07.1. Tugas Berkebun

1.1K 202 16
                                    

          Kamis pagi itu merupakan minggu kedua di bulan April, yang mana hari ini merupakan tanggal merah atau libur nasional

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

          Kamis pagi itu merupakan minggu kedua di bulan April, yang mana hari ini merupakan tanggal merah atau libur nasional. Hari tenang, batin Hesa. Namun pagi-pagi sekali, dengan setengah terkejut, ia menerima telepon dari Mami. Perempuan tersebut meminta padanya untuk disambungkan ke semua adik-adiknya seperti setiap minggu saat Mami biasanya menelepon. Tapi ini belum akhir pekan, yang berarti kalau harusnya jadwal bertelepon bukanlah hari ini.

Si sulung yang semalam baru selesai manggung pada pukul satu dini hari dan baru sampai rumah pukul dua, sempat mengeluh dan merengek untuk menelepon nanti agak siang atau sore saja, tapi Mami malah ngotot ingin tetap berbicara pada semuanya. Membuat Hesa mau tak mau menurutinya dan keluar dari kamar dengan wajah kusut serta kelopak mata hanya sanggup terbuka sepertiga dari yang seharusnya.

Sergin yang melihat abangnya tersebut berjalan keluar seperti zombi, sejenak hanya memandanginya tanpa sanggup berkata apa-apa. Menyapanya seperti biasa pun enggak mampu dilakukan karena berpikir Hesa kerasukan setan, lantaran enggak biasanya si abang bangun di jam-jam segini. Ia menyenggol lengan Jendra yang duduk di sebelahnya pada meja makan, dan akhirnya dua cowok itu malah terdiam memperhatikan sembari menahan napas.

"Bang Hesa kenapa, sih?" bisik Sergin tanpa mengalihkan pandang dari abang tertuanya tersebut.

Jendra mengedikkan bahu sesaat, enggak ingin terlalu kentara, lalu kembali mencermati abangnya yang berjalan ke kebun belakang rumah. Dengan mata yang kembali menutup, Hesa mengedarkan ponselnya dan bergerak-gerak memutar. Ia tak berucap apa pun selagi melakukan hal tersebut dan membuat Sergin serta Jendra kini saling bertatapan; merasa makin bingung dengan kelakuan si abang.

"Bang Hesa lagi sleepwalking, ya?" Jendra yang kali ini bertanya.

Merasa semakin penasaran, keduanya berjalan pergi dari meja makan dan mengintip Hesa dari celah jendela. Begitu mendapati layar ponsel Hesa menampilkan seraut wajah yang dikenali melalui video call, Sergin dan Jendra pun mendesah lega. Abangnya itu enggak sedang kerasukan, mereka sudah bisa mengira kalau Hesa tengah menggerutu karena ditelepon Mami pagi-pagi sekali.

"Udah, ya, Mi?" gumam Hesa, wajahnya cemberut dan makin kusut. Ia berjalan gontai memasuki rumah saat Mami menyahut dari seberang, "Ya udah, sekarang kumpulin adik-adikmu di ruang tengah. Mami mau bicara."

Melirik dan kemudian mendapati Sergin juga Jendra di dekat jendela, Hesa lantas berujar selagi menguap lebar-lebar, "Jen, Gin, tolong kumpulin adik-adik, dong. Mami mau bicara katanya. Riki sama Jovan udah bangun?"

"Udah, kok, Bang. Tadi mereka pergi ke depan, kayaknya lagi mabar sama anak-anak komplek," jawab Jendra.

Hesa cuma manggut-manggut. Jendra dan Sergin enggak banyak bicara lagi dan bergegas menuruti ucapan Hesa sementara si sulung menjatuhkan tubuhnya di sofa dan berusaha kembali tidur. Mami yang masih berada di ujung sambungan, cuma bisa menggeleng pasrah melihat Hesa seolah enggak kuat berdiri bahkan sekadar membuka kedua matanya.

BUNGSUWhere stories live. Discover now