44. EPILOG

5.6K 149 7
                                    

Happy reading❤
Tamat baru revisi, oke!!

"Sekarang jelasin, gue nggak ada waktu," ucap Rara ketus.

Flashback on.

"Maksud lo ngomong kayak gitu apa?! Gue nyuruh lo ngomong yang sebenarnya! Bukan ngarang cerita, Ran!! Sekarang Rara jadi tambah marah sama gue!"

"Lo salah paham. Sebenarnya gue mau ngomong, kalo gue hamil anaknya Boy. Lo tau kan, Boy temen gue di Inggris? Dia ada di Jakarta dan dia yang udah lec*hin gue! Sekarang gue nggak tau harus ngapain! Dan tentang kejadian malam itu, gue cuman pengen anak yang diperut gue punya Ayah! Boy nggak mau tanggung jawab! Gue takut, Al! Takut bokap gue marah! Hiks," jelas Rania dengan napas yang memburu. Sontak saja Al kaget dengan pengakuan Rania. Iya mengacak-acak rambutnya kasar.

"Gue mohon, tolong bantu ngomong ke Boy dan juga Bokap gue. Cuman lo yang bisa bantuin gue sekarang. Gue janji, gue bakal buat hubungan lo sama Rara bersatu lagi. Gue mohon," lirihnya seraya memegang kedua tangan Al. Iya berucap dengan kata lo gue, bukan lagi aku kamu.

Cowok itu membuang napasnya kasar. "Oke, gue bantuin lo. Tapi lo janji, lo harus jelasin semuanya ke Rara dan yakinin dia kalo ini semua salah paham." Rania tersenyum dan mengangguk cepat.

Mereka pun pergi ke kediaman Boy dengan naik mobil Rania. Sesampainya di rumah Boy, mereka melihat Boy dengan santainya tengah menghisap rokoknya di depan rumahnya.

"Gugurin anak itu."

Langkah Al dan Rania terhenti dan mereka tersentak kaget. Perempuan itu langsung melingkarkan tangannya pada perut yang sedikit membuncit itu.

Bugh

"Lo bego apa gimana?! Dia anak lo! Darah daging lo bego! Dia nggak salah apa-apa, dan dia pantes lahir di dunia ini! Dan dengan mudahnya lo ngomong gitu!"

Satu pukulan mendarat dari disudut bibir Boy, iya tersungkur jatuh dengan memegang bibirnya yang mulai mengeluarkan darah.

Cowok itu bangkit dan tersenyum sinis kearah mereka. "Ngapain lo belain jalang? Suka lo sama dia? Kalo mau, ambil aja sana. Gue udah puas."

"Dasar brengsek lo!"

"Sekarang lo harus tanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin ke Rania!"

"Gue nggak mau. Karna gue nggak cinta sama dia. Gue cuman suka tub-" ucapannya terpotong.

Bugh

Bugh

Bugh

"Al, udah. Kalo emang dia nggak mau tanggung jawab, gue bisa rawat bayi ini sendiri. Kalau pun gue harus diusir dari rumah, nggak papa. Mungkin ini karma buat gue." Rania memegang lengan Al dan menariknya pergi dari rumah Boy.

Selang beberapa waktu, mereka pun tiba di rumah Rania. Mau tidak mau, Rania harus berkata jujur pada Papanya. Walaupun dia harus diusir dari rumah dan tidak ada lagi kemewahan dihidupnya.

"Pa-papa Rania mau bicara sebentar." Rania menelan ludahnya kasar. Mereka sudah ada di ruang tamu.

"Apa, Ran?" jawab pria paruh bayah itu lalu melepaskan kacamatanya.

Rania membuang napas sebentar. "Ran-Rania hamil Pa."

Pria itu menatap tajam kearah Rania. "Maksud kamu?!"

ALRARA [ END ] ✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz