Sennag Bertemu denganmu Kembali

2 2 0
                                    

Gadis dengan rambut terikat dan stelan kemeja warna putih serta mini dress warna hitam itu berlari dengan sangat cept menuju lift yang pintunya masih terbuka. Beruntunglah beberapa orang di dalam sana masih memberikannya kesempatan untuk masuk.

Gadis itu tampak menghela napas panjang saat ia menyadari dirinya baru saja lolos dari masalah yang akan menimpanya jika ia terlambat dihari pertamanya berkerja. Dengan segera, gadis itu pun kembali berlari menuju ruangannya sesaat setelah pintu lift yang dinaikinya terbuka.

“Hampir aja kamu telat.” Ucap seorang gadis berambut pendek dengan senyum simpul menyungging di ujung bibirnya melihat kelakuan gadis tadi dari ambang pintu ruangan.

“Maaf Bu, saya terlambat.” Ucap gadis itu dengan napas yang masih tersengal.

“Oh enggak kok.” Jawab gadis berambut pendek itu masih dengan ekspresi yang sama. “Selesai kamu absen tadi masih ada sisa waktu tiga menit.” Lanjutnya lalu berjalan masuk ke dalam ruangan. “”Kamu duduk dulu gih! Kamu keliatan berantakan banget.” Lanjutnya mempersilakan gadis itu duduk di meja yang kini menjadi meja kerja gadis itu.

“i-Iya Bu.” Jawab gadis itu sungkan sebelum duduk di tempatnya.

Gadis itu tampak membenarkan baju dan make-up nya yang mulai bercampur dengan keringat akibat berlari sepanjang perjalanan menuju kantor tadi. Sementara gadis berambut pendek tadi menatapnya dengan tatapan hangat juga senyum simpul yang masih dibiarkan mengembang di ujung bibinya.

“Kamu udah tenang?” Tanya gadis berambut pendek tadi.

“Oh, sudah Bu.” Jawab gadis dengantag nama Cindy Yuralina Saeed itu sedikit terbata. Penampilan gadis beramut pendek di hadapannya itu setidaknya berhasil membuat Cindy yang sebenarnya adalah Imara ketautan karenanya.

“Ok, saya Luna kepala divisi fashion untuk anak-anak. Mulai hari ini saya akan menjadi atasan kamu di kantor ini. Jadi, saya harap kita bisa bekerja sama ya Mbak Cindy.” Ucap gadis itu sambil mengulurkan tangan berharap gadis yang kini berada di hadapannya segera menjabatnya. “Oh iya, kalau bisa jangan panggil saya ibu ya Mbak, saya belum nikah. Dan saya lebih nyaman dipanggil Mbak aja.” Lanjutnya.

“Oh, i-iya Mbak Luna. Salam kenal.” Jawab Imara bingung.

·              *      *      *      *      *      *

Lelaki berperawakan tinggi dengan kacamata silindris dan kemeja lengan panjang yang sengaja digulung lengannya sampai menuju siku, tampak mempercepat langkahnya menuju sebuah ruangan yang berada di paling ujung salah satu koridor di lantai lima.

Sebuah senyuman tampak sesekali mengembang di wajahnya. Terlihat jelas lelaki itu merasa sangat bahagia saat itu. Sejak kehadiran gadis yang ia peraya adalah cinta pertamanya, pergi ke kantor bahkan menjadi sebuah hal yang sangat dinanti-nantikannya.

“Selamat pagi Pak Kenan.” Sapa salah seorang karyawan saat berpapasan dengan lelaki itu di koridor.

“Pagi.” Timpal Kenan ramah lalu kembali melanjutkan langkahnya.

Kenan menghentikan langkahnya di depan sebuah ruangan yang hendak ditujunya. Tampak dari balik pintu sosok gadis bernama Cindy itu tengah berfokus dengan pekerjaan yang baru saja diberikan padanya. Meski terlihat masih sedikit berantakan, namun sosok gadis itu terlihat begitu menawan di mata Kenan.

Kenan memalingkan wajahnya dari pintu ruangan, lalu menarik napas panjang berusaha meyakinkan dirinya untuk menyapa Cindy. Tak ada rasa ragu sedikit pun dalam dirinya, hanya saja, ia merasa sedikit malu untuk menyapa gadis itu lebih dulu.

“Selamat pagi.” Sapa Kenan sambil berjalan masuk setelah berperang dengan dirinya.

