BAB 5 : Bodoh

3K 233 0
                                    


Vote+komen = rajin update
makasih yg sudah support tulisanku!

****

05. Bodoh

Lisa tertawa-tawa bersama teman-temannya setelah berpergian ke beberapa wahana hiburan di Mall yang sama. Saking menikmati waktu mereka, Lisa sampai lupa bahwa beberapa jam lalu ia sudah meninggalkan sosok pria yang berusaha memenuhi keinginan konyolnya.

"Lis, Lo seriusan mau balik bareng kita? terus itu cowok yang ngedate sama Lo gimana anjir?" tanya Cia.

"Elah, palingan udah balik dari dua jam lalu. Lagian mana ada orang yang benar-benar bego dengan berjuang dapetin boneka capit."

"Bener tuh, tapi beda kalo dia cowok yang benar-benar konsisten," timpal Oca.

"Gimana kalo tuh cowok tipe konsisten?" ujar Cia.

Lisa menjadi bersalah, tapi dia memilih abaikan kemungkinan bahwa Narendra adalah tipe pria konsisten.

"Nggak, gue yakin dia tipe cowok nggak konsisten kok. Udah sih, lagian dia juga udah gede, kalo pun dia belum pulang juga dia bisa pulang sendiri."

Cia dan Oca menatap heran dengan keresahan Lisa, namun mereka memilih diam dan menurut saja.

Ketiganya sampai ke parkiran mobil, Cia masuk ke dalam mobil bersama dengan Oca. Namun saat Lisa hendak masuk, tiba-tiba ia melihat mobil yang membawanya datang ke sini, alias itu mobil Narendra.

Jadi Narendra masih disini? Begitulah batin Lisa bertanya.

"Guys, gue nggak balik sama kalian ya. Ada urusan bentar, kalian duluan aja!" teriak Lisa yang berlari meninggalkan parkiran menuju lantai dimana ia meninggalkan Rendra di mesin capit itu.

Lisa sampai di lantai itu dengan napas yang tersengal-sengal. Ia mencari keberadaan Rendra namun entah kenapa tiba-tiba di dekat mesin capit itu banyak anak-anak. Lisa berjinjit-jinjit mencari Rendra, hingga anak-anak itu pergi dan menyisahkan sosok pria yang ia cari dengan memegang sebuah boneka kelinci super besar.

Lisa menghampirinya.

"Sudah selesai jalan-jalan dengan teman-teman kamu?" tanyanya. Lisa heran bagaimana bisa Rendra tahu jika ia pergi bersama teman-temannya meninggalkan dia.

"Eum, sorry gue nggak bilang ke Lo."

"Gak papa, cuma lain kali jujur aja ke saya kalo kamu mau pergi."

"Maaf."

"Ini, boneka pesanan kamu."

"Tapi ini gede banget, kan gue bilangnya yang ada di mesin capit it-, loh kok udah nggak ada isinya?" heran Lisa melihat mesin capit itu sudah kosong melompong.

"Saya kayaknya udah jago main mesin itu, sampe abisin semua boneka disana."

"Hah?? Seriusan Lo yang menangin semua bonekanya?"

"Heem,"

"Wahh, terus kemanain semua bonekanya?"

"Saya bagikan ke anak-anak tadi."

"Terus ini boneka dari mana?"

"Karena saya borong koin mesin ini, jadi saya dikasih hadiah satu boneka besar."

"Seriusan? Kok baru tahu sih guee,"

Lisa mengelus boneka kelinci super besar itu. Hal itu membuat Rendra senang.

"Saya juga nggak tahu."

"Ih, gemes banget! Makasih loh!"

"Sama-sama, jadi kamu mau pulang sama teman-teman kamu atau sama saya?"

"Ekhem, ya sama Lo lah! Kan gue kesininya sama Lo!"

"Oke."

"Tapi, boleh nggak Lo nggak bahas ke bokap gue soal hal tadi gue jalan sama temen gue dan ninggalin Lo."

"Kenapa nggak boleh?"

"Ya, ya.. gue takut dimarahin."

"Kalo takut kenapa malah berani ngelakuin?"

"Ya gue mau ngerjain Lo aja, abisnya Lo tuh kenapa sih malah masih baik ke gue? Padahal jelas-jelas gue udah jahat ke Lo!"

Rendra tersenyum, "Nggak ada alasan untuk berbuat jahat ke orang yang kita sukai."

"Hah?"

"Saya benar-benar suka kamu, saya suka setiap hal yang kamu lakukan."

"Lo beneran bego atau pura-pura bego sih? Heran gue tuh."

Rendra tersenyum tipis, ia lalu menggandeng tangan Lisa dan membawanya ke parkiran untuk pulang.

***

Sebenarnya Lisa tidak takut Ayahnya marah jika tau kelakuannya pada Rendra, tapi yang ia takuti adalah Ayahnya menjadi ragu untuk mendengarkan permintaannya pergi ke London yang belum ia sampaikan.

"Malam, Om. Maaf Rendra baru antar Lisa pulang malam-malam begini," ujar Rendra dengan sopan pada Ayah Lisa.

"Tidak apa, lagi pula saya sudah percaya sekali denganmu. Rendra tidak akan melakukan hal aneh-aneh pada putri saya, betul?"

Rendra tersenyum.

"Bagaimana, apakah Lisa melakukan hal aneh?"

"Ah, tentu saja tidak. Lisa sangat baik, benar kan?" Rendra melirik pada Lisa yang berusaha menahan diri.

"Baguslah, bagaimana kalau kita ngeteh dulu," ajak Ayah Lisa.

"Bo-,"

"Nggak usah, Yah! Katanya dia harus pulang cepet, soalnya ada makan malam keluarga iya kan?" sela Lisa.

Lisa menatap Rendra seakan memberi kode bahwa lebih baik ia pergi dari rumah Lisa sekarang.

"Tapi-,"

Lisa tanpa basa-basi menarik Rendra ke mobil lagi dan berbisik, "Besok besok jangan kesini lagi!"

"Hahaha, iya dah! Makasih ya bonekanya!" sambung Lisa dengan suara yang berbeda dari sebelumnya.

Rendra terkekeh, ia melajukan mobilnya pergi dari rumah Lisa.

Sedangkan Lisa ia berbalik masuk ke rumah, mengejar Ayahnya yang lebih dulu masuk.

"Ayah, kan Lisa udah penuhin permintaan Ayah. Jadi Lisa udah boleh ngomong kan? Lisa mau ngomongin soal-,"

"Besok pagi saja, Ayah capek. Kamu tidur sana."

Lisa terhenti di tempat ia menatap lesuh Ayahnya yang masuk ke dalam kamar. Lisa berdecak kesal, "Oke, besok pagi harus bisa tersampaikan!"

"GOOD NIGHT, YAH!" teriak Lisa lalu berlari ke kamarnya.

***

SenandikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang