SERATUS TIGA PULUH EMPAT

37 5 0
                                    

"Wah ramainya. Pada ngumpul disini ya Bang?" Mataku berbinar menatap tiga mobil yang tengah parkir di halaman rumah Papa.

Tentu aku sangat mengenal mobil itu. Itu milik Papa, Ayah dan juga mobil yang biasa dikendarai Mama.

"Pada mau makan malam bersama disini ya? Atau kita ada acara keluar rumah bareng-bareng Bang?" Lagi-lagi ocehanku tak ditanggapi oleh Bang Arka yang kini tengah berjalan untuk membuka pintu penumpang untukku.

Aku cemberut saat melihat Bang Arka yang sudah mengulurkan tangan padaku.

"Turun yuk." Ajak Bang Arka yang tak ku tanggapi.

Memangnya enak kalau bicara tanpa ditanggapi.

"Ayo sayang, semua sudah menunggu." Suara Bang Arka terdengar setelah bergeming beberapa saat.

Aku masih terus menatapnya dalam diam. Biarkan saja Abang merasakan bagaimana perasaanku tadi.

"Mikha!" Bang Arka sudah mulai kesal.

Tanpa mempedulikannya aku segera keluar dari mobil dan berjalan masuk ke rumah.

"Kay pulang." Aku menyapa seluruh orang yang ada di ruang tamu.

Papa, Mama, Ayah dan Ibu menatapku dengan senyum yang ku rasa sangat dipaksakan.

Aku mengernyit menatap wajah mereka yang terlihat tegang itu. Astaga, ada apa lagi ini? Tapi sepertinya, ini masih tentang kejadian pagi tadi. Hah..

"Mikha, kenapa meninggalkan Abang sih?" Bang Arka yang sudah menyusulku segera mengajukan protesnya.

"Abang nyebelin sih!" Ujarku tanpa melihat Bang Arka dan langsung duduk di antara Ibu dan Mama.

Mama langsung memelukku dan menghujaniku dengan ciuman. Entah kenapa, hatiku merasa ada sesuatu yang salah.

"Ganti baju Kay. Habis gitu langsung turun. Ada yang mau Papa omongkan." Ujar Mama sambil terus memberiku ciuman.

"Ada apa sih?" Aku tak mampu lagi membendung rasa ingin tahu ku.

"Ganti dulu saja Mikha." Kini giliran Ibu yang berbicara.

Aku menatap satu per satu wajah yang nampak tegang di hadapanku. Terlebih wajah Papa. Aku memicingkan mata, berharap dapat mendapat jawaban atas rasa penasaranku dari raut wajahnya.

Bang Arka sudah duduk di sebelah Papa dan ia pun menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan. Ah memangnya selama ini Bang Arka mudah ditebak? Aku kan memang bukan titisan cenayang.

"Baiklah. Kay ganti baju dulu deh." Aku bangkit berdiri dan mulai berjalan perlahan.

"Arka, temani Mikha." Kali ini suara Ayah yang terdengar. Dan aku merasa kini Bang Arka telah berada di belakangku, mengiringi langkahku.

Kaki ku hampir sampai di anak tangga pertama saat suara Mama menghentikannya.

"Kay," Panggil Mama dan aku menoleh, "kamu tahu kan kalau Mama sangat menyayangimu? Mama sayang kamu Kay. Sangat sayang!" Imbuhnya dengan suara bergetar.

Wah ini pasti ada sesuatu yang serius! Aku sangat yakin. Melihat gelagat Mama dan wajah tegang Papa, aku yakin mereka sedang menyembunyikan sesuatu yang penting dan itu berhubungan denganku.

Kakiku langsung ku arahkan kembali ke sofa dimana keluargaku kini tengah berkumpul. Tanpa banyak bicara, aku langsung memeluk Mama dengan erat.

"Tentu saja Kay sayang Mama. Kan Mama itu Mama kay, Mama luar biasa untuk Kay."

Aku dan Mama saling berpelukan untuk beberapa menit. Bahu Mama terus bergetar yang menandakan pemiliknya sedang menangis.

Oh hatiku sungguh pilu mendengar isakan tertahan itu.

BERITAHU MEREKA!!! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang