03. Bang Gano dan Gigi Taringnya

1.7K 277 42
                                    

          Agak terkesiap begitu bangun dari tidur, Riki segera terduduk dan memeluk lututnya sendiri dengan tampang pucat pasi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Agak terkesiap begitu bangun dari tidur, Riki segera terduduk dan memeluk lututnya sendiri dengan tampang pucat pasi. Selaras dengan wajahnya yang sudah menyerupai vampir tampan yang kerap ditonton oleh abang tertuanya, keringat dingin turut bersembulan dari tepian kening hingga ke perpotongan lehernya. Sepasang bola mata yang benar-benar telah terbuka sempurna, mengedar ke segala sisi di dalam kamarnya dengan was-was. Terbit sebuah kengerian di sana. Dan bersamaan dengan napasnya yang sedikit memburu, ia merasakan kalau airmata sudah tumpah dan mengalir lambat melalui pipinya.

Riki menangis dengan suara kencang dan berlari keluar dari dalam kamar. Keadaan di dalam rumah yang gelap gulita membuat si bungsu makin histeris, sampai akhirnya, ia terduduk lemas di tengah-tengah lorong yang membagi kamarnya dengan kamar Sano, Sergin, dan Hesa.

Lampu lorong yang tahu-tahu menyala, membuat satu teriakan kembali terdengar. Wajah Riki makin dipenuhi teror saat Sergin justru mengernyit setelah menemukan adiknya tersebut di kegelapan. Belum sepenuhnya sadar, ditambah isi otaknya cukup lama memproses apa yang kini terjadi, lelaki tersebut masih mematung di tempatnya sembari mengucek mata.

"Riki?" panggilnya, lantas berjongkok di sebelah adiknya.

Mendengar namanya dipanggil, si bungsu mendongak cekatan dan mengerjap berulangkali untuk memastikan si pemanggil bukanlah sosok seram yang tadi mampir ke mimpinya. Begitu menemukan Sergin, anak lelaki itu kemudian melompat dan mengakibatkan keduanya jatuh terguling di atas lantai.

"Adek tidur sama Abang, ya? Adek takut tidur sendiri," ucapnya, disela-sela isakan yang makin mereda.

"Tumben, biasanya juga berani." Sergin meringis sambil memegangi pantatnya, membetulkan posisi untuk duduk dengan sedikit mendorong tubuh si adik—mengajaknya duduk bersama-sama. "Tadi juga ngapain tiba-tiba nangis? Masih jam tiga lho, Ki. Ngagetin aja dikira hantu."

"Bang Gano, Bang ...."

"Kenapa sama Bang Jafar?"

"Bang Gano ... jadi manusia serigala."

Sergin sebetulnya enggak ingin terbahak di tengah malam begini karena Mami pernah bilang kalau itu pamali, tapi menjumpai wajah Riki yang pucat lengkap dengan aksen bicaranya yang ketakutan saat menyampaikan berita yang agaknya sanggup menjadi headline kalau betulan terjadi, ia enggak tahan untuk menyemburkan tawa yang begitu keras sembari memukul-mukul lantai. Untung saja, penghuni kamar di lorong ini masing-masing memiliki tabiat tidur yang luar biasa kebo sehingga tak mungkin terbangun hanya dengan suara tawa dari Sergin—maupun jerit tangis Riki pada menit-menit lalu.

"Gimana ceritanya Bang Jafar jadi manusia serigala?" tanya Sergin pada si adik yang masih memegangi lengan baju tidurnya dengan begitu erat.

Riki cuma menatap ngeri, sebelum akhirnya menjelaskan, "Tadi waktu makan malam, Bang Gano liatin Adek mulu, matanya serem banget, Bang. Terus pas Adek mau tidur, dia berubah jadi serigala, lompat ke atas kasur sambil melolong. Serem pokoknya!"

BUNGSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang