18

491 64 4
                                    


( Levi  Point of View )

     10 tahun telah berlalu setelah kepergiannya di bukit Trost waktu itu, telah banyak yang berubah di sini. Tak ada lagi Titan yang harus di basmi, tak ada lagi dinding yang memisahkan 3 kota di antara Maria, Rose dan Sina. Kedamaian yang menjadi impian bagi umat manusia telah nyata dengan kerjasama antara Marley juga Eldia, bahkan bocah Titan itu akan segera menikah dengan Mikasa minggu depan.

Terdengar langkah kaki pendek yang berlari, di susul suara tawa antara 2 anak manusia yang kini menghampiri dan memeluk kedua kakiku.

" Paman Levi, sayang padaku kan? "

" Tidak! Paman Levi lebih sayang padaku daripada mu, Edward "

" Kata siapa? Aku kemarin di belikan berbagai mainan saat Paman Levi mengajakku ke Shigansina "

" Tapi, Paman Levi datang ke ulang tahunku membawakan kue yang ia sudah buat dengan tangannya sendiri! "

" Urusai " ucapanku barusan berhasil membuat perdebatan konyol di antara mereka akhirnya berakhir.

Edward Smith, anak pertama dari si alis tebal dengan kacamata kuda. Di lihat dari berbagai sisi manapun, fisiknya tetap mengikuti sang ayah. Yah, aku tak berharap otak gila ibunya akan meracuni kecerdasan emosional nya.

Dessa Kristein, anak tunggal dari Historia dan si muka kuda. Bagaimana bisa sang ratu justru memilih bocah tengik dari angkatan 104 sebagai pasangan. Aku tak terlalu peduli.

Perlahan, tangan itu mengendurkan pelukannya. Kini, dua bocah itu menatapku sambil memanyunkan bibir.

" Apa yang sebenarnya terjadi? " Tanyaku, berjongkok di hadapan Dessa dan Edward yang tampak akan menangis.

Aku berani bersumpah, kalau sampai nanti dua anak ini mengadukan macam-macam kepada orang tua mereka, akan ku masukan ke kandang Titan untuk di jadikan umpan.

Edward menunduk, memainkan jemari tangannya dan mulai bicara.

" Dessa bilang, jika paman Levi tak menyukaiku. Apa itu benar? "

" Tidak "

" Tapi, Edward meledekku dengan mengatakan bahwa paman Levi membenciku karena Minggu lalu tak sengaja menumpahkan teh ke lembar kertas di atas meja kerja "

" Tidak "

" Jadi, paman Levi mencintai kami kan? "

" Tidak "

Sudah di pastikan mereka berdua langsung menangis keras, tangan kecil gadis berambut pirang itu bahkan memukulku dengan berlinang air mata. Sedangkan Edward kini berlari menjauh untuk menemui ayahnya sambil berteriak...

" Aku benci paman! "

Tapi, aku tak terlalu mengambil pusing. Palingan juga, sore nanti dua bocah ini menemuiku di ruang kerja sambil mengajakku untuk bermain seperti biasa.

.
.
.
.
.

( Reader Point of View )

Hari ketiga, setelah aku terbangun.

Aku merasa tubuhku sudah mulai bisa bergerak walaupun masih terasa sakit pada tiap sendi nya, paman datang menemuiku dengan membawa pesan dari nenek. Aku harus membuat 100 pesawat kertas sebagai ucapan terimakasih ku pada Kami-sama atas kesempatan hidup yang telah di berikan.

Suster kembali datang dengan pertanyaan yang sama " Kapan kami boleh memberi tau adikmu jika kau sudah sadar? " Ya, selama dua hari belakangan aku memang mencoba untuk menenangkan diri setelah mengetahui berita bahwa Otou-san dan Okaa-san sudah meninggal. Aku tak ingin menunjukkan kesedihan ku pada Hana, dia sudah terlalu banyak terluka selama ini.

_____

Hari keempat, setelah aku terbangun.

Makanan rumah sakit sama sekali tak membuatku berselera ataupun lapar, infus masih saja di tusukan ke dalam kulitku untuk memastikan agar nutrisi pada tubuh ini tetap terjaga. Dalam mimpi itu, aku kembali membimbing Hana untuk terbangun dari tidur setelah efek dari bius yang Levi berikan telah habis. Aku merasakan rasa takut dan bahagia di saat yang bersamaan, semua pengorbanan kebahagiaan yang telah ia berikan mampu membuat gadis itu jauh lebih kuat.

______

Hari kelima, setelah aku terbangun.

     Bayanganku terasa bersayup mendengar percakapan, kalung yang Hana pakai selama ini adalah pemberian dari Levi yang kelak akan menjadi suaminya kalau dia tak kembali ke dunia nyata dan tetap berada di Isekai. Adikku itu akan menjadi penerus klan Ackerman, lagipula selama ini mereka berdua memang saling menyukai. Hanya saja, memang di mata Hana. Erwin Smith adalah cinta pertamanya.

Tak ku sangka, adikku akan lebih menyukai pria berumur 40 tahunan daripada lelaki seumuran. Mungkin karena kasih sayang yang Otou-san berikan kepadanya begitu tak adil sejak ia kecil, Hana hanya menginginkan sosok yang dapat melindungi dan memahaminya.

______

Hari keenam, setelah aku terbangun.

Levi membawa Hana mengunjungi Hendry setelah adikku itu berkata bahwa ia merindukannya, walaupun ya. Bagi Hana, Hendry adalah sosok yang sangat mirip denganku tapi walaupun begitu ia tetap menghormatinya karena Hendry sudah berjasa dalam merawat nya selama sakit.

Hari ini, aku akan mendengarkan keputusan nya. Apakah ia akan tetap berada di sana atau memilih untuk kembali.

Aku tau, dia ingin tetap berada di sana dan menikmati kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan selama berada di dunia nyata. Tapi, karena ku. Hana memutuskan untuk kembali dengan mengorbankan lagi rasa cintanya pada sang Heichou.

Entah apa yang terjadi nantinya, apakah masa lalu dari penerus  klan Ackerman di keluarga Okaa-san akan berubah atau tidak. Tapi, satu hal yang membuatku merasa bersalah adalah. Aku tak akan bisa mempertemukan Hana dengan Levi lagi, satu-satunya cara untukku melakukannya hanya dengan jika aku mati atau kembali koma dalam waktu yang lama, itu karena akulah perantara yang membuat Hana bisa berada di dunia Isekai itu.

______

Hari ketujuh, setelah aku terbangun.

Ini adalah pesawat kertas ke 100 yang akan ku terbangkan di rooftop rumah sakit, rasa bimbang kembali mendera ku.

Apakah aku harus loncat dari atas sana agar aku bisa membimbing Hana untuk hidup dan tinggal di sana bersama Levi dan teman-temannya, atau aku harus egois dengan tetap hidup tanpa bisa membuat Hana bertemu lagi dengan mereka.

_____

    Punggung gadis itu bergetar menahan Isak tangis setelah mengetahui beberapa fakta pada sebuah catatan yang kakaknya tulis dan ceroboh dengan meletakkannya di atas meja belajar begitu saja.

Niat Hana untuk menemui Albin adalah mengantarkan susu hangat dan juga mengingatkan kakaknya untuk segera minum obat. Tapi, sosok pemuda yang saat itu kebetulan sedang berada di kamar mandi hanya menyuruh sang adik untuk meletakkan minuman yang ia bawa di atas meja begitu saja.

Makanya, setelah keluar dari kamar mandi dan melihat Hana tengah menangis dengan memeluk kertas-kertas itu. Albin hanya bisa mengutuk diri atas kelalaian yang ia buat, ia tak ingin membuat Hana menangis tapi kejadian itu malah hanya dapat membuatnya tersenyum kecut.

Ya, mau bagaimana. Dia pasti sudah membaca semua catatannya. Batin Albin yang berusaha untuk menenangkan Hana.

Mata sembab, hidung merah, rambut yang acak-acakan dengan wajah tirus. Astaga, apa adiknya itu tak bisa merasakan kebahagiaan setelah kembali ke dunia nya?

" Kalau di hari itu aku tak menerima panggilan suster dan menemui mu di rooftop rumah sakit, kau pasti sudah mati dan tak ada di sini sekarang. Apa setelah kau koma selama 1 tahun, otakmu itu sudah tak waras?! "

" Maaf, pikiran itu terus menghantuiku "

" Aku tak peduli dengan Levi ataupun teman-teman ku di Isekai, aku tak akan bisa memaafkan diriku kalau Nii-san sampai bunuh diri seperti apa yang Elliko lakukan. Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi selain paman dan nenek, lalu kau mau meninggalkan ku juga? Kau ini benar-benar... " Bahkan di tengah tangis nya, Hana masih sempat untuk memarahi Albin.

ISEKAI ( Another World )Where stories live. Discover now