08. Riki Hilang!

1.7K 229 32
                                    

          Kalau enggak salah ingat, dulu Riki pernah ngambek berat sama keenam abangnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

          Kalau enggak salah ingat, dulu Riki pernah ngambek berat sama keenam abangnya. Masalahnya, sih, kalau kata The Abangs cuma sepele. Tapi kalau dari sudut pandang Riki, mereka semua ngejekin si Adek lantaran ketahuan lagi nangis di sudut rumah setelah pulang main. Enggak ada yang tahu alasan si bungsu nangis waktu itu, bahkan Mami pun sama sekali enggak dikasih tahu padahal udah desak dia mati-matian.

Tapi Hesa bisa menduga kalau penyebab Riki nangis karena dia baru mabar dan akhirnya kalah. Cengeng banget emang anaknya. Kalau lagi menang, songongnya pasti udah kelewat tujuh langit, tapi kalau udah kalah, ya, gitu cuma bisa nangis diam-diam. Dan dia paling anti kalau udah kepergok sama Jovan, pasti suara ketawanya langsung menguar ke sepenjuru rumah, mengumumkan sama siapa aja—bahkan kebawa sampai ke sekolah—lalu bikin Riki jengkel luar biasa.

Jadi, kalau ada yang mergokin dia nangis lagi, Riki lebih memilih untuk mengorek uang jajannya buat beliin siapa pun mereka makanan—nyogok istilahnya—dan bungkam mereka untuk enggak bilang ke yang lain karena enggak mau diketawain lagi. Tetapi, hal itu pun enggak selalu berhasil. Kadang, kalau harus berurusan sama abangnya yang paling susah dibujuk, anaknya cuma pura-pura ngambek dan terus mendesak sampai ia tutup mulut.

Riki hanya enggak mau kelihatan lemah di depan abang-abangnya dan yang lain. Ia ingin terus jadi anak yang kuat dengan mengandalkan kebadungannya atau sikapnya yang suka seenaknya. Privilege jadi anak bontot, katanya.

"Ya ampun, udah jam lima lebih ini. Riki belum kelihatan pulang, Jo?" Jendra bergumam panik, berderap ke pintu depan sembari bertanya pada adiknya yang tengah menyantap sebungkus keripik di beranda sambil sesekali celingukan. Anak itu baru saja kembali setelah mengitari komplek bersama Jafar untuk mencari Riki, tapi enggak ada tanda-tanda anak itu berada di mana pun. Ketika Jafar sudah enggak kuat buat menahan desakan perutnya yang mulas terpilin-pilin sejak sore dan sekonyong langsung ke kamar mandi untuk melepaskan bebannya, Jovan yang mendapat tugas mengawasi depan rumah kalau-kalau nanti Riki kelihatan pulang. Namun, setelah sepuluh menit berlalu, masih belum kelihatan juga batang hidung si bungsu.

"Belum ada, Bang. Tahu, deh, pergi kemana anaknya sampai mau malam begini. Tsk." Jovan mengerucutkan bibir, sebetulnya ia juga cemas, tapi enggak terlalu kelihatan karena sambil mengunyah camilan.

"Tadi kamu cari sampai mana sama Bang Jafar?" tanya Jendra lagi, abangnya yang satu ini sampai kelihatan kucam.

"Sampai portal depan, Mas Arul aja enggak lihat anaknya sama sekali dari sore."

"Enggak kelihatan pulang setelah sekolah juga?"

Jovan hanya menggeleng. Kali ini meletakkan bungkus keripiknya dan menghela napas berat. Bagaimana kalau Riki sampai diculik? Meski terkadang enggak tampak akur sama adiknya itu, tapi kalau ada sesuatu yang buruk terjadi sama Riki, Jovan juga pasti takut sekali. Enggak ada teman adu jotos lagi kalau Riki enggak ada. Enggak! Enggak boleh mikir begitu! Riki pasti baik-baik saja.

BUNGSUWhere stories live. Discover now