SERATUS SATU

35 4 0
                                    

Aku mengamati wajah lelaki itu dengan otak yang tiba-tiba sulit untuk digunakan berpikir. Bagaimana bisa lelaki ini ada disini? Lelaki ramah yang dengan suka rela melepaskanku dari tanggung jawab yang seharusnya ku pikul.

"Bagaimana anda bisa bertemu putri saya Pak?" Papa bertanya dengan raut penasaran.

Lelaki yang semula hanya menjadi penonton saja, kini berjalan mendekati ranjang yang ku gunakan untuk mengistirahatkan tubuhku dan juga Papa Mama saat menunggu kakak.

"Sedikit tragedi saja Pak. Mobil Kay menyeruduk mobil saya ketika berhenti di lampu merah." Lelaki paruh baya yang usianya diatas Papa itu bercerita dengan sedikit tertawa.

"Astaga! Maafkan putri saya Pak." Ucap Papa dengan segera.

"Tidak masalah Pak. Sudah lama berlalu."

"Wah benarkah? Kapan itu terjadi Pak?"

"Mungkin beberapa minggu lalu, benarkan Mikha?"

Mataku mengerjap saat ku dengar namaku disebut. Hah, apa yang ditanyakan tadi?

"Kay, kenapa tidak menceritakan itu pada Papa dan Mama?" tanya Mama dengan cemas.

"Kay lupa Ma."

"Waktu itu mungkin Mikha sedang terburu-buru. Untungnya semua baik-baik saja. Mikha juga langsung ditolong oleh kekasihnya." Ucapan lelaki itu sontak membuat seluruh mata di ruangan itu membelalak.

Termasuk mataku. Yang dengan refleks langsung melirik ke arah kiriku. Ah sial, tubuh itu langsung menegang. Tangannya terkepal. Apa ia kembali mengingat pertemuan pertama kami di kampus yang penuh tragedi itu?

"Ayah!" Suara tegas itu terdengar penuh peringatan.

Eh tunggu dulu, Ayah dia bilang? Apa lelaki ini Ayah Bang Arka? Oh astaga!

Tiba-tiba terdengar suara tawa yang tertahan.

"Maafkan saya Pak, Bu. Saya suka menggoda anak saya ini. Lihatlah wajahnya, sungguh lucu. Ini pertama kalinya saya melihatnya bertingkah konyol. Cemburu buta dengan mahasiswanya sendiri karena memperebutkan Mikha. Lagaknya seperti bocah remaja saja." Lelaki itu masih terkekeh sambil memegang bahu Papa.

Papa tersenyum dan menggelengkan kepala. Mama mengusap puncak kepalaku. Oh apa yang sudah aku lewatkan ketika aku pingsan tadi? Kenapa suasana menjadi seperti ini? Sejak kapan Papa dan Mama menjadi seintim ini bersama Bang Arka dan Ayahnya?

"Jadi Bapak--" Selaku dengan tanya yang menggantung. Masih tak percaya dengan yang terjadi di hadapanku.

Lelaki itu berbalik dan menghadapku kembali, ia tersenyum. Senyum hangat, sama seperti saat pertama kami bertemu. Tangannya terulur didepanku.

"Saya William, Ayah Bang Arka-mu ini." Jelas sekali nada menggoda dari lelaki ini. Sial, wajahku langsung terasa panas. Namun tak urung ku sambut uluran tangannya.

"Ayah!" Dan nada peringatan itu terdengar lagi. Aku tahu siapa pelakunya.

Suara tawa terdengar bersamaan. Sedikit miris ku dengar. Dibalik ruangan ini ada sosok yang tengah terbujur lemah tak berdaya. Sosok yang selalu menjadi idolaku sejak saat pertama aku bertemu dengannya.

"Bagaimana Mikha, selama orang tuamu mengurus Kakakmu, kamu akan menjadi tanggungjawab Ayah, setuju?" Aku membelalak saat menyadari panggilan untuk lelaki itu telah diubahnya.

Aku mengerjap, berusaha mengembalikan kesadaranku. Aku masih terdiam sambil menunggu kemampuan otakku bisa diandalkan.

"Ayah?" Hanya itu yang mampu ku ucapkan dan serupa bisikan pertanyaan.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang