1

3.5K 222 33
                                    


( Hana Point of View )

Aku terus berlari sejauh mungkin

Ya, saat ini kedua tungkai ku tak berhenti melangkah menjauhi salah satu bangunan yang cukup besar dengan gerbang besar di depannya. Kepalaku berdenyut nyeri, mataku memanas karena mungkin akan segera menangis, nafasku tersengal, aku merasa lelah.

Aku bukanlah atlet lari, bukan juga gadis yang suka berolahraga pagi. Tapi aku merasa, saat ini aku hanya harus berada sejauh mungkin dari sumber rasa sakitku yang tak pernah berhenti. Kini, aku terus berlari secepat yang aku bisa demi menyelamatkan diri.

" Kau tak bisa menjauh dariku.. "

Oh sialan, aku masih bisa mendengar suaranya. Derap langkah kaki itu terdengar santai di kegelapan malam, dia bukanlah pembunuh atau pacar yandere yang ku miliki. Dia hanya salah satu temanku yang entah kenapa terobsesi untuk terus menyakitiku.

" Kau terus berlari, kau lelah kan? "

Suaranya tampak memberiku semangat berlebih, tidak ada keraguan dari setiap ucapannya. Bukan juga berniat menenangkan ataupun memberi perlindungan, apa perlu ku tekankan bahwa dia berusaha mencabut nyawaku?

Bahkan untuk menjawab ucapannya, aku tak mampu. Tenggorokan ku rasanya kering, haus sekali seakan-akan aku berada di tengah gurun Sahara yang panas dan mematikan. Di belakangku, ada sebuah singa yang siap menerkam buruannya.

" Pergi! Ku mohon! " Aku akhirnya mencoba untuk mengusirnya, dia tampak terkejut karena akhirnya aku buka suara.

" Tidak akan, tidak untuk kali ini.. "

" Menjauhlah! Aku janji tak akan melaporkan semua perbuatan mu pada polisi, aku janji akan berusaha bodoh untuk semua itu "

" Apa janjimu bisa di percaya? Terakhir kali, aku mendapatkan surat scorsing dari kepala sekolah karena ada seorang wanita yang mengirimkan bukti mengenai penganiyaan? "

Dia tertawa, aku merutuk. Bagaimana bisa kota padat ini bisa terasa jauh lebih sepi selayaknya di desa? Ini bahkan baru menginjak pukul 10 malam, ini tidak seperti kota Tokyo yang ku kenal.

Tak berhenti langkahku mengarungi jalanan kosong, banyak kedai sudah tutup dan pertokoan seperti supermarket telah berhenti beroperasi sejak salah satu perdana Mentri perekonomian di turunkan dari jabatannya karena korupsi, entah dimana hubungannya. Yang jelas tak ada yang bisa ku lakukan.

Kini, aku telah berada di tengah jalan raya. Jarak ku dengan orang gila itu terpaut sekitar 100 meter, aku tak bisa percaya pada diriku sendiri. Bagaimana bisa aku bisa lari secepat ini?

Tapi aku terlalu lengah, sampai-sampai tak menyadari bahwa lampu penyebrangan telah berganti menjadi warna merah. Sebuah mobil menabrak tubuhku begitu saja dengan kecepatan tinggi, terasa sakit dan nyeri di sekujur badan. Entah tulang mana yang bergeser atau patah, terlalu ngilu hanya untuk membayangkan nya. Semua berlalu dengan cepat begitu saja, aku membuka mata dan merasa suhu begitu dingin.

Aku melihat jasad sebuah mayat, tergeletak penuh darah tak jauh dari lokasi mobil. Ku alihkan pandangan, tampak orang yang sebelumnya mengejar ku itu terdiam di sisi jalanan, lalu terkekeh dan pergi begitu saja.

Tunggu, apa yang terjadi denganku?

" Dia sudah mati! " Seorang pengemudi mobil keluar dan mendekati jasad ku setelah mengecek nadi di pergelangan tangan, lalu buru-buru memasuki kembali mobilnya dan tancap gas.

" Sialan, aku di tinggal begitu saja " gumamku, menghampiri tubuh itu dengan perasaan takut.

Ketika aku akan menyentuh genangan darah yang keluar dan membasahi raga, sebuah cahaya menyilaukan mata muncul. Ku rasakan tangan hangat seseorang yang memeluk jiwa ku dari belakang kemudian aku merasa begitu mengantuk dan terlelap.

ISEKAI ( Another World )Where stories live. Discover now