BAG 31 : LIONA

1.3K 258 42
                                    

Seperti biasa. Sebelum baca jangan lupa vote dulu, ya. Komentar kalian juga aku tunggu untuk booster semangat nyelesain kisah Kapten Dokter Absurd-nya Aisha ini. Hihi ✌😁

🚢🚢🚢

Untuk bisa melesat jauh, anak panah harus ditarik ke belakang lebih dulu. Untuk melenting lebih tinggi, kau harus mengambil langkah mundur lebih jauh sebelum melompat.

Apakah itu perumpamaan yang tepat untuk solusi yang harus diambil Aisha sekarang?

Jujur saja. Ia memang ragu sejak awal tentang ibunda Tara. Namun, keras dan gigihnya Dokter Absurd itu untuk terus melangkah tanpa kata menyerah, membuat Aisha menjadi ikut terpengaruh dan tidak mau pasrah.

Baru kemarin, rasanya bongkahan beban yang besar dalam dadanya terangkat. Nyatanya ia tidak benar-benar terbabat. Kini malah makin dekat, dan menghunjam habis-habisan iman Aisha tanpa kata sepakat.

Bukan ia tak ingin bahagia. Ia bukan malaikat yang tak 'kan merasa sakit dengan drama dunia penuh sandiwara. Bodohnya meski dikatakan begitu, tetap saja kenyataan yang dialami Aisha terasa menyiksa.

Perasaannya hancur, bagai dihantam gada besi tanpa ampun.

Sakit?

Tentu.

Andai Aisha adalah gadis boneka yang tak punya rasa. Mungkin ini semua tak 'kan berefek apa-apa.

Kini. Ia merasa tersesat dalam labirin buntu tak berujung. Ke mana pun ia berlari tetap saja ia kembali ke tempat itu lagi.

Ya. Begitulah. Takdir ini nyatanya mau tidak mau, suka tidak suka, bertemu siapa, kapan pun dan di mana. Tetap saja. Aisha akan kembali ke takdir yang sama. Kenyataan yang harus memupus cinta pertamanya yang telah tertancap dalam, sangat-sangat dalam. Hingga ia tenggelam ke dasar palung kesedihan.

Aisha tahu. Ia tidak boleh terus menangisi ini. Namun tetap saja sekeras apa pun ia menyuruh sakitnya pergi, air matanya malah makin jatuh, luruh, membuat ☁Sky B-nya kembali runtuh.

Gadis itu kini sedang meringkuk di balik selimut dalam kamarnya yang berantakan. Ia memutuskan tidak masuk kerja hari ini karena badannya mendadak demam.

Fauzi yang heran datang ke kamar Aisha untuk mengecek kesehatan putrinya. Aisha hanya menjawab kalau ia kelelahan.

Ya. Lelah dengan pahit kenyataan yang harus ia telan.

Aisha tahu, ini akan berlalu. Namun ia butuh waktu. Jadi, kali ini, hari ini saja, biarkan ia memeluk rasa sakitnya agar segera sembuh dan ia bisa kembali seperti biasa, meski tentu saja tidak sama.

"Kita ke dokter, Sayang?" Fauzi yang duduk di tepi ranjang Aisha memegang dahi putrinya.

"Nggak mau, Pa. Ais--"

"Apa? Udah nggak mau lagi ke dokter Sora? Maunya Dokter Tara aja?" Andai tak sedang dalam suasana hati sekarang, tentu kalimat Fauzi akan mengundang tawa gadis itu.

Namun nyatanya, kali ini kalimat itu malah membuat tangisnya mendesak keluar lagi.

Untung saja ia sedang berbaring membelakangi Fauzi. Jika tidak, akan jelas terlihat bulir bening itu terjun membasahi pipinya yang pucat.

"Hhmm?" Fauzi mengelus-elus pundak gadisnya.

Cepat-cepat Aisha menetralkan suara.

"Paan sih Papa. Aisha mau tidur aja. Tadi udah minum obat kok."

"Ya udah deh. Tapi kalau nanti nggak ada perkembangan, kita periksa, ya. Nggak ada kompromi lagi."

"Iyaa ...."

SECRET ADMIRER (PUAN TANPA RAHIM) Where stories live. Discover now