BAB 8 - Antipati Festival

381 125 1
                                    


Faenish terbangun saat matahari menyilaukan mata. Aroma Ezer masih melingkupi dirinya. Namun, ia tak lagi duduk di samping tempat tidur, ia justru sedang berbaring di tempat tidur Ezer.

Semalam, Faenish cukup yakin kalau ia tidak bertindak agresif. Ia hanya duduk menatap. Memegang tangan pemuda itu saja ia tidak berani. Namun, daripada masalah bagaimana Faenish bisa berada di ranjang Ezer, yang lebih mengkhawatirkan adalah fakta bahwa pemuda itu tidak terlihat di manapun.

Takut Ezer akan menghilang seperti halnya Rael, Faenish segera berlari menuju pintu dan di sanalah ia menabrak Ezer. Pemuda itu berdiri tegak dengan wajah segar sehabis mandi. Tetesan air dari rambut Ezer bahkan jatuh ke pipi Faenish saat ia mendongkak.

"Kau mandi?" Faenish terbata. "Maksudku, kau sakit dan ..."

"Aku baik-baik saja. Keluarlah dari kamarku sebelum ada yang salah sangka."

Ezer memang tampak sehat dan segar. Pemuda itu pun kembali bersikap pongah seperti biasanya. Namun, beberapa jam tidur tentu tidak akan serta-merta membuat seseorang yang sekarat bisa kembali bugar.

"Apa yang kau tunggu?" tanya Ezer.

"Maaf. Aku... aku akan pergi." Faenish buru-buru berjalan dengan kikuk. Selang beberapa langkah, Faenish berhenti dan hampir berbalik untuk mengatakan sesuatu. Sayangnya, Ezer sudah telanjur menutup pintu.

Pikiran Faenish jelas semakin tidak tenang. Ia bahkan tidak bisa menahan sebuah pertanyaan meluncur dari bibirnya saat mengantar makan pagi untuk Rael. "Apa kau memberikan ramuan Bom Sel dan Tahi Kucing kepada Ezer?"

Rael menggeleng getir. "Sesama Tangan Bayangan tidak bisa saling melukai, kecuali punya hubungan ayah dan anak. Hanya anggota keluarga Woranz yang bisa memaksa Ezer terjebak dengan ramuan seperti itu."

Faenish langsung teringat pada Zoenoel yang memberikan Ezer ramuan. Memang yang dilihatnya malam itu bukanlah ramuan bom sel ataupun ramuan tahi kucing, tetapi tidak menutup kemungkinan Zoenoel memberikan ramuan itu di lain waktu.

"Mungkinkah Zoenoel mengambil risiko menyakiti Ezer?" gumam Faenish tanpa sadar. Dari ingatan Ezer, jelas sekali hubungan keduanya cukup dekat, bahkan seperti saudara kandung.

"Mungkin saja," jawab Rael mantap. "Sejak Zoenoel mengetahui fakta tentang Tangan Bayangan, hubungannya dengan Ezer memburuk. Aku tidak pernah melihat Zoenoel bersikap ramah sejak saat itu. Jadi, apabila Ezer minta dibunuh, pasti Zoenoel akan melakukannya."

"Apa maksudnya minta dibunuh?"

"Ezer tidak suka terikat. Keinginan terbesarnya sejak dahulu adalah terbebas dari ikatan Tangan Bayangan. Dia tidak pernah peduli meskipun harus terbebas dengan cara kehilangan nyawa. Ezer selalu mengambil pekerjaan paling berbahaya dengan harapan bisa terbunuh. Namun, insting bertahan hidupnya selalu dipicu ikatan segel. Jadi, Ezer tidak pernah mendapatkan keinginannya itu." Rael berhenti sejenak. Ia menimbang informasi yang akan dibaginya, lalu memutuskan untuk lanjut berujar, "Tujuan Ezer mendekati Magda juga untuk cari mati. Sialnya, bukannya Ezer yang terbunuh, malah nenek itu yang menjemput ajal lebih dahulu."

Faenish tertegun. Ia jadi teringat bagaimana Ezer berusaha keras membebaskan diri dari ikatan segel Mawakes Jiwa. Meski begitu, Ezer tidak pernah menunjukan gelagat ingin kembali ke tempat tuannya. Ezer juga lebih sering menghabiskan waktu untuk bertualang sendiri. Pemuda itu jelas tidak suka terikat dengan siapapun. Bahkan dalam ikatan keluarga, ia agak kesulitan mengakui Nyonya Ivone sebagai ibu kandungnya.

Hal ini juga menjelaskan kenapa Ezer tidak pernah mengungkit tentang perasaannya. Hubungan asmara pada hakikatnya adalah sebuah ikatan juga.

Meski sadar kalau Ezer tidak akan membawa hubungan mereka ke tingkat yang lebih jauh, bukan berarti Faenish bisa berhenti peduli. Ia justru semakin cemas. Orang yang berniat mati jelas sanggup melakukan tindakan-tindakan ekstrem.

TRUSTED (draft 1)Where stories live. Discover now