39. PERJUANGAN AL

3.4K 113 3
                                    

Happy Reading❤

Selang beberapa waktu, mereka pun sampai. "Jaket lo gue cuciin dulu, nanti baru ambil," ujarnya dan Al hanya mengangguk antusias.

Rara menatap tajam kearah cowok itu. "Trus, ngapain masih di sini? Pulang sana."

"Yaelah, Ra. Jangan galak-galak napa, entar cantik kamu hilang gimana?"

"Bodo!" jawabnya cepat. "Udah lah, mending lo pulang sana," lanjut Rara mendorong-dorong bahu cowok itu agar mau menyingkir dari hadapannya.

"Nggak bilang makasih dulu?" kata Al seraya menyisir rambutnya dengan sela-sela jarinya. "Untung ada aku loh, Ra," lanjutnya dengan senyum smirk.

"Dasar anak dugong, pulang sana!" Baru saja Rara melangkah, tangannya sudah keburu ditahan oleh Al.

"Ra, maafin aku. Aku emang jahat banget sama kamu. Maafin aku Ra, please... " Al memohon sambil memegang kedua tangan gadis itu dengan tatapan sendu.

"Udah terlambat, gue udah terlanjur benci sama lo! Kesabaran gue udah habis dan gue cuma butuh di hargain aja sama lo!! Walaupun nggak lo balas dengan sesuatu pun, gue tetep sabar!! Tapi seseorang punya batas kesabaran... dan sekarang kesabaran gue udah habis, gue nggak akan pernah maafin lo!! Nggak akannn!!"

Rara masuk ke rumahnya, meninggalkan Al yang masih ada di luar.

"AKU NGGAK AKAN NYERAH BUAT DAPETIN HATI KAMU, RA. DAN INGET, KAMU ITU CUMAN PUNYA AKU. OKEYY." Setelah berteriak, cowok itu pergi meninggalkan halaman rumah Rara.

Rara bernapas lega.

"Siapa, Ra?"

"Eh, nek," ucapnya kaget. "I-itu ada orang gila di luar, tapi udah Rara usir kok," lanjutnya dan Ira hanya beroh ria.

Rara terdiam sesaat. "Yaudah nek, Rara mau ke dapur dulu yah." Ira hanya mengangguk paham.

¤¤¤

Setelah pulang dari rumah, Rara. Al langsung masuk dan merebahkan tubuhnya ke kasur. "Caranya gimana yah, supaya Rara mau maafin gue?" ucap Al pada dirinya sendiri.

Al menghembuskan napas kasar. "Sikap gue udah kelewatan sih, pantes Rara nggak mau maafin gue. Ini semua gara-gara Rania, awas aja lo. Gue bales lo entar." Al mengepal tangannya kuat-kuat.

"Cinta itu perlu perjuangan," gumamnya lalu bangkit dari kasur dan balik ke rumah Rara lagi.

Sesampainya di rumah Rara, cowok itu terus saja mengedor-ngedor pintu rumahnya. Sedangkan Rara, gadis itu masih mengunci dirinya di kamar tanpa menghiraukan Al di luar.

"Ra, buka pintunya!" teriaknya dari luar.

Gadis itu tak kunjung menyahut.

"Oke, Ra. Aku bakal nunggu di sini sampai kamu mau buka pintu, dan dengerin semua penjelasan aku!" kata Al.

Rara tetap saja tak menjawab.

Rara tetap saja tak mau membukkan pintunya. Hingga hujan deras datang, iya tak kunjung membukanya. Namun Al tetap menunggu di depan rumah Rara.

"Aku bakal tetep di sini, sampai kamu mau buka pintunya Ra!"

Selang beberapa waktu, kepala cowok itu terasa pusing hingga terjatuh pingsan karena kelelahan seharian berdiri dan kedinginan karena hujan.

Melihat Al pingsan dari balik jendela, akhirnya Rara membukakan pintunya. Iya mengambil payung dan handuk untuk Al. Segara ia keluar dan mendatangi Al yang sudah lemah. Rasanya spontan. Iya memakai kan handuk ke sekujur tubuh Al yang basah kuyup karena kehujanan, dan membawa Al masuk ke ruamahnya.

Sedangkan Ira, wanita tua itu sedang keluar rumah. Setelah membantu Al untuk tidur di sofa, iya langsung membuatkan Al teh hangat.

"Nih, minum." Al tersadar dari pingsannya. Tepatnya pura-pura maksudnya, iya langsung meraihnya dengan tangan yang masih bergetar.

"Makasih, Ra," ucapnya dengan suara serak.

"Hem," jawabnya dengan berdehem.

"Lain kali, lo jangan kayak tadi. Kalo perlu lo tidur diaspal sana, malem-malem sambil hujan-hujanan. Kalau gini kan, gue yang repot." Rara memutar bola matanya malas.

"Yaampun jahat banget kamu, Ra. Emang kamu nggak kasihan sama aku? Hem?" Jujur Rara paling nggak bisa kalo cowok ngomong dengan kata 'hem'. Kesannya cowok itu jadi lembut dan perhatian.

"Enggak!"

"Bener?" tanya Al meyakinkan.

"Yah, benerlah!" ucapnya sedikit gugup.

"Tapi kenapa kamu mau buka pintu, sama masih perhatian sama aku?"

"Ini iba, bukan kasihan dodol!" jawabnya cepat.

"Sama aja, Ra. Kamu pasti masih sayang kan sama aku. Iya kan, Ra?"

"Udah lah, sekarang lo diem. Sebelum gue tendang lo keluar dari sini," ancamnya dengan tatapan tajam.

"Ngancem mulu."

"Serah gue dong!"

Rara menatap keadaan di luar dan melirik kearah Al yang tengah meneguk teh buatannya beberapa kali. "Udah reda, mending sekarang lo pulang."

Al menaruh gelasnya ke meja. "Yah, Ra. Aku kan masih sakit, kalo pacar kamu yang ganteng ini pingsan gimana? Hem?"

"Ganteng dari Hongkong! Muka lo aja burik gitu dibilang ganteng. Ngaca woy, ngaca!"

"Duh, gemes. Pengen aku karungin deh trus bawa ke rumah," ucap Al dengan mencubit pipi Rara gemas.

"Ish! Apa sih lo, pake nyubit-nyubit pipi gue. Mending sekarang lo pulang, sebelum nenek gue balik. Pulang sana!" usirnya dengan berdiri menatap Al dari atas.

"Enggak," jawabnya cepat.

"Oh oke. Kalo lo nggak mau pulang, gue bakal panggil warga biar lo digebukin. Mau, hah?"

"Panggil aja, Ra. Biar kita dinikahin, dan aku bisa grepek-grepek sama kamu. Iya nggak?" ucapannya dengan senyum menggoda.

"Idih, ni anak kenapa sih? Denger yah, gue nggak bakal sudi nikah sama cowok kayak lo. Karna apa? Karna lo itu cowok paling buruk yang pernah ada di dunia, ngerti?"

"Buruk-buruk gini, tapi kamu tetep mau jadi pacar aku, Ra."

"Hah? Pfftt... pacar ndasmu! Ogah gue pacaran sama lo!"

"Kamu lupa, diantara kita belum pernah ada yang ngomong putus. Itu berarti kita masih pacaran, Rara ku sayang."

Rara terdiam sesaat.

Iya juga yah, kok gue jadi pikun gini sih

"Yaudah kalo gitu. Sekarang kita putus! Dan jangan pernah lo deket-deket lagi sama gue!"

Al menaikkan sudut bibirnya. "Aku nggak mau. Dan aku bakal berjuang sama kayak yang kamu lakuin ke aku."

"Dasar keras kepala! Inget yah, kita udah putus. Kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi dan sekarang lo balik sana ke Jakarta. Nikahin Rania, biar lo puas grepek-grepek sama dia," kata Rara lalu berlari masuk ke kamarnya tak lupa menguncinya.

Al membuang napasnya sebentar. "Aku nggak akan nyerah dan akan tetep berjuang, Ra. Karna aku yakin, kamu masih sayang sama aku."

Rara tak menjawab, dia hanya melipat kedua kakinya dan menggelamkan wajahnya dari balik pintu kamarnya.

"Kasih aku waktu buat jelasin semuanya Ra, aku bak-" ucapannya terpotong.

"Pulang lo!" usirnya cepat.

Al menganggukkan kepalanya. "Oke, aku pulang. Nanti malem aku ke sini lagi, jangan lupa istirahat yah."

"Jengen lepe esterehet yeh, nye nye nye, bacot!"

"Yaudah aku pulang, assalamualaikum," ucapnya. Dan Al benar-benar pergi dengan meninggalkan handuk basah milik Rara tadi.

"Waalaikumsalam."

Bersambung...
Menurut kalian, alurnya harus gimana?
Komen yah:)

ALRARA [ END ] ✓Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin