10

680 84 7
                                    


( Hana Poin of View )

    Kepulangan kami ke Wall Rose tidak di sambut dengan tepuk tangan dan pujian, banyaknya jasad yang kami bawa hanya membuat orang-orang yang melihat kini memaki juga mengutuk para pasukan pengintai.

Pihak keluarga dari para korban kini menangis begitu keras, lirihan mereka begitu menyayat hati. Tak semua anggota tubuh dapat kembali dengan lengkap, bahkan tak banyak dari mereka yang hanya menyusahkan jubah ataupun benda berharga yang sebelumnya di bawa.

" Aku harusnya tak membiarkan anakku masuk ke sana, inilah akibat karena dia tak mau mendengarkan perintah ibunya... "

" Bagaimana bisa mereka mengorbankan banyak jiwa hanya untuk sebuah rahasia di luar dinding? Kita hidup dengan baik selama ini "

" Aku bersumpah untuk tak pernah masuk ke pasukan itu di tahun militer selanjutnya "

Itu hanya sebagian kata-kata dari banyaknya umpatan yang ku dengar, aku tak bisa melihat ekspresi wajah Levi saat ini. Tapi yang jelas, dia pasti berusaha untuk menutup telinganya rapat-rapat.

Sesampainya di markas, aku langsung di minta untuk menghadap Erwin. Mata teduh yang ku lihat semalam masih sama, seolah-olah dia sudah bisa memprediksi apa yang nantinya akan terjadi.

" Kau bilang tak mau ikut, tapi aku baru saja mendengar kabar dari Hanji jika kau datang ke sana. Apa kau baik-baik saja? Bukankah tangan kiri mu dalam tahap penyembuhan? " Ucapnya lembut, tak sekalipun ia membentak atau menghakimi.

Aku ingin sekali menangis, tapi sebaik mungkin aku mencoba menutupinya. Tidak mungkin aku bersikap lemah di hadapan Komandan, setidaknya tidak untuk saat ini.

" Kenapa pipimu bisa biru? Apa kau terluka? " Ia kembali bertanya, mengelus pelan luka yang Levi berikan sambil menatapku nanar.

Seakan mengerti, Danchou merengkuhkan pelukannya pada tubuhku. Mengusap pelan punggung yang selama ini tampak kuat, tapi kali ini aku tak ada bedanya dengan ranting yang mudah patah.

.
.
.
.
.

Seluruh pasukan pengintai yang berhasil selamat dalam kejadian ekspedisi itu, baru saja pulang setelah menghadiri upacara pemakaman. Para kadet 104 tampak khawatir kepadaku sejak kejadian kemarin, mereka terus menerus bertanya mengenai kondisiku.

" Daijoubu... "

Selalu kata-kata itu yang ku ucapkan, berharap agar mereka berhenti mencemaskan ku.

Aku juga mencoba menjauhi semua anggota, lebih banyak mengurung diri di kamar. Kondisi tