Chapter 6 [Uluran tangan]

122 71 77
                                    

Happy reading✨

******

Di depan kamar Nara, pukul 07.00 a.m.

"Nara.. Nara.." panggil sang nenek, mengetuk pelan pintu kamar Nara.

"Nara, bangun nak. Ayo kita sarapan. Nanti kamu bisa telat kuliah sayang,"

"......"

Hening, tak ada sautan dari dalam.

Perasaan sang nenek mulai cemas. Ia meraih gagang pintu kamar Nara, menariknya ke bawah, lalu mendorongnya.

Cklek,

Pintu kamar Nara terbuka. Ternyata Nara sudah tak menguncinya, lagi.

"Nara?" panggil sang nenek seraya mendorong pintu kamar Nara agar terbuka lebih lebar.

Nenek Nara berfikir, mungkin sekarang cucunya masih tertidur pulas di atas kasur.

Tetapi pikirannya salah. Kasur Nara telah kosong. Selimut tebal dan beberapa kertas berserakan di lantai, menjadi pemandangan sang nenek saat ini.

Mendapati bahwa Nara tidak berada di dalam kamar, sang nenek pun beranjak keluar, lalu berlari menuruni anak tangga menuju garasi rumah. Ingin memastikan apakah motor Nara masih ada di sana.

Ketika pintu garasi terbuka, motor Nara terparkir cantik dihadapan sang nenek. Menandakan bahwa Nara mungkin pergi menggunakan angkutan umum.

Kemudian sang nenek mengambil sebuah benda pipih di sakunya, hendak mendial sebuah nomor.

Nomor yang anda tuju, sedang tidak dapat dihubungi. Silahkan tinggalkan pe- (Titt). Sang nenek mematikan sambungan.

"Ya Tuhan, semoga Nara baik-baik saja." Ucap sang nenek dengan raut wajah khawatir.

******

Di dalam ruang kelas, pukul 12.30 p.m.

"Jadi, ilmu manajemen dapat diartikan sebagai kemampuan dalam mengatur sesuatu, agar tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi."

Nara yang sedang duduk di pojok ruang kelas, hanya memandang lurus penjelasan pak Ibram didepan sana, dengan tatapan kosong.

Saat ini, mungkin raga Nara sedang terlihat di dalam kelas. Tetapi pikirannya sedari tadi, telah melalang buana entah kemana.

"Nara, bisa kamu jelaskan ulang apa yang saya katakan barusan?" tanya pak Ibram seraya menatap Nara.

Nara hanya diam. Ia tidak mengedipkan matanya barang sekalipun.

"Nara! Kamu dengar saya?" tegur pak Ibram sekali lagi.

Hening, tak ada jawaban.

Hal itu sontak membuat seluruh orang di dalam kelas berbalik, menatap ke arah Nara.

Nara yang tak sadar bahwa dirinya kini tengah menjadi pusat perhatian, tetap setia menatap lurus ke arah depan.

MANY MINDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang