19. KEHAMPAAN

54 10 0
                                    

Tiga hari kemudian ...

Paris adalah surga fashion menurut Evangelina. Orang-orang disini modis, perkembangan baju-baju mereka pesat.

Perlu diketahui, bangsawan vampir ini cukup menyenangi mendesign baju, ia bisa tambah kaya kalau di Paris.

Disamping masih harus melapor keberadaannya pada Tuan Urd lalu mengerjakan tugas militer lain.

Rencananya gadis ini akan memegang wilayah Paris, terutama kota Nancy. Tempatnya tinggal sekarang.

Keadaan disini sangat bagus, walau kekuasaan masih ditangan vampir, tapi kehidupannya cukup makmur. Tak ada perbudakan, manusia maupun vampir hidup berdampingan dengan toleransi. Sesekali mungkin mereka harus menyumbangkan darah, tapi tak setiap hari.

Yah ini lebih baik daripada di Jepang, penuh dengan konflik dan drama dulu. Batin Eva meringis.

Oh ya, sekarang Evangelina tengah berada di sebuah taman dekat sungai jernih nan indah. Banyak pasangan muda memadu kasih, duduk bersebelahan sambil bercanda ria dibangku taman.

Pasangan, ya?

Eva merasa sedikit aneh, ungkapan cinta Ferid, sikap posesif, senyum menyeringai, dan jangan lupa rambut putih nan harum milik pria itu. Terngiang-ngiang dalam benaknya.

Eva menyangkal semua, bersikeras melupakan Ferid dan semua masalah di Jepang.

Pulang ke rumah megahnya, tapi yang ada hanya kesunyian. Seolah Eva tak terbiasa, padahal dulu hidupnya seperti ini. Namun lagi-lagi berubah semenjak Ferid hadir dalam lingkup kehidupannya.

Air mata mengalir, siapa yang menyangka gadis itu secengeng ini?

“Honey, jangan nangis. Aku tidak pernah suka ekspresi itu.” Ada sosok suara mirip Ferid tepat di belakang Eva yang tengah duduk di sofa ruang tamu.

Tangisan gadis ini malah makin menjadi.

Apa dia tengah berhalusinasi sebab terlalu memikirkan Ferid Bathory? Tolong, ia ingin menghapus semua kenangan yang ada.

“Kamu kenapa aku sudah disini-” Suaranya terputus ketika Eva memutuskan membuka mulut.

“Diam! Apapun yang kamu katakan, aku ga akan pernah dengar! Jadi stop buat niruin suara Ferid Bathory. Lebih baik kamu pergi sekarang, karena apa?” Ia terengah-engah, penampilannya sudah agak kusut.

“KARNA AKU TAHU FERID GA MUNGKIN DATANG KESINI, DAN KAMU CUMAN HALUSINASI SIALAN YANG MENGGANGGU. CUMAN BENTUK RASA KANGEN AKU SAMA DIA.”

“Ah aku gatau kalau kamu ternyata kangen, tapi aku juga sih.” Suara khas nya lagi. “Berbaliklah, dan lihat kesini.”

Deg.

Tepat didepan pintu, seorang vampir yang tengah Eva rindukan menentangkan tangan. Tersenyum hangat bak mentari.

Yah, mentari yang Evangelina cintai selama ini. Sosok menyebalkan sekaligus sering terbayang dalam sanubari.

Ferid Bathory, dia nyata ada di Paris. Kehebatan pasukan dan koneksi nya memang patut diacungi jempol. Tiga hari sudah cukup bagi cowok keren ini untuk mendapatkan alamat lengkap Evangelina.

Mereka berdua berpelukan dengan haru. “Kamu mungkin udah baca suratku. Aku minta maaf karena pernah memutuskan buat lari dari masalah. Tapi satu hal yang kamu perlu tahu.” Eva melonggarkan pelukan. Ada yang ingin disampaikan.

“Aku mengakui kalau aku cinta sama kamu.”

Usapan lembut datang menyapa kepala gadis ini. Ferid menatapnya teduh. “Aku tahu, bahkan sudah yakin dari awal. Kalau soal kamu yang tiba-tiba ngilang, itu udah aku maafin jauh-jauh hari. Jadi, jangan pernah ninggalin aku lagi.”

“Oke, aku janji ga bakal ngulang. Em, soal Akame ... Aku ada dengar kabar dari moyang kedua beberapa jam lalu. Dia-” Tak perlu Eva tanyakan lagi, Ferid sudah mengangguk paham lalu menyela.

“Iya dia terlibat. Kamu tidak perlu khawatir. Dia bukan siapa-siapa.” Ucap Ferid menenangkan.

“Oke, tapi bagaimana dengan Mikaela? Dia kan teman Akame.”

Sekilas Ferid menyeringai. “Mungkin saat ini Mika sedang galau, orang yang dia percaya ternyata adalah pendusta.” Eva hanya mengangguk-angguk.

Ferid berkedip sekali, hingga mengalihkan topik. Tidak mau terlalu lama membahas orang lain apalagi laki-laki didepan orang spesial nya. “Oh iya, besok kita menikah, harus. Aku tidak mau ada bantahan, ingat itu.”

Eva ternganga atas perkataan pasangannya.

“I-iya baik. Aku tebak, kamu pasti udah siapin semua kan?” Anggukan pelan yang sudah cewek ini duga akhirnya muncul.

Ck, sama saja. Ferid memang pemaksa.
“Jadi lamarannya kamu terima kan, Honey?”

Sontak Eva sadar hal yang ia ucapkan tadi. Pipinya memerah. “Eh? Em, i-iya kayaknya ...” Dia seratus persen bingung mau berkata apa.

Ferid-cowoknya kembali mendekap tubuh mungil itu. “Haha, bagus. Tidak sia-sia aku menyusul sampai ke Paris kan.”

***

Tertanda,

Author Evanaa88.

FERID'S LOVE (END)Where stories live. Discover now