24. MALAPETAKA

962 161 9
                                    

Dingin.

Hal pertama yang selalu [Name] rasakan kala siuman. Begitupun kram yang menjalar di seluruh otot sarafnya. Wajah [Name] pucat pasi. Sangat bertimbal dengan tubuh kurus yang jadi atensi. Meskipun luka di perutnya sudah menutup, dia tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Lagipula tangannya di rantai.

Saat membuka mata sempurna, tempat asing lagi-lagi menyambut [Name]. Ia mengamati sekeliling. Terlihat sebuah ruang persegi dengan dinding lapuk termakan jamur. Langit-langitnya hampir jebol, berhias lampu wolfram yang tak lagi menyala. Berbagai furnitur bekas dan perkakas juga tergeletak sembarangan. Tertutup debu serta sarang laba-laba.

Kemudian, pandangan [Name] tertarik ke luar jendela kecil berterali. Sinar matahari tampak berpendar. Ah, sudah pagi kah atau sore? [Name] bertanya-tanya. Ia sendiri tidak ingat sudah berapa hari terkurung hingga sekarang. Bahkan baju yang dia kenakan juga sama seperti saat festival. Setiap kali terbangun, [Name] selalu berada di tempat yang berbeda-beda. Meskipun begitu dia justru kesulitan untuk melarikan diri. Sebab ketika sadar, orang itu pasti datang.

"Selamat pagi, Nona."

Suara ini. Suara yang sama seperti [Name] dengar kemarin-kemarin. Suara seseorang yang membuatnya harus bernasib seperti di penjara.

"Silahkan makan." Ucap Mahito membawa sebuah piring dan segelas botol air minum bersedotan yang ditaruh pada atas meja. Meletakkannya sejajar di depan [Name]. Percuma, gadis itu hanya butuh minum. Sedangkan dia sengaja mengalihkan minat dari makanan, tak sudi makan seperti binatang. Sudah cukup [Name] dinistakan dengan tertangkap seperti sekarang.

"Lepaskan aku."

Lagi-lagi itu kalimat yang keluar dari mulut [Name].

"Ah, aku sudah bosan mendengarnya. Bagaimana kalau setelah ini kita bermain catur? Kau bisa memainkannya? Oh, atau kita main monopoli saja."

[Name] tak menjawab. Ia hanya menilik Mahito disertai geraman.

"Jangan menatapku seperti itu. Kau benar-benar jadi mirip seekor anjing."

"Makanya kubilang lepaskan aku!" gertak [Name] hendak menerjang, tetapi karena rantai di tangannya ia jadi tidak bisa bergerak leluasa.

"Tenanglah. Teman-temanmu sebentar lagi datang kok. Jadi, tidak perlu khawatir." Ucap Mahito tersenyum menjijikan.

Teman-teman.

Sampai sekarang [Name] belum mendapat kabar mengenai teman-temannya. Mereka pasti sangat khawatir. Begitupun [Name] yang merasa rindu sekaligus. Apalagi teringat pada sifat ceria Itadori yang memercik ke semua orang, lalu emosi meledak-ledak Kugisaki yang senantiasa membuat suasana dinamis, ditambah kepribadian kalem Fushiguro yang jadi penenang. [Name] benar-benar merindukan masa kala mereka bersama. Hingga tahu-menahu [Name] sudah menitikkan air mata, meratapi nasib.

Selain itu, [Name] juga jadi kepikiran apa yang ingin Sukuna katakan malam itu. Apa jangan-jangan dia bekerja sama dengan Mahito? Tapi ... sepertinya itu mustahil karena Mahito sendiri yang mengatakan bahwa ia melakukan semua ini atas dasar keinginan pribadi. Lagian dia juga bilang bahwa mereka tidak bisa akur.

"Sebenarnya apa tujuanmu menangkapku?" tanya [Name] entah sudah berapa kali.

"Apa, ya? Aku lupa."

"Sialan." Umpat [Name] dalam hati. Ia langsung memajukan badan lalu menyedot air sebanyak mungkin dan menyemburkannya ke Mahito. Tentu [Name] tidak puas. Dia ingin melakukan lebih dari itu.

Sedangkan Mahito yang merasa terganggu langsung datang mencekik [Name].

"Kau tahu salah satu filosofi catur? Raja tetap bisa mati oleh bidak apapun dari lawan, mau itu pion atau yang lainnya. Begitupun dirimu sekarang. Meskipun di tubuhmu ada kekuatan Sukuna sekalipun, bukan berarti aku tidak bisa membunuhmu. Kau itu hanya papan bidak yang membantu jalanku sampai membuat raja sekakmat." Ungkapnya.

REPEAT || 呪術廻戦 - Jujutsu Kaisen FanFictionDove le storie prendono vita. Scoprilo ora