22. Suara Hati Nadira

3K 122 3
                                    

[MY SWEET HUSBAND]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[MY SWEET HUSBAND]

Nadira Pov

Hari ini adalaha hari di mana aku melepas suamiku ke pada perempua lain, air mata lolos dari pelupuk mataku saat mendengar kata 'sah' yang membuat suamiku harus terbagi dengan wanita lain, sakit? Ya memang sakit namun aku bisa apa melawan takdir yang tak akan pernah merubah semuanya.

Mungkin bagi kalian aku adalah wanita bodoh yang mengizinkan suaminya untuk menikah lagi atau bisa dibilang mau dimadu, bukan memyerah atau apapun hanya saja takdir seakan menyuruhku untuk mundur perlahan dari kehidupan suamiku.

Aku menangis tersedu-sedu di samping Nadiya yang tertidur, wajahnya yang damai membuat aku tersenyum kecil dan melupakan sejenak apa yang sekarang sedang menimpaku, Nadiya anakku dia adalah penyemangatku dalam menjalani hidup ini. Keputusanku yang tak mau bercerai dengan Zean juga memikirkan nasip Nadiya yang mulai kecil tak punya ayah.

Tok!
Tok!

Ketukan pintu terdengar di telingaku, aku pun lansung berjalan ke arah pintu dan membukanya, wajah sendu milik Nabila adikku terpampang di depanku, ia lansung memelukku dan menangis ia pasti sakit juga melihat pernikahan ini. Aku membalas pelukan itu namun aku tak menangis mencoba menahannya karena tak ingim terlihat lemah di depan semua orang.

"Ada apa, Bila?" tanyaku sambil terus mengelus punggung Nabila yang bergetar karena menangis, dia mendongak melihat wajahku dengan wajahnya yang sudah sembab karena banyaknya menangis.

"Aku setuju kalo kakak bercerai dengan kak Zean." Kalimat yang dikeluarkan oleh Nabila membuat aku mematung, memang aku sakit melihat ini dan ingin menyerah saja, namun aku masih memikirkan nasib Nadiya yang baru punya ayah namun kembali harus tidak mempunyai ayah, aku tidak bisa melihat Nadiya selalau bertanya di mana papanya.

"Jangan bicara seperti itu, kakak gak akan ninggalin kak Zean hanya karena ini Bila," ucapku seraya mengelap air matanya yang menetes hanya karena masalah ini, begitu besar kasih sayangnya padaku hingga seperti ini.

"KAKAK JANGAN BODOH! DIA UDAH BUAT HATI KAKAK TERLUKA!" teriak Nabila di depanku saat pelukannya ia lepas dengan paksa, aku terkejut karena melihat Nabila dengan sorot tajamnya menyiratkan banyak kekecewaan pada Zean dan juga aku yang tak mau bercerai.

"KAK! KITA BISA HIDUP MULAI DARI NOL KAYAK DULU! TAMPA BANTUAN PRIA ITU!" Nabila sangat emosinya sepertinya, mendengar ia tak mau menyebut nama Zean lagi. Aku kembali memeluknya dengan erat tampa melepaskannya walau ia memberontak, setelah tenang aku mengucapkan apa yang harus aku ucapkan.

"Kakak gak mau cerai sama kak Zean itu, bukan karena kakak takut miskin lagi tapi ini tentang hukum agama, Allah sangat benci dengan penceraian dan kakak gak mau dibenci Allah hanya karena ini, ini adalah ujian rumah tangga kakak jadi kakak harus siap ngadepin ini semua, saat kita siap untuk menjadi seorang istri berarti kita harus siap dengan masalah dan peraturan suami, karena surga kakak sekarang ada ditelapak kaki suami kakak, Insya Allah kakak kuat," ucapku mencoba memberi pengertian pada adikku ini, aku bisa melihat dia samar-samar mengangguk mengerti akan ucapanku, dia melepas pelukanku dan mencoba untuk tersenyum aku membalas senyuman itu sambil membelai rambutnya yang dulu pernah aku keramaskan dan mengikatnya.

"Masuk gih, temenin ponakannya tidur kakak mau keluar sebentar," pamitku pada Nabila, ia ingin bertanya ke mana ku pergi namun aku lansung pergi dari situ dengan mengecup pipi Nabila.

Aku ingin menghindar darinya, ah tidak bukan dia saja tapi seluruh penghuni rumah ini termasuk suamiku, hatiku sakit melihat Zean menghamili dan menikah dengan wanita lain. Dan aku hanya manusia biasa yang juga memiliki rasa kecewa yang amat sangat besar, aku pergi karena aku ingin menenangkan hatiku yang sudah terluka lebar, menyidiri adalah jawabanku saat ini.

••••

Puk!

"Astaga!" ucapku sepontan saat ada seseorang yang menepuk bahuku dari belakang, aku terkejut hingga aku merasakan degup jantungku yang seakan berpacu lebih cepat, aku menolehh pada orang yang menepuk bahuku.

"Ah maaf Nadira, saya tak bermaksud mengagetkanmu," ucapnya padaku, aku bisa melihat wajahnya yang tak asing bagiku, ah dia Ardan pria yang aku temui waktu di puncak saat aku sedang berbulan madu bersama Zean, mengingat Zean membuat air mataku tanpa sadar menetes.

"Loh, kok malah nangis maaf sekali lagi Nadira, saya tak bermaksud—" Ucapannya berhenti saat aku memeluknya aku bisa merasakan  tubuhnya menegang, aku tau lancang tapi saat ini aku sangat butuh sandaran dan pelukan hangat.

"N-nadira kamu tidak apa-apa?" tanyanya padaku sambil membalas pelukanku, nyaman itulah yang aku rasakan saat ini. Aku mengingat bahwa aku sudah mempunyai suami dan dengan buru-buru aku melepas pelukan itu dan kembali terduduk dikursi taman.

"M-maaf," cicitku padanya, keadaan sekarang semakin canggung membuat aku merasa tak enak hati pada Ardan, aku merasa ia duduk di sampingku dan menatapku.

"Iya gak papa, kamu kenapa kok nangis?" tanyanya sekali lagi padaku, suara lembutnya membuat aku sedikit lebih tenang, aku tak berniat bercerita ke padanya karena ini urusanku.

"Tidak papa." Hanya itu jawabanku, dia tersenyum maklum akan sikapku padanya.

"Kalau kamu tidak ingin bercerita tidak papa, saya mengerti ini urusanmu," ucapnya padaku dengan senyum manisnya namun masih tak mengalahkan senyum Zean.

"Kamu apa kabar?" sambungnya padaku.

"Aku baik, kamu apa kabar?" Aku ke sini ingin melupakan penderitaanku, mungkin dengan berbicara pada Ardan aku bisa lebih tenang.

"Aku juga baik, lama ya kita tidak bertemu." Masih dengan senyum manisnya ia berucap seperti itu.

"Iya, aku pulang dulu ya, permisi."

Hari ini adalah hari yang paling menyakitkan bagiku, hari di mana aku melihat pernikahan suamiku dengan mata kepala aku sendiri, mengindar dari orang-orang agar tak melihatku menangis dan berkata bahwa aku lemah. Ini ceritaku dengan alur yang sangat tidak aku duga, pengkhianatan pun menjadi bumbu rumah tanggaku, mencoba lebih sabar akan hidup yang aku sendiri pun tak akan seperti apa nantinya.

Ini hidupku dan ceritaku, aku tak peduli pada orang yang menilaiku dengan sebelah mata dan mengklaimku bodoh atau semacamnya, mereka hanya tau luarku saja tidak dengan fakta sebenarnya.

Aku percaya bahwa ada pelangi setelah hujan dan pasti adalah kebahagiaan setelah penderitaan.

[B E R S A M B U N G]

[B E R S A M B U N G]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Komen Kalian?

Jangan lupa vote 🗳️

Follow My Ig 👇
qn_vhi17

Salam Manis😙
Zenad❤

Evi_Rs

My Sweet Husband [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang