3. ANCAMAN MEMATIKAN

161 16 0
                                    

"Kalau aku harus ngotorin tangan aku dengan darah, supaya kamu jadi pacarku. Aku mau. Karna kamu itu jiwa aku. Tanpa kamu, raga aku kosong."

-Ferid Bathory

***

"Wah kayaknya seru nih, kalian ngomong in aku?" suara itu seolah membeku kan tubuh Crowley. Tamatlah dia kalau sampai Ferid tahu dia membicarakan pria itu didepan gebetannya.

"Kenapa kok diam adikku tersayang?" lagi-lagi, Ferid menekan kata 'adikku tersayang'.

Cih, ingin rasanya Crowley muak lalu malah berkata kasar. Sebutan itu sangat menjijikkan ditelinga. Biarpun ikatan darah ini begitu kental dalam tubuh, tapi tetap saja jijik.

"Eh, eng-enggak gitu. A-aku cuman ngobrol dikit aja, basa-basi." Crowley cengengesan dengan peluh dingin di sekujur tubuh.

Raut Ferid, mendadak serius. "Oke, tapi jangan coba-coba ganggu aku lagi. Kalo ga, kamu tau sendiri akibatnya kan. Crowley-kun?"

Deg

Secepat angin, Crowley langsung melengos pergi begitu saja. Didepan Eva dia beralasan ada urusan penting terkait perang. Moyang kesembilan sebenarnya tau, Crowley bohong. Tapi ia tidak peduli. Dia sendiri sudah pusing karna pemaksaan seorang Ferid Bathory.

Tapi apa yang didengar tadi?

Adik? Pikir Eva bingung.

***

Setelah tiga puluh menit lamanya Eva mengabaikan semua gombalan, celotehan, curhatan seorang vampire berpangkat tinggi di sampingnya ini.

Akhirnya ada juga topik menarik yang tadinya bersarang dipikirkan. Sebetulnya dia hanya penasaran sih ...

"Ferid?" Eva mencoba memanggil pria itu.

"Iya honey? Kenapa? Kalo mau bilang sesuatu, bilang aja." gerakan mata genit menyertai kata-kata Ferid. Mendadak Eva mau muntah.

"Tadi kamu bilang sama Crowley, kalau dia adalah adik kamu. Emang benar?" tanya Eva dengan raut penasaran.

Tumben.

Ferid mengangguk singkat tapi tetap fokus menyetir. "Iya sih, sebenarnya Crowley itu adik aku. Darah yang dulu aku kasih sama dia, itu darah Saitou."

Darah Saitou? Jadi selama ini Ferid berbohong pada moyang kedua Urd? Dulu katanya Crowley itu minum darahnya Ferid untuk jadi vampir.

Makanya dia moyang ketiga belas. Tapi kalo dia minum darah moyang kedua Saitou juga, harusnya dia sudah jadi moyang ke-sepuluh.

Eva memang terkejut, tapi dia berusaha menutupinya, "Oh gitu, pantes aja."
Namun, ada setitik raut tidak suka dari Ferid. Dia tidak suka Eva membicarakan pria lain didepanya. Memang dia kelewat posesif.

"Iya, tapi bisa tidak? Kalo lagi jalan sama aku, jangan sekali-kali bicarain pria lain, mengganggu sekali."

Sejak kapan Ferid sok-sok an mengatur seperti ia segalanya? Jangankan pacaran, bertatap muka saja baru dua hari.

Namun, kenapa dia sok posesif? Tidak bisa dibiarkan. "Loh kok jadi gini? Kenapa kamu yang tiba-tiba sok ngatur-ngatur?" Eva berdecih. "Emang kamu siapa? Punya hak apa, hah?"

Rem diinjak dengan mendadak, Ferid tiba-tiba menatap tajam Eva. Gadis itu sadar, tapi dia hanya akan melihat lebih jauh lagi. Nantangin nih!

"Kamu nannya aku siapa kamu? Bukannya udah jelas ha, kamu itu milik aku. Kamu itu kekasih ku, kalo perlu kita nikah sekarang juga! Masih kurang jelas lagi?" ungkap Ferid sembari mendengus kesal. "Dan untuk yang tadi, aku cemburu ngapain kamu bicarain dia depan mukaku?!"

"Eh, jangan ngaku-ngaku! Kekasih? Nikah? Apa-apaan? Kenal saja baru dua hari!"

Kalau ditanya masih adakah wanita waras yang menolak pesona Ferid, jawabannya tentu ada. Si Evangelina.

Ia frontal sekali menyatakan ketidaksukaan. Makhluk kayak semacam ini emang langka.

Satu banding sepuluh miliar!

