengan cara yang sama.

Cyan yang ada di sana segera mengangkat sebelah alis. "Kalian kelihatan tidak bersemangat. Apa ini tentang proyek seni kalian?" duganya, mengingat kembali kedua remaja itu punya tugas kelompok.

Shiro menghela napas. "Tidak, bukan itu. Proyeknya bagus, kami dapat A."

"Jadi apa kira-kira yang membuat Shiro Sykes dan Lucy Watson di sini tidak bersemangat seperti biasa?" Lang ikut bertanya.

Shiro dan Lucy saling menatap, gadis itu hanya mengangkat bahu. Keduanya mengetahui sesuatu, dan teman-teman mereka tidak. "Yah ... kurasa tidak ada salahnya memberitahu kalian."

"Apa ini soal Ken Jackson lagi?" kata Alisha.

"Ya, ini tentang dia ... lagi."

"Kenapa kau bisa tahu ini tentang dia?" tanya Cyan pada Alisha.

"Dia absen di kelas hari ini." Alisha bersedekap. "Sebenarnya aku tidak mau terlalu peduli lagi dengan anak itu, tapi baiklah, kali ini ada apa dengannya?"

"Aku mendapatkan pesan darinya. Lucy juga. Dia memang ... tidak bisa masuk sekolah hari ini."

"Dia harus menghadiri pemakaman," sambung Lucy, dan membuat tangan Alisha turun, yang lain sontak ikut penasaran. "Orang tuanya. Ayahnya. Kalian ingat berita penemuan mayat di perbatasan kota beberapa hari lalu?"

Semuanya mengangguk, dan saat Lucy melanjutkan, mereka hanya bisa terkesiap.

"Itu ayahnya."

***

Tak banyak yang menghadiri pemakaman tersebut. Sebagian besar kursi masih kosong sementara peti telah diturunkan. Bukan berarti banyak yang tidak mengenal pria itu, tetapi orang-orang hanya tidak dapat hadir. Sementara Ken tidak mengambil duduk. Mengenakan jas hitam terbaik yang ada di rumahnya—milik ayahnya. Bersama celana kain panjang dan dasi warna senada. Topinya tak dibawa kali ini.

Ken hanya berdiri di sana, tak berbalik menatap siapapun, atau menoleh penasaran pada orang-orang yang mungkin ingin menatapnya. Autopsi telah berakhir, mayat ayahnya akan dimakamkan, tetapi Ken masih saja belum bisa menangis. Dia merasa harus menangis sekarang, dia merasa tangisan itu sangat penting.

Sementara jauh dari sana, di luar pemakaman, seseorang menyaksikan dari dalam mobil, meski tak benar-benar tahu apa yang sedang terjadi. Pria itu hanya duduk terdiam sembari memperhatikan dari jendela mobil.

Tidak lama ponselnya berdering. Tanpa harus mencari tahu siapa pemanggilnya, dia langsung menjawab. "Shigihara di sini."

Panggilan tersebut berlangsung cepat, Nen mendengarkan dengan seksama sebelum berbicara kembali, "baiklah, terima kasih. Aku ke rumah sakit sekarang."

Meski masih ingin di sana hingga pemakaman tersebut selesai, Nen punya urusan lain yang harus diselesaikan hari ini. Jadi dia menyalakan mesin dan bergegas meninggalkan tempat tersebut untuk segera pergi ke tujuannya. Nen ingin menemui seseorang.

Tiba di rumah sakit, pria itu tidak kesulitan mencarinya. Dia tahu di mana dan apa yang orang tersebut lakukan sekarang. Setelah mencapai ICU, Nen langsung masuk tanpa mengetuk pintu.

Benar saja, orang itu ada di dalam sana. Mengenakan jas dokternya, sedang menangani pasien anak kecil.

Awalnya dokter tersebut terkejut saat tahu seseorang tiba-tiba masuk, tetapi segera memutar mata saat tahu siapa itu. "Ruangan ini khusus untuk pasien yang membutuhkan penanganan khusus, dan siapapun selain petugas medis dilarang masuk kemari."

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now