Bab 09 - Lima Menit Bersama

111 35 18
                                    

     Bau-bau tak sedap menggerogoti sekujur kerongkongan. Bukan sekedar bau amis yang menyeruak di sekitar jejeran tenda yang memperlihatkan ikan-ikan yang sudah lama dibiarkan di suhu ruang tanpa ada satupun yang mengelepar-lepar.

     Akan tetapi jalanan aspal yang sedikit berlumuran lumpur telah mengundang bau-bau lain hingga memaksa indra penciuman untuk mengambil napas di antara orang-orang yang lalu lalang tanpa memberikan cukup ruang untuk bergerak leluasa. Bau keringat dan sampah-sampah dagangan mendominasi semuanya kala dipapar sinar terik dari balik awan.

     Tak khayal ketika dia melewati tenda-tenda yang menjual sayur-mayur, memperhatikan beberapa barang dagang yang membusuk kemudian berserakan di pinggiran tenda.

     Kasian sekali bila dia memperhitungkan jumlah kerugian yang ditanggung para pedagang. Di sisi lain, Joshua harus mengasihani dirinya sendiri karena kantung-kantung kresek sudah memenuhi muatan sepasang tangan dengan beban yang cukup lumayan.

     Baru hanya sekantung sawi dan toge, seratus buah bungkus mie kuning dan mihun, sekilo bawang merah dan bawang putih, lima kilo tepung.

     Sementara Hendra mentengteng sepapan telur ayam, sekilo cabai merah dan cabai rawit, dan yang terakhir dua kantung minyak goreng. Kebutuhan memasak untuk jualan nanti malam ditambah kebutuhan primer setiap karyawan Kedai Sejahtera.

     "Hahh ternyata capek juga tujuh keliling buat belanja begini," gerutu Hendra sembari mengerutkan hidung, mengendus-ngendus bau sekitar yang tak ada bedanya walau sudah melewati beberapa tenda ikan dari tadi.

     "Dipikir-pikir enak kali si Dodit main tukeran shift sama kita, Josh."

      "Sudah jelas Mas Dodit ada urusan sama Pakde semenjak dia baru kembali bekerja kemarin. Hen," timpal Joshua menekankan.

     Kemudian mengalih atensi ke para pedagang yang menyahut-nyahut dirinya dengan menawarkan produk mereka beli satu gratis satu sehingga membuat Joshua menggerak-gerak tangan, senyum sumringah.

     Di sepanjang jalan terdapat beraneka ragam barang dagangan yang bertengger di masing-masing tenda. Memancing rasa penasaran Joshua untuk menghampiri salah satu lapak yang menyediakan kerajinan-kerajinan tangan yang sangat memikat mata. Namun, Hendra menghalaunya agar tak perlu membuang waktu penting mereka dengan hal yang tak ada kaitannya dengan tugas mereka saat ini.

     Ketika mereka berdua hendak berjalan keluar dari keramaian, Hendra terpikir sesuatu dan menghentikan langkah.

     "Josh, kayaknya ada barang yang kurang nih."

      Joshua pun mengecek-ngecek belanjaan, menerawang apa yang dilewatkan oleh mereka sewaktu masih berada di titik terdalam pusat pasar.

     Tanpa berpikir panjang, sontak Hendra terlonjak, membulatkan kedua bola mata.

     "Astaga! Daging sapinya lupa kubawa. Mana sudahku bayar tadi."

     Hendra terlihat panik di tengah-tengah lautan manusia yang sibuk dengan kepentingan masing-masing.

     Joshua mengamati sekeliling, menyadari bahwa orang-orang mulai bertambah banyak dari sebelumnya sampai mereka hampir memblokir setengah jalan yang dilalui.

     "Kamu tunggu di sini, Josh. Jangan kemana-mana, nanti aku balik ke sini lagi."

     Joshua tak dapat menangkap jelas perkataan Hendra yang melirih rendah lantaran suara berisik sekelilingnya menjadi tak karuan.

     "Apa?!?"

     "Tunggu saja."

     "Hen ... Hen ... jangan tinggalin gitu dong!"

Jendela Joshua (End)Where stories live. Discover now