BAB 9 - Pakarnya Menyiksa Orang

404 127 11
                                    


Faenish hanya pulang sebentar untuk memberi kabar kepada orang rumah serta mengantarkan makanan kepada Glassina dan Rael. Namun, begitu kembali ke kamar Ryn, gadis itu sudah tidak ada. Kamar Ryn juga tampak cukup berantakan dengan isi lemari yang berserakan di lantai.

Tanpa menunda, Faenish segera mencari Sarasalom untuk menanyakan petunjuk. Ibunya dan tante Jena biasanya saling bertukar kabar kalau ada hal krusial yang berhubungan dengan keluarga mereka.

Saat memeriksa kebun belakang, Faenish akhirnya melihat kedua orangtuanya yang sedang berbincang. Sekilas Faenish mendengar beberapa kata seperti: pergi memancing, mencari umpan, lubang sampah organik, kompos dan beberapa istilah lain tentang perkebunan. Namun, Faenish terlalu banyak pikiran untuk menyimak pembicaraan itu.

"Ma, Apa Tante Jena memberi kabar?" tanya Faenish. "Aku tidak menemukan siapapun di rumah Ryn."

Sarasalom menggeleng.

"Kalau tidak salah dengar, ada pekerja yang melihat tantemu membeli tiket di pelabuhan," ujar Navel. "Mungkin mereka hanya sedang berlibur."

Faenish tidak begitu sependapat dengan dugaan Navel, tetapi ia tetap saja mengangguk agar kedua orang tuanya tidak khawatir. Dugaan terbesar Faenish adalah Ryn sekeluarga pergi keluar pulau karena menganggap keberadaan Kaum Berbakat sebagai suatu hal yang sesat. Oleh karena itu, Faenish segera pamit dan berteleportasi ke area pelabuhan.

Salah satu keuntungan diumumkannya keberadaan Kaum Berbakat adalah Faenish bisa mencapai berbagai lokasi dalam hitungan detik. Sebenarnya, ia tidak begitu nyaman saat dipandang dengan berlebihan saat menggunakan bakat. Namun, karena ini situasi darurat, ia berusaha mengabaikan tatapan orang di sekitarnya.

Suasana pelabuhan di senin pagi cukup ramai. Hampir satu jam Faenish mencari, tetapi ia tak kunjung melihat Ryn maupun keluarganya di antara kerumunan orang. Ia justru menemukan sesuatu yang cukup janggal. Jika hanya dilihat sekilas, seorang pria bertampang preman di buritan kapal memang tampak normal. Namun, jika diperhatikan dengan teliti, baju dan rambut pria itu tidak terpengaruhi oleh angin laut di sekitarnya. Penampakannya mirip hasil Ramuan Bayangan Pengikut. Hanya saja, pria itu tidak terlihat transparan.

"Apa kau sudah lihat kondisi suaminya Felni? Kasihan sekali pria itu. Dia nyaris tak terlihat seperti manusia lagi."

Perhatian Faenish teralihkan oleh percakapan dua ibu di dekatnya. Ini sudah kali ketiga ia mendengar cerita tentang korban alergi terhadap bakat.

Dengan kemunculan Kaum Berbakat, tampilan desa memang masih tampak sama. Namun, penggunaan ramuan dan segel dengan cepat mewarnai desa. Berbagai cermin pengawas ditambahkan, Tirai satu arah bertebaran, sensor pendeteksi bakat diletakkan di setiap tempat umum, bahkan setiap orang yang hendak meninggalkan desa harus diberi segel pengunci ingatan. Sialnya, banyak Kaum Nonberbakat yang alergi dengan penambahan tersebut.

"Ya. Aku dengar mereka memindahkannya ke bangsal khusus. Katanya pasien yang masuk ke sana kemungkinan selamatnya terlalu kecil. Aku pernah..."

Faenish sekilas melihat sosok Rexel yang sedang bersama seorang petugas tiket. Buru-buru ia menghampiri adiknya itu. "Kenapa kau ada di sini?"

"Kau sendiri sedang apa?" balas Rexel. "Tak kusangka kau bisa bolos sekolah juga."

Faenish tertegun. Ia memang sudah tidak memikirkan hal lain kecuali menemukan Ryn. "Apa kau melihat Ryn?"

"Dia mungkin sedang belajar dengan damai di sekolah. Aku tidak melihatnya di sekitar sini. Sebelum kau menuduhku," Rexel menunjukan setumpuk kertas yang memuat data penjualan tiket. "Aku sedang mengerjakan tugas sekolah."

TRUSTED (draft 1)Where stories live. Discover now