30 | biasa

715 243 5
                                    

"Jadi gimana, Nis?" tanya Ham Wonjin pada Kim Jinsil, atau yang biasa dipanggil Denise oleh teman-temannya, termasuk Wonjin.

Wonjin meminta tolong pada Denise yang katanya bisa melihat apa yang tidak bisa ia lihat, untuk memeriksa rumah barunya.

Mumpung kedua orang tua Wonjin sedang bekerja dan hanya ada asisten rumah tangga di rumahnya, Wonjin mengajak Denise ke rumahnya hari ini.

"Nggak ada yang aneh, cuma penunggu biasa," kata Denise enteng begitu Wonjin mengajaknya masuk ke dalam ruang tengah.

"Penunggu biasa gimana?" tanya Wonjin mengharapkan jawaban yang jelas.

Ah, dan Denise sudah memeriksa hampir seluruh ruangan di rumah baru Wonjin tersebut. Kecuali kamar orang tuanya.

"Ya biasa," kata Denise lagi. "Penunggu pintu di depan rumah yang bentukannya cuma kayak asap yang abstrak dan nggak punya bentuk tetap. Terus penunggu kamar mandi yang udah pasti ada di rumah manapun. Nah lo harus lebih hati-hati sama yang di kamar mandi. Kalau mandi jangan kelamaan. Mau nyanyi juga dipending aja dulu, nyanyinya pindah ke kamar. Nanti lo mandi bukannya bersih, malah kotor, lagi."
 
 

Kotor yang dimaksud di sini adalah kotor tak terlihat. Dan karena bukan kali pertama Wonjin mendengar hal seperti itu dari Denise, Wonjin tahu apa maksud kotor yang dimaksud Denise.

Katanya, makhluk astral penunggu kamar mandi itu sering membuang kotoran di atas kepala manusia yang tengah mandi. Entah benar atau tidak, tapi Denise pernah menyarankan teman-temannya untuk mandi menggunakan penutup kepala, kecuali kalau mau keramas.
 
 

"Itu aja?" tanya Wonjin mencoba mencari kepastian.

"Iya- EH! Enggak deng, ada satu lagi. Tapi gue nggak yakin sih, soalnya nggak kelihatan. Tapi ada tanda-tanda kehadirannya."

"Hah? Dimana?"

"Di atas. Di lantai dua," ucap Denise membuat Wonjin menelan salivanya.

Di lantai dua ada tiga kamar, namun hanya satu yang terisi. Dan itu adalah kamar yang ditempati Wonjin. Sisanya  kosong dan digunakan sebagai kamar untuk tamu yang sewaktu-waktu datang dan menginap.

"D-dimananya?"

"Di depan balkon kamar lo."

"Anjrit! Serius, Nis?"

Denise menganggukan kepalanya.

"Cuma ya... kayak yang gue bilang tadi. Gue nggak terlalu yakin kalau dia itu penunggu rumah ini, soalnya nggak sampe masuk dan cuma di luar. Tapi energi dia lumayan gede sih. Pas gue coba ke balkon lo tadi, behh langsung kayak ketampar angin muka gue, Jin. Padahal lo tahu sendiri nggak ada angin yang berembus tadi pas kita di atas."

"T-terus? Gimana? Dia bakal ganggu gua nggak? Bahaya nggak dia buat gua?" tanya Wonjin lagi.

"Kata lo tiap tengah malem lo suka kebangun tiba-tiba kan?"

Wonjin menganggukan kepalanya.

"I-itu karena dia ganggu gua?"

"Gue belum tahu pasti, cuma menurut gue lo kebangun karena lo sadar atau ngeh sama keberadaan dia. Ya maklum sih, energi dia besar. Entah dia sengaja atau enggak ya penyebab lo kebangun tengah malem nggak jelas itu bisa jadi karena itu."

"Anjinglah! Mana itu kamar yang paling enak buat ditempatin!" rutuk Wonjin yang malah menggerutu sendiri. "Masa iya gua pindah kamar?"

"Nggak perlu, nanti juga lo terbiasa. Anggep aja nggak ada. Kayaknya dia nggak bisa masuk juga kok."

Sedikit kelegaan Wonjin rasakan setelah mendengar ucapan Denise barusan, namun kini dirinya malah jadi keheranan.

"Kok bisa dia nggak masuk? Bukannya mereka tuh bisa tembus tembok?"

"Mana adeee, angin aja kalau mau masuk ke dalem rumah harus lewat pintu, ventilasi atau jendela. Apalagi mereka? Tetep lewat pintu lah! Cuma masalahnya nggak bisa sesimpel orang yang masuk begitu aja. Ibarat tamu, dia harus dapet izin sama yang punya rumah!"

"Hah? Izin ke keluarga gua maksudnya?"

Denise menggelengkan kepalanya.

"Ke penunggu lain di rumah lo. Kalau diizinin ya bisa masuk, kalau enggak ya cuma bisa diem di luar."

"Berarti penunggu di depan pintu sama di kamar mandi nggak ngizinin?"

"Mereka nggak seberkuasa itu sih."

"Terus?" tanya Wonjin lagi.

Rasa penasarannya masih belum terjawab penuh.

Denise tak menjawab dan malah melirik ke arah pintu kamar orang tua Wonjin yang mereka tidak datangi dan periksa.

Seakan paham maksud Denise, Wonjin turut mengikuti kemana arah pandangan Denise bermuara.

Beberapa detik kemudian Denise menoleh kembali ke arah Wonjin.

"Sama halnya kayak di dunia manusia, biasanya yang punya power lebih bakal yang lebih berkuasa. Termasuk..."

Tak melanjutkan perkataannya, Denise memilih berhenti dan membiarkan Wonjin dengan pemahaman yang telah ia berikan.

Wonjin ingin sekali Denise turut memeriksa kamar kedua orang tuanya tersebut. Tapi kamar itu selalu dikunci dan hanya diberikan izin dibuka ketika salah satu atau kedua orang tua Wonjin berada di rumah.

"Berdoa aja udah. Kalau mereka ganggu, lo bentak aja. Biasanya mereka bakal berhenti kalau lo nya tegas," ucap Denise sembari menepuk bahu Wonjin dengan keras.

unease; k-idols ✅Where stories live. Discover now