“Oh, Pak Kenan. Selamat pagi Pak.” Sapa Luna ramah sambil berdiri dari balik meja kerjanya, lalu menundukkan badannya.

“Selamat pagi Pak.” Sapa gadis dengan tag nama Cindy itu. Gadis itu tampak sangat gugup melihat sosok Kenan berdiri tepat di hadapannya kini. Ia bahkan terus menundukkan wajahnya mengurangi kontak mata dengan Kenan.

“Mbak Luna, saya boleh pinjem Mbak Cindy sebentar? Kebetulan ada yang harus saya omongin sama Mbak Cindy. Boleh ya?’ Ucap Kenan sedikit merajuk.

“Silakan Pak.” Jawab Luna ramah.

Cindy yang sebenarnya adalah Imara sedikit terbelalak mendengar ucapan Kenan tadi. Ia masih terus menerka-nerka maksud dan tujuan Kenan membawanya pergi dari ruangan itu. Namun diluar dugaannya, Kenan justru segera menarik pergelangan tangannya meninggalkan ruangan tanpa lebih dulu meminta persetjuan dari gadis itu.

“Maaf Pak, Bapak mau bawa saya kemana?” Tanya Imara pelan.

“Saya mau ngenalin kamu sama seseorang. Kalau kamu inget kamu pasti akan seneng banget ketemu lagi sama orang ini.” Ucap Kenan riang sambil terus menggenggam pergelangan tangan Imara.

·              *      *      *      *      *      *

Senang? Bertemu dengan seseorang? Apa-apaan ini? Batin Imara tak henti menerka. Rasa senang yang semula dirasakannya kini berubah menjadi sebuah kekecewaan. Siapa gadis bernama Cindy itu sebenarnya masih menjadi misteri besar bagi Imara. Ia hanya takut kalau gadis itu adalah gadis yang memiliki tempat paling istimewa di hati Kenan lebih dari keberadaannya selama ini.

“Nah, sampe.” Ucap Kenan setelah mereka sampai di depan sebuah ruangan yang letaknya cukup jauh dari ruangan Imara, namun masih berada di lantai yang sama. “Bentar ya, saya masuk dulu. Kamu tunggu di sini.”Ucap Kenan lalu masuk ke dalam ruangan meninggalkan Imara sendiri di depan pintu.

Imara menarik napas panjang sambil mengedarkan sepasang matanya menyapu setiap sudut yang mampu dilihatnya. Sesosok lelaki berkacamata berperawakan tinggi berkulit putih dengan kemeja warna marun berhasil mengejutkannya. Lelaki itu tak mengucapkan sepatah kata pun pada Imara. Ia hanya berdiri menatap nanar pada Imara yang masih berdiri di depan pintu ruangan yang dituju Kenan.

“Cindy ayo ma,”

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Kenan sudah dibuat terkejut dengan kehadiran lelaki tadi. Ia sama sekali tak mengira kalau lelaki itu akan dengan mudah menemukannya pagi ini.

“Jer, lu ngapain di sini?” Tanya Kenan sedikit terbata.

“Lu mau nunjukin apaan sih Nan?” Suara seorang wanita dari dalam ruangan yang sepertinya sedang berjalan mendekati mereka.

Tanpa mengatakan sepatah kata pun pada Jerry, dengan segera Kenan kembali menarik pergelangan tangan Cindy membawanya masuk ke dalam ruangan tadi mengabaikan Jerry yang masih tertegun mendapati sosok gadis yang terasa sangat tidak asing baginya itu.

“Salina, kamu inget Cindy kan?” Tanya Kenan pada wanita di hadapannya dengan senyum semringah di ujung bibirnya.

Demi Tuhan, bukan main terkejutnya Salina saat sosok Imara kini berada tepat di hdapannya. Ia tahu betul bahwa gadis yang berdiri di samping Kenan saat ini adalah Imara yang telah meninggal beberapa hari yang lalu. Seketika bibirnya terasa begitu kaku. Ia benar-benar kebingungan oleh segala yang tengah terjadi saat ini.

“Oh, Ci-Cindy? A-apa kabar?” Sapa Salina terbata. Jelas saja ia tak mampu menggunakan akal sehatnya menghadapi semua ini.

Pun Imara. Ia sama sekali tak mengira Kenan akan memperkenalkannya dengan Salina. Alih-alih membalas sapaan Salina, Imara memilih diam meredam segala prasangka yang ditujukan Salina padanya.



A journey Way Back HomeWhere stories live. Discover now