Bab 21 - Kepastian

51 21 4
                                    

     Keputusan Joshua sudah bulat.

     Dia berjalan keluar dari Kedai Sejahtera sembari menyampir ransel ke punggung. Tak ada ucapan selamat tinggal atau lambaian tangan. Orang-orang juga tidak berkenan melakukannya setelah pemuda blasteran itu mengecewakan satu kedai. Mereka hanya menyibukkan diri, dan menganggap Joshua tak kasat mata walau mereka dapat melihat dia hengkang sekalipun.

     Namun, Dodit berbeda. Meski pemuda berkumis tipis itu baru mengenalinya dalam hitungan hari, dia tak rela bila harus berpamitan dengan Joshua untuk terakhir kalinya. Lantas Dodit menghampiri.

     "Josh, kowe kalau begini, apa ora susah nanti cari kerjaan baru?"

     Joshua menggeleng-geleng dengan senyuman yang terpatri.

    "Nggak apa, Mas Dodit. Itu bisa ditangani. Bereslah pokoknya," jawab Joshua setenang mungkin. Karena dirinya memang mendapat pekerjaan baru yang dia inginkan.

     Hingga dia teringat sesuatu, lalu merogoh saku celana.

     "Mas Dodit, aku minta tolong ke Mas buat kasih ini ke Hendra. Aku nggak sempat bilang apa-apa ke dia. Kayaknya dia masih kesal."

     Joshua sudah mempersiapkannya dari awal begitu selesai berbenah-benah barang. Dan hal yang mau disampaikan hanyalah permintaan maaf yang sedari tadi tertunda. Juga sebagai tanda perpisahan.

     Dodit yang melihat uluran kertas terlipat itu mengambilnya.

     "Aman pokoknya, Josh."

     Seketika dia menarik tubuh Joshua lalu direngkuhnya. Joshua turut balas merengkuh. Mereka kemudian menepuk punggung satu sama lain.

     Dodit mengurai pelukan lalu merogoh saku pada bagian atas kausnya dan meraih tangan Joshua, meletakkan lembaran lima puluh ribu kemudian langsung menutup rapat jemarinya.

     "Nih, untuk kowe. Buat jaga-jaga di jalan nanti."

     Begitu Dodit memberinya, dengan tidak enak Joshua menolak, "Eh ... nggak usah, Mas. Saya sudah ada uangnya kok."

      Dodit tersenyum tulus, pertanda bahwa dirinya memang ikhlas.

     "Yaa, ambil aja. Anggap ini buat uang ongkos kowe, Josh."

     Lalu Dodit mendekat ke telinga Joshua. Membisikkan sesuatu.

     Pemuda putih pucat itu menghela napas. Mengucapkan terima kasih yang entah ke berapa kalinya pada Dodit.

     Lalu Joshua undur diri, dan melambaikan tangan ke arahnya.

     Dodit sempat berteriak, "Semoga kowe beruntung, hati-hati di jalan yo, kancaku!"

     Dan akhirnya, Joshua dapat meninggali tempat penampung kemalangan tersebut dengan tenang. Jauh dari hingar bingar para pelanggan yang membuas usai dia meninggalkan tempat. Pas sekali ketika kedai itu dibuka setelah maghrib.

     Sekitar lima belas menit, menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Dia menemukan angkot yang berhenti tepat di pinggir jalan. Sang kenek angkot memanggil-manggil sesiapapun untuk masuk.

     Joshua lantas segera berlari dan meloncat naik seraya menyebut arah tujuannya kemana pada sang sopir.

     Angkot pun melesat ke jalanan raya.

     Setelah memakan waktu cukup panjang, akhirnya angkot itu berhenti di tempat tujuan. Joshua turun, hendak membayar uang ongkos pada kenek, justru malangnya dia kena tarif lima puluh ribu. Bukan main minta ampun.

Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now