23. Tetap Tersenyum

1.2K 165 10
                                    

          Suara mesin kendaraan yang terdengar memasuki garasi rumah mereka, membuat ketujuh bersaudara yang kini tengah menyantap makan malam bersama secara spontan menoleh dan saling pandang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

          Suara mesin kendaraan yang terdengar memasuki garasi rumah mereka, membuat ketujuh bersaudara yang kini tengah menyantap makan malam bersama secara spontan menoleh dan saling pandang. Mereka tampak kebingungan, karena satu-satunya mobil di rumah itu―yang merupakan milik Hesa―sudah masuk ke garasi sejak sore tadi. Si pemilik pun tengah duduk dengan mereka, jadi tak ada alasan mengapa mesin mobil bisa menyala sekarang. Namun, mengingat bahwa mobil langsung dimasukkan ke garasi seperti itu, kemungkinan besar yang datang adalah Mesha dan Vik. Tapi ini bukan akhir bulan di mana mereka biasanya pulang, harusnya Mami dan Papi enggak berada di rumah pada pertengahan bulan begini.

Hesa yang yakin kalau itu memanglah Mami dan Papi, menatap nyalang pada adik-adiknya. Dadanya bergemuruh ketika ia berucap cepat, "Ada yang lapor Mami sama Papi, ya, tentang kondisi Sano sama Riki?!"

Disaat yang lain tengah memerhatikan satu dengan yang lainnya, Jendra tampak tertunduk menghindari tatapan Hesa yang kemudian tertuju lurus ke arahnya. "Maaf, Bang," ucap si cowok dengan suara lirih. "Kemarin Mami telepon, katanya punya firasat enggak enak, terus Abang tahu sendiri kalau aku enggak jago bohong. Jadi, ya ...."

Hesa sekonyong menepuk kening dan tertelungkup di atas meja makan. Setiap kali Mami punya firasat seperti itu, ia enggak akan pernah mau menelepon Hesa karena tahu jika putra sulungnya tersebut tak akan membagi apa pun. Namun, jika langsung mengoreknya dari Jendra, sudah dipastikan segala rahasia akan terbongkar, sebab benar, cowok itu sama sekali enggak bisa menyimpan rahasia pun tak pandai berbohong.

Sebenarnya, itu merupakan hal yang bagus. Tapi Hesa memiliki alasan sendiri untuk enggak membagi masalah ini dengan Mami dan Papi. Selain tak ingin membuat kedua orang tuanya cemas, cowok itu juga ingin bertanggung jawab penuh atas kelalaiannya menjaga adik-adiknya. Hesa akan tetap mengungkapkan tragedi kemarin pada Mesha dan Vik, tapi enggak sekarang. Nanti, setelah ia berhasil memperbaiki segalanya dan mengembalikan senyum semua orang seperti dulu meski enggak akan pernah sama lagi.

Keriut pintu yang terbanting membuka, membuat ketujuh bersaudara itu akhirnya bangkit dari meja makan. Secara bersamaan, mereka menuju depan untuk menyambut Mami dan Papi kendati piring makan mereka masih bersisa separuh. Nafsu makan ketujuhnya berangsur hilang setelah mengetahui kalau Mesha dan Vik pulang. Bukannya enggak merasa senang, tapi setelah melihat respons Hesa, mereka turut cemas dan berdebar-debar; mungkinkah Mami dan Papi akan marah besar terhadap si sulung setelah ini?

Mesha terlihat pucat, bergegas lari menuju Sano dan Riki yang memang berdiri bersisihan. Telapak tangannya dingin begitu perempuan tersebut menyentuh bahu kedua putranya dan mendekap mereka dengan cukup erat. Enggak ada kata yang mampu terucap, hanya lelehan air mata yang menunjukkan seluruh kecemasan ibu tujuh anak tersebut.

Vik menyusul di belakangnya, terlihat tak kalah pucat dari sang istri. Ia bahkan nyaris tersandung kakinya sendiri ketika mendekat ke arah Mesha yang memeluk Sano dan Riki. Telapak tangannya yang turut dingin menyentuh ujung kepala dua anak itu, mengusapnya sepintas, lantas berjongkok demi memeriksa bekas-bekas luka dari Sano dan juga Riki.

BUNGSUWhere stories live. Discover now