Bab 05 - Urusan Hendra

156 39 11
                                    

Joshua cemberut seketika dan membathin bahwa petunjuk-petunjuk yang akan mengantarkannya pada kemudahan malah berakhir menyulitkan. Informasi yang didapat pun masih mentah-mentah.

Apalah daya, Budi sama sekali tak tahu di mana lokasi rumah baru Evans berada. Dia sedikit canggung usai mengatakan hal tersebut lalu menggeser tubuh ke kanan hingga membuat jarak. Kemudian menoleh sekeliling halaman untuk menghindar kalau-kalau Joshua akan menanyakan hal lain.

Justru karena Budiman salah suatu teman Evans sepatutnya tahu dan memang wajar jika anak temannya bertanya. Budiman kemudian melirik arloji, menunjukkan pukul sebelas.

"Joshua, saya mau pergi dulu ke toko."

"Toko?"

"Iya, saya punya toko kelontong sendiri. Usaha keluarga."

Joshua hanya ber-oh rendah dan melihat pria renta itu beranjak dari bangku lalu berjalan menuju mobil yang terparkir tepat di seberang lalu masuk ke dalam mobil pick up. Tak lama mobil itu melesat, meninggalkan area pekarangan rumah.

Joshua mendesah, merasa tidak puas dengan obrolan yang menggantung seperti ini. Untuk menghilangkan rasa kesalnya, dia membongkar-bongkar isi ranselnya agar ide yang bersarang di kepala tidak hilang bersamaan terpaan angin yang terus menghembus melaluinya.

Dia kemudian menemukan sebuah note book mungil berwarna biru kelam dengan goresan J.E di bagian depannya. Untung saja buku itu tidak kenapa-napa lantaran tulisan yang dia ciptakan di dalamnya tidak bernasib sama seperti beberapa tulisan yang telah diamuk oleh ibunya sendiri.

Joshua memulai dari satu baris pertama, tapi tak pula tangannya bergerak. Dia mencoba lagi dengan mengarah bolpoint ke atas lalu ke bawah. Namun, belum menghasilkan apa-apa untuknya. Hingga terpaan angin berhenti bersamaan pikiran yang sudah tak berguna lagi. Idenya menghilang begitu saja, dia menghembuskan nafas gusar.

Hendak saja Joshua ingin masuk ke dalam rumah, dia mengernyitkan dahi ketika Hendra yang entah dari mana datangnya tiba-tiba melesat masuk bak orang kesetanan. Joshua yang berusaha mencegat justru ternganga begitu melihat Hendra yang tengah memantau keadaan luar dari balik celah pintu dan jendela dengan wajah yang berubah pucat pasi, terlihat ketakutan sekaligus panik.

"Josh, kalau ada orang yang nyari aku, bilang saja nggak lihat orangnya ya," ujarnya dengan nada gemetaran.

"Emangnya kenapa sih, Hen?"

Suara menggelegar pun terdengar dari balik punggungnya.

Joshua memutar badan, mendapati lima pria bertato dan berpakaian hitam menghampirinya. Salah satu di antaranya yang Joshua yakini sebagai pemimpin mereka, menggunakan rompi jeans dengan logo tengkorak di dada kanan. Ditambah kalung rantai perak meliliti bagian lehernya.

Dialah orang yang menyahut Joshua tadi.

Joshua lantas mendekat ke lima orang tersebut.

Sementara Hendra bersembunyi dari balik tirai jendela dan mengawasi kemungkinan apa yang akan terjadi di luar sana.

"Mohon maaf, om. Ada urusan apa om-om datang kemari?"

"Dek, kau ada lihat anak berambut kribo itu nggak? Aku tengok dia tadi berjalan ke sini," ujar si pemimpin dengan logat batak yang sangat kental.

Joshua lantas menggeleng cepat. "Nggak ada, om. Mungkin om salah lihat."

"Nggaklah, kau yang mungkin salah lihat!" tukas pria itu sambil mengeluarkan telunjuknya.

Entah kenapa Joshua merasa sedikit jengkel dengan preman satu ini. Sudah dibilang baik-baik, malah teriak-teriak.

"Om, kalau ngomong jangan ngegas. Dibawa santai saja,"celetuk Joshua.

Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now