20. Perkemahan Akhir Tahun

842 144 18
                                    

          Bertopang dagu di beranda depan dengan ekpresi yang luar biasa masam, Hesa berhasil menarik perhatian Sergin untuk datang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

          Bertopang dagu di beranda depan dengan ekpresi yang luar biasa masam, Hesa berhasil menarik perhatian Sergin untuk datang. Ia duduk di sebelah si abang, menyipit sejenak demi memerhatikan lebih seksama. Belum ada tanya yang mengudara selama beberapa saat, agaknya meski tertarik penasaran dengan yang terjadi pada Hesa, Sergin pun bingung harus bertanya dari mana. Kalau soal cewek lagi, sih, ia mending enggak mau tahu saja. Nanti Hesa bakal kelihatan sedih lagi kalau disinggung soal cewek.

Akhirnya, Sergin hanya bersiul mengundang angin. Tapi hal itu cukup berhasil membuat Hesa menoleh ke arahnya. Cowok tertua itu kelihatan terkejut, namun lekas menghela lega ketika menemukan adiknya yang duduk di bangku sebelah dan bukan makhluk tak kasat mata.

Hesa mengedip turut bingung. "Ada apa, Gin? Kamu butuh sesuatu?" tanyanya.

Sergin sekonyong menoleh, ia menggeleng pelan kemudian menyahut, "Enggak sih, Bang. Cuma pengin ikut Abang ngelamun aja di sini."

"Konyol banget alasanmu, orang ngelamun kok diikutin," balas Hesa, terkekeh setelahnya.

Sergin mendengkus. "Abisnya enggak ada kerjaan, Bang. Hari ini juga enggak ada latihan, jadi makin suntuk deh di rumah," tukasnya.

Satu hela mengudara agak berat dari si abang, lantas ia kembali bertopang dagu sembari berkata memelas, "Sama, Gin, mana enggak ada gawean. Kuliah juga udah libur, jadi enggak tahu mau ngapain di rumah."

"Tumben, Bang, biasanya banyak job menjelang awal tahun gini."

"Ada sih kerjaan, cuman pas malam tahun baru doang. Sebelum itu sepi, setelahnya juga."

"Ya udah, Bang, disyukuri aja. Toh, bukan mata pencarian utama juga 'kan? Cuma sekadar hobi."

Hesa akhirnya memulas senyum tipis. "Benar juga kamu, Gin. Tumben pintar!" katanya dan memukul bahu si adik.

"Dari dulu kayaknya aku pintar deh, Bang." Sergin mendecak, tapi ikut tertawa saat Hesa bahkan terbahak-bahak. Sekonyong saja, cowok itu lantas berhnti tertawa. Ia memandang dengan mata yang berbinar sedih. "Yah ..., malam tahun baru kita enggak bisa pergi sama-sama, dong, Bang?"

"Emangnya mau kemana?"

"Kemarin aku, Jendra, sama Bang Jafar sempat ngobrol; akhir tahun ini mau kemana gitu, terus pada setuju camping di dekat-dekat sini aja. Cuman emang belum bilang ke Mami, Papi, sama Abang. Tapi ya, ini rencana aja sih. Kalau enggak diizinin Mami Papi, kita enggak berangkat."

"Bertiga doang? Atau kita bertujuh?"

"Hm ..., belum tahu sih, Bang. Tapi kalau Abang mau ikut, ya, kita bertujuh jadinya. Kasian entar si bontot-bontot kalau enggak ada yang jagain di rumah."

Hesa tampak diam, enggak segera membalas perkataan Sergin barusan. Cowok itu tengah mempertimbangkan rencana mana yang harus ia hadiri dan batalkan salah satunya. Tapi dari pilihan-pilihan itu, Hesa tak akan bisa menolak jika rencananya berhubungan dengan adik-adiknya. Maka dengan satu tarikan napas panjang, ia berujar dengan yakin, "Kalau gitu Abang batalin aja acara manggungnya di malam tahun baru nanti, kita pergi berkemah aja sama-sama. Kayaknya bakal lebih seru―dan pusing pastinya."

BUNGSUWhere stories live. Discover now