12

651 81 3
                                    


( Reader's Poin of View )

Hujan

Saat itu, awan kelabu menghinggapi langit wall rose tanpa ada satupun cahaya matahari yang menyinarinya. Kawanan Burung gagak berteriak di antara satu pohon ke pohon yang lain menyaksikan beberapa puluh orang kini tengah meletakan sebuah peti mati di dalam tanah.

Tak ada satupun raut wajah bahagia di antara mereka, sedih adalah emosi yang kini paling mendominasi mewakili segala perasaan. Bahkan, ketika air semakin deras turun. Tak ada satupun yang ingin melangkahkan kaki untuk pergi menjauh, seolah-olah mereka ingin tetap berada di dekat sosoknya yang kini sudah memiliki dunia nya sendiri.

 Tak ada satupun yang ingin melangkahkan kaki untuk pergi menjauh, seolah-olah mereka ingin tetap berada di dekat sosoknya yang kini sudah memiliki dunia nya sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Erwin dan Connie serta Jean dengan kedua tangannya, menutup peti di bawah tanah sana. Eren memegang bunga dengan erat, Sasha dan sang ratu Historia menahan isak mereka, Mikasa yang sudah tak kuasa menahan tangis.

Sedangkan Levi hanya memandang semuanya jauh, tak ingin mendekati mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sedangkan Levi hanya memandang semuanya jauh, tak ingin mendekati mereka. Kakinya terlalu berat untuk berjalan dengan segala kenangan yang gadis itu telah berikan padanya.

" Kau akan bahagia di kehidupan selanjutnya, tunggu kami di sana " ucap Gunther dan memasang batu nisan setelah seluruh tanah tertutupi.

Mereka semua yang berduka hanya bisa berusaha untuk tegar di depan pusara itu, tanpa tau jika ada seorang wanita yang kini terus mencoba untuk bertahan hidup di tengah rasa sakit yang ia dapatkan.

.
.
.
.
.

5 tahun kemudian •~

" Apa Nii-san akan pulang malam hari ini? "

Sosok lelaki berseragam dokter itu menoleh saat menemukan persepsi adiknya yang memunculkan kepala dari pintu kamarnya, gadis itu tampak mempoutkan bibir bertanda kesal tapi juga lucu di saat yang bersamaan.

" Kenapa? Mau ikut? " Tanyanya sambil mengelus lembut pucuk kepala adiknya.

" Tidak! Terakhir kali aku keluar dari rumah, Nii-san mengajakku ke tempat ramai. Walau aku sudah menutupi seluruh wajahku dengan jubah, tetap saja ada yang datang dan hampir mengenaliku "

ISEKAI ( Another World )Where stories live. Discover now