SERATUS EMPAT PULUH TIGA

41 4 0
                                    

ARKA POV

Rumah tanggaku kini berjalan dengan sangat sempurna di mataku. Hari-hari kami lalui dengan penuh kebahagiaan. Mikha menjalankan peran dengan baik. Begitu juga denganku.

Sejak hari perceraianku dengan Adinda, aku menutup segala akses yang memungkinkan Adinda dan keluarganya menghubungiku atau menghubungi Mikha. Aku tak ingin kehidupan kami diganggu lagi olehnya atau oleh ibunya, meski ibu Adinda adalah ibu kandung istriku. Aku sudah mendiskusikan ini bersama Mama dan Papa. Untunglah kami sepemikiran. Aku, Mama dan Papa benar-benar tak ingin berhubungan lagi dengan keluarga mereka. Terlebih Ibunya Adinda.

Dan kini, aku memandang wajah lelah yang tengah tertidur nyenyak di depanku. Jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Senyumku berkembang menjadi sebuah kekehan pelan saat mengingat yang baru saja terjadi di antara kami.

Astaga, betapa menggemaskannya wajah Mikha saat sedang merengek padaku untuk menghentikan aktivitas menyenangkan yang kini menjadi hobi baruku. Sepertinya kini wajah merengeknya menjadi hiburan baru untukku. Ah betapa menggemaskannya dia tadi! Aku jadi ingin lagi.

Baru saja aku hendak meminta jatahku lagi namun deringan ponselku menghentikan rencanaku.

Sial, siapa yang berani mengganguku tengah malam begini?

Segera ku ambil ponselku dan menatap layarnya. Astaga, apa dia tak punya kerjaan hingga mengganggu aktivitas menyenangkanku?

Dengan malas ku geser tombol hijau di layar ponselku. Aku tak ingin Mikha-ku terganggu dengan deringan ponsel ini.

"Kenapa tengah malam menghubungi aku? Apa tak ada wanita yang bersedia menemanimu? Ah aku lupa, kamu kan sudah tak mampu tidur dengan sembarang wanita. Kamu kan sudah terperangkap dalam pelet gadis remaja!" Ujarku dan tanganku langsung membungkam mulutku saat tawaku meluncur begitu saja.

"Brengsek! Apa di kamarmu tak ada kaca? Ngaca dulu sebelum kamu mengatakannya! Apa kamu tak ingat yang terjadi padamu?" Suara umpatan dan segala sumpah serapah ku dengar dari lawan bicaraku di seberang sana.

Aku tertawa mendengarnya. Sejak mengenal dan kemudian menikah dengan Mikha, aku merasa syaraf tawaku mulai tersambung dengan sempurna.

"Ada apa? Kamu sungguh menganggu kegiatanku!"

"Kenapa? Lagi nanggung ya?" Dan terdengarlah tawa lelaki itu di seberang sana.

"Diamlah atau ku tutup telpon ini. Mikha sedang tidur, jangan berisik!" Dengan lirih ku hardik lelaki itu.

"Tenang bro. Sewot amat. Kenapa? Jatah malam ini tertunda?" Sedikit terdengar tawa tertahan dalam suaranya.

"Diamlah Ken, aku sungguh sibuk. Ada apa?" Aku semakin kesal mengingat Kendrick, si penelepon, yang telah mengganggu hobi baruku.

"Santai Ka. Tega banget sama sahabat sendiri."

"Ya udah buruan bilang, kenapa?"

Kendrick terdiam sesaat. Hanya hembusan nafasnya yang terdengar. Wah, sepertinya ini serius. Tak biasanya Kendrick bersikap seperti ini. Ia sepertinya gugup.

Aku sangat mengenal lelaki ini, jika dia sampai tak bisa menyampaikan sesuatu atau hanya diam melamun, itu artinya segala yang ada di otaknya sudah sangat mengganggunya.

"Ken, ada apa? Apa ada masalah di perusahaan?" Aku segera bertanya saat Kendrick tak segera berbicara.

"Ka, kapan pesta pernikahanmu?"

Aku mengernyit mendengar tanya yang dilontarkan Kendrick. Ada apa sih sebenernya? Bukankah dia sudah tahu kapan pesta pernikahan ku dilakukan?

"Setelah UAS Mikha. Kira-kira dua minggu lagi," Meski bingung aku masih menjawabnya, "memangnya ada apa?" Imbuhku.

BERITAHU MEREKA!!! Where stories live. Discover now