BAG 9 : DUTA MEDIA UTAMA

1.5K 275 18
                                    

Duta Media Utama, Jakarta.

Entah atas dasar apa, Aisha yang biasanya ceria dan cukup vokal di ruang redaksi DuMed hari ini seakan menjelma menjadi gadis pemalu dan pendiam.

Ia hanya duduk diam di depan layar sejak satu jam lalu tanpa mengisi suara di ruang itu seperti biasa.

Rekan-rekan kerjanya memaklumi, sebab menurut mereka Aisha mungkin saja belum total pulih setelah kemarin baru kembali dari Sulawesi. Kabar Aisha sempat terluka akibat longsoran akibat gempa langsung tersiar ke seluruh DuMed sejak kejadian hari itu lewat Teuku Utama. Mereka sempat terkejut, Aisha tetap masuk kerja padahal sudah mendapat izin cuti sementara.

“Udah sehatan kok gue  …,” ucapnya setiap kali ada yang bertanya.

“Yong, gimana petualangan lo di Madam Rose?” tanya  Citra yang duduk di meja sebelah Aisha duduk. Namun yang ditanya bergeming hanya menatap layar monitor labtopnya.

“Yong …,” panggil Citra lagi. “Sha!”

“Eh!”

“Lo ngelamun? Ngelamunin apa?”

“Eng? Enggak. Lagi serius mikir gue. Untuk tulisan di blog nih,” jawab Aisha gugup sambil berkedik dagu menunjuk layar labtop.

Citra menoleh. “Perasaan itu yang di layar play music. Dari tadi juga, gitu mulu. Mana yang lo ketik?” ledek Citra sarkastik.

“A-a, ya belom. Kan baru mau mulai. Lo mau apaan tadi?” tanya Aisha meringis mengalihkan perbincangan diikuti tawa Citra yang heran melihat tingkah sahabatnya.

“Madam Rose. Lo masih bantu gue buat ngeriset ‘kan? Nggak sampe sebulan lagi DL-nya, Yong. Datanya meski udah gue masukkan ke Mba Heni lima hari lagi. Biar matang persiapan. Gimana?” tanya Citra yang punya Ibu kandung dengan suku Melayu.

Panggilan "Yong" menjadi hal biasa dalam keluarga mereka untuk anak pertama. Itu juga yang ia sematkan buat sahabatnya Aisha yang adalah anak pertama dan terakhir pula di dalam keluarganya.

“Oh. Udah. Masih lanjut kok ini. Entar kita cari waktu duduk berdua ngerjain yang itu. Key!”

“Jam makan siang nanti. Gimana?”

Okay!”

Aisha meringis mempertanyakan dirinya sendiri. Mengapa semenjak kembali dari tugas di Mamuju Sulawesi fokusnya berkurang? Seperti ada yang hilang. Atau … dia rindukan? Tidak. Tidak. Aisha menggeleng pelan. Lantas segera melanjutkan tugasnya.

“Yang baru dari Sulawesi bawa oleh-oleh apa?” Suara landai terdengar dari dekat pentri.

Riana. Ia baru masuk ke ruang itu. Aisha yang tentu saja merasa pertanyaan itu datang untuknya melirik sekilas tapi tak langsung menjawab.

Ia tahu betul, pertanyaan itu bukan sebuah ramah tamah persahabatan. Melainkan permusuhan.

Citra yang duduk di meja sebelah Aisha memerotkan bibir mencibir. “Kalau ada temen, baru pulang dari meliput misi kemanusiaan, yang ditanya tuh, kabar. Bukan buah tangan. Kamu pikir mereka ke sana jalan-jalan?” celetuk Citra sarkastik.

“Kok lo yang jawab sih, Cit. Sewot amat! Gue ‘kan bukan ngomong sama lo.”

“Ya … mau gimana lagi. Gue di sini. Gue punya telinga. Gue dengar juga!” sambung Citra lagi sengit yang disambut lirikan mata Aisha untuk memintanya berhenti.

“Lo baru pulang dari mana emangnya? Kok pake merasa segala!” celetuk Riana ketus.

“Makasi, Riana. Gue alhamdulillah baik-baik aja. Seperti yang lo liat,” ucap Aisha dengan senyum dipaksakan. Sengaja bukan menjawab pertanyaan Riana tapi yang seharusnya ia jawab.

SECRET ADMIRER (PUAN TANPA RAHIM) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang