132 | depan sekolah

435 174 0
                                    

"Kita tunggu di sini aja!" ucap Wonyoung pada Rei dan Liz.

Keduanya menurut. Lalu mereka berhenti berjalan dan mengambil tempat di salah satu pos ronda yang terletak di depan area sekolah, untuk menunggu jemputan.

Ketiganya baru saja mengikuti lomba tingkat Sekolah Menengah Atas, dimana selesai mengikuti lomba mereka harus terlebih dahulu kembali ke sekolah sebelum akhirnya pulang dengan dijemput oleh orang tua masing-masing.

"Serem juga ya sekolah kalau mau maghrib begini," ucap Rei yang duduk di tengah di antara Wonyoung dan Liz.

"Jangan ngomong begitu sekarang," ucap Wonyoung melarang. "Nanti aja," sambungnya lagi.

Rei menurut.

Wonyoung dan Liz adalah teman satu eskul Rei yang kebetulan mempunyai kelebihan yang tak banyak dimiliki oleh orang lain.

Wonyoung sedikit peka dengan keadaan sekitarnya, sementara Liz bisa melihat yang seharusnya tak bisa dilihat.

Setelah memutuskan untuk berganti topik, ketiganya melanjutkan obrolan sore mereka mengenai perlombaan KIR tadi. Sesekali Liz menggeser tubuhnya ke arah Rei membuat Rei sedikit tersentak dan bingung karena tingkah Liz yang seperti itu.

Hingga sepuluh menit berlalu. Mobil yang menjemput Wonyoung tiba. Wonyoung berpamitan pada Liz dan Rei untuk pulang lebih dulu.

"Hati-hati kalian," ucap Wonyoung pada kedua temannya. Lalu ia menoleh ke arah Liz yang duduk di samping Rei. "Ada hawa nggak enak di belakang lo," sambung Wonyoung yang kemudian naik ke dalam mobilnya.

Tak mau lama-lama di tempat tersebut, Liz langsung bangkit dari duduknya dan menarik tangan Rei. Rei yang kebingungan hanya bisa pasrah ketika tangannya terus ditarik seperti itu.

"Liz pelan-pelan!"

"Nggak bisa. Kita harus cepet ke jalan besar!"

"Hah? Kenapa, sih? Emang ada apaan?"

Tak menjawab, Liz justru mempercepat langkah larinya sembari memperkuat pegangannya pada pergelangan tangan Rei. Berusaha agar pegangannya pada Rei tak terlepas.

Wajah panik yang Liz tunjukkan semakin membuat Rei kebingungan. Ia yang tak mengerti apa-apa memilih menurut dan diam seperti yang Liz perintahkan.

Hingga setelah lima menit berlari keduanya memutuskan berhenti di dekat minimarket yang cukup ramai.

Dengan napas terengah-engah, Liz menepuk-nepuk punggung Rei yang tengah membungkuk.

"Tadi ada yang ngejar kita, Rei!" ucap Liz kemudian.

"Ngejar? Siapa?"

"Penunggu area sekolah. Tapi dia nggak berani ngejar sampai sini."

"H-hah?"

"Serem banget, dia hampir megang leher gue tadi. Makanya gue langsung narik lo buat lari!"

Rei mengamati wajah Liz yang menjadi pucat pasi. Dalam keadaan seperti itu, tak mungkin Liz mengatakan omong kosong.

Wajah pucat pasi dengan peluh mengalir di sisi pelipis kiri Liz sudah cukup meyakinkan Rei bahwa apa yang dikatakan oleh Liz adalah benar adanya.

"Kalau maghrib-maghrib emang gini. Karena sekolah mulai sepi. Mereka pada berani keluar begitu, terus gangguin orang-orang. Mending kalau cuma nakutin doang. Kalau mau nyekek gue kayak tadi??? Nggak kebayang deh."

"K-kok serem, Liz?"

"Banget."

Rei menelan salivanya. Bulu kuduknya mulai meremang karena merasa ketakutan.

"Nanti pokoknya siapa yang jemputannya nyampe duluan harus saling nungguin ya. Serem kalau nunggu sendirian."

unease; k-idols ✅Where stories live. Discover now