"Gaada salah nya kalo baru kenal dua hari, dua menit, dua detik kah. Kalo cinta ya tetap cinta Evangelina!" Ferid kembali bercuit bagai pujangga dimabuk cinta. Kalau sudah kagum ditambah cinta dan bucin, jangankan dua hari, dua detik saja bisa lanjut. Iya, lanjut ke pelaminan.

"A-apa sih? Gak jelas tahu gak!" berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya. Eva sudah salah tingkah setengah mati dari tadi.

"P-pokoknya gaada acara pake ngaku-ngaku pacar segala. Titik!" Tunjuk itu berada beberapa senti dari muka Ferid.

'Oke, kamu nantangin aku rupanya. Aku beli kata-kata kamu.' sang lelaki membatin sembari menyeringai, kemudian mengeluarkan benda pipih dengan merk apel yang sudah digigit. Handphone canggih nya. Iph*ne lebih tepatnya.

"Kamu yakin sama itu hm?" Eva mengangguk singkat. "Oke, kita liat. Apa kamu masih bisa bilang kayak gitu kalo aku tunjukin ini buat kamu."

Mata Evangelina sampai membulat, gadis itu melongo saking tidak percaya tentang apa yang dia lihat. Di handphone itu, terpampang jelas fotonya yang tengah menolong seorang perempuan berpakaian ternak. Tidak hanya itu, didekatnya juga ada Mikaela. Seorang vampir baru yang selalu dingin pada vampir lain.

"G-gimana bisa, k-kamu dapat itu dari mana?! Jawab!" suara parau, keringat dingin membasahi pelipis. Takut, kalau sampai Ferid melaporkan ini semua pada atasan.

Saat Eva mau merampas handphone itu, Ferid kembali menahan tangannya dengan satu tangan yang bebas. Ia menyeringai. "Tidak semudah itu. Em, kalo aku lapor sama Urd apa dia bakal marah? Terus dia hukum kamu?"

Eva mengeram marah berusaha kekeh melepas tangannya yang di tahan Ferid. Namun, kekuatannya tidak pantas disandingkan dengan moyang ketujuh.

Mungkin masih bisa menang, jikalau melawan moyang ke tiga belas. Crowley.
Tapi Ferid? Tidak mungkin, terlalu jauh.

Seperti bumi dan matahari.

"Brengsek-" sumpah serapah lagi-lagi terpotong. Muka Ferid yang dari awal mengejek, tiba-tiba berubah menjadi lebih serius dari beberapa saat lalu.

"Sst ... Kamu ga pantes bilang semua kata kata kasar itu. Jangan diulangin lagi!" entah setan apa yang merasuki Eva.  Ia sedikit takut dibuatnya. Seperti ada sosok lain yang lebih gila dibanding Ferid Bathory yang biasa.

Eva menghela nafas, "Oke, aku gabakal bilang gitu lagi. Tapi, tentang foto itu ..."

Ferid tidak menanggapi, hanya menangkat satu alisnya penasaran.

"Ehm, jangan di laporin ya. Aku bakal ngelakuin apa aja, apapun. Tapi jangan aneh-aneh loh!" Biarpun dia mengatakan itu, tapi tetap saja kalau permintaannya aneh. Maka lebih baik dia dihukum sekalian.

Ferid terkekeh memyeramkan, "Oke, aku terima. Kalo soal permintaan ya ... Aku minta kamu kencan sama aku sama jadi pacar ku. Bisa kan?"

Tidak ada jalan lain lagi, lebih baik kencan dan pacaran dengan orang semenyebalkan Ferid dari pada dipanggang berhari-hari oleh Urd dibawah sinar matahari yang menyengat.

Eva putus asa, lalu mengangguk singkat dengan lesu. "Oke."

Dan setelahnya, senyum cerah langsung terbit diwajah Ferid. Kemenangan mutlak berada ditangan.

Ia menghembuskan nafas pelan dan membatin dalam diam, 'Sebenarnya aku ga mau kayak gini. Tapi satu satunya cara buat memaksa dekat sama kamu. Aku tau, bahkan, kamu tadi sempat nekad hendak kabur.' Insting Ferid memang patut diacungi dua jempol. Ia sadar, saat pertengkaran itu. Eva sudah muak dengan Ferid dan berniat lari.

'Kalau aku harus ngotorin tangan aku dengan darah, supaya kamu jadi pacarku. Aku mau. Asalkan sama kamu, karna kamu itu jiwa aku. Tanpa kamu, raga aku kosong.' lirih batinnya.

***



Tertanda,

Author Evanaa88.

FERID'S LOVE (END)Where stories live. Discover now