Dia Cinta Pertamaku

4 2 0
                                    

Hi semua..

Sebelumnya saya mohon maaf karena bab ini baru bisa saya posting hari ini pasca kepergian lelaki yang saya cintai untuk selama2nya sepuluh hari lalu. Entah bagaimana setiap kali menulis novel ini selalu membawa ingatan saya pada mendiang. Sehingga saya butuh waktu untuk sekedar healing beberapa waktu sebelum melanjutkan kembali kisah Imara dan Kenan.

Terima kasih untuk semua teman2 yang sudah setia dan memberi dukungannya pada cerita ini. Semoga cerita ini bisa menghibur kalian semua dan memberikan positif vibes untuk yang membacanya.

A Journey Way Back Home akan terbit sesuai jadwal untuk selanjutnya.
Terima kasih.

Regards
Springofmonday

*       *        *       *       *      *      *

“Terima kasih.” Ucap gadis itu, lalu berjalan masuk menuju sofa yang ada di tengah ruangan sesuai yang diarahkan lelaki itu padanya.

“Kita ngobrol santai aja ya.” Ucap lelaki itu, lalu duduk di sofa yang berada tepat di hadapan gadis itu. “Kamu mau minum apa? Saya pesenin ya.” Lanjutnya ramah.

“Ng-Nggak usah Pak.” Ucap gadis itu sedikit terbata. Ia tampak menundukkan wajahnya berusaha mengurangi kontak mata dengan lelaki yang ada di hadapannya, mencoba mengurangi rasa gugup yang mulai mengganggunya.

“Oke deh kalau gitu. Bentar ya.” Lelaki itu lantas kembali bergegas menuju meja kerjanya lalu menelepon seseorang dari telpon yang ada di atas mejanya. “Pak Din, saya pesen susu cokelat hangat dua ya Pak. Kirim ke ruangan saya. Makasih Pak.” Ucapnya pada seseorang yang ditelponnya.

Lelaki itu kembali melangkah menuju sofa yang semula didudukinya. Sementara semakin lama, pesona lelaki itu benar-benar telah behasil menyihir gadis itu sepenuhnya.

“Dewanto Kenan Nararya, Panggil aja Kenan.” Ucap lelaki itu sembari menjulurkan tangan menanti gadis di hadapannya segera menjabatnya.

“I-Iya Pak, Sa-saya I,”

“Cindy Yuralina Saeed.” Kenan menginterupsi. “Betul?’ Lanjutnya dengan senyum simpul di ujung bibirnya. Tampak rasa bahagia benar-benar dirasakannya kini.

“Oh, i-iya, saya Cindy.” Timpal gadis yang sebenarnya adalah Imara itu sedikit bergumam.

“Seneng banget rasanya ketemu kamu hari ini.” Ucapnya masih dengan ekspresi yang sama. “Oh iya, boleh saya tanya sesuatu?” Lanjutnya.

“Silakan.” Jawab Imara masih sedikit bergumam.

“Kalau saya boleh tahu, apa makna dari desain yang kamu kirimkan?” Tanya Kenan mulai antusias membuka percakapan. “Saya rasa desain itu sangat unik dan cocok jika diaplikasikan pada pakaian anak-anak.” Lanjutnya.

Imara terdiam. Bagaimana ia bisa menjawab pertanyaan itu sementara ia sendiri saja belum pernah melihat seperti apa desain yang ia buat hingga mampu menarik hati Kenan. Imara mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, menyapu segala yang mampu dilihatnya, sambil berusaha keras memutar otak mencari jawaban yang tepat atas pertanyaan Kenan.

“Cindy?” Kenan berusaha membuyarkan lamunan gadis di hadapannya.

“O-oh maaf,” Gumamm Imara gugup. “Desain itu kunamakan Cinta Pertama. Seperti anak-anak dan orang tua mereka. Cinta pertama seorang gadis kecil adalah sang ayah, begitu pun sebaliknya. Itu sebabnya saya membuat desain yang tampak hangat bagi anak-anak.” Lanjut Imara mencoba menjelaskan.

A journey Way Back HomeWhere stories live. Discover now