10. Hari Menjemur

1K 185 22
                                    

          Minggu pagi itu, enggak ada yang terlihat aneh di kediaman Papi Vik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

          Minggu pagi itu, enggak ada yang terlihat aneh di kediaman Papi Vik. Ketujuh anak cowoknya masih sibuk bermimpi dalam gulungan selimut dan menorehkan bermacam-macam bentuk pulau di bantal tidur mereka. Suasana rumah juga terlampau sunyi, hanya ada suara dentingan peralatan masak dari dapur yang digunakan oleh Mbak Dera dan Mbak Rohma untuk menyiapkan sarapan. Nasi goreng terasi dengan irisan udang, tercium aromanya ke sepenjuru rumah. Tapi itu juga belum sanggup membangunkan tidur para pangeran.

Kedua pengurus rumah tangga tersebut, lantas bergegas kembali ke paviliun setelah menyelesaikan seluruh pekerjaan. Saat itu, rumah kembali sunyi tanpa adanya suara apa pun. Dan pada setengah jam kemudian, barulah terdengar ribut-ribut dari lorong kamar Nolasano yang membuat abang dan adiknya berkerumun di depan pintu untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi.

Anak cowok itu membuka pintu kamarnya sambil berjingkat-jingkat dan melesat cepat menuju kamar mandi. Tapi sebelum ia sempat diberi berbagai pertanyaan, Sano sudah lebih dulu menjelaskan secara singkat lantas akhirnya menutup kamar mandi dengan suara debuman pintu yang cukup keras, "RIKI NGOMPOL!!" katanya.

Sontak saja, seluruh saudaranya yang berdiri di sana, makin stagnan sambil memandang satu sama lain. Hal pertama yang menjadi pertanyaan; kenapa Riki bisa tidur di kamar Sano?

Awalnya, mereka ragu. Riki bukan Jovan yang penakut sehingga diusianya yang sudah hampir dua belas tahun, ia masih minta ditemani saat tidur. Riki biasanya memang minta tidur dengan abangnya saat terjadi sesuatu yang mendesak, misalnya mimpi tentang Jafar yang berubah jadi manusia serigala. Tapi seingat Hesa―yang tidur paling terakhir semalam―Riki enggak kedengaran menjerit-jerit lagi di sepanjang lorong karena mengira abangnya yang lain berubah lagi jadi manusia serigala.

Tapi mereka lekas menyadari kalau ucapan Sano memang benar setelah menemukan Riki berjalan perlahan-lahan keluar dari kamar dengan wajah memerah dan menunduk dalam. Piyama yang dikenakan anak itu setengah basah pada bagian celana ke bawah. Orang pertama yang kemudian merespons adalah Jafar, ia menepuk keningnya agak keras dan membawa Riki menyingkir dari ambang pintu. Ia kemudian berjalan masuk dan memeriksa ke dalam.

Hesa hanya memulas senyum―sebenarnya tengah menahan diri untuk enggak tertawa, sih―saat mengusak rambut Riki sejenak. Bertanya kalem, "Kamu ngapain tidur di kamar Sano? Pas banget pula lagi ngompol di situ."

Bukannya terdengar suara Riki, Jafar yang sudah berjalan keluar lagi sambil geleng-geleng, menimpali setelah menghela panjang, "Kacau! Pulaunya lebar banget, Bang. Kayaknya tadi Sano kena ompolnya Riki juga makanya langsung ngibrit ke kamar mandi." Jafar kelihatan sama menahan dirinya agar enggak tergelak setelah berkata seperti itu.

Muka Riki makin memerah padam, bibirnya mengerucut setengah menahan malu dan sebal. Ia melirik Jovan dari ekor mata dan anak itu tengah menutup mulutnya. Kalau saja enggak ingat jika Riki bakal ngambek berat jika ditertawakan, ia sudah terpingkal-pingkal sejak tadi. Si bungsu kemudian melengos, tanpa membalas pertanyaan Hesa maupun membela diri dari ucapan Jafar, anak itu melesat cepat ke kamarnya. Menutup pintu kelewat cepat, lantas suara tawa mengisi lorong tersebut tak lama kemudian.

BUNGSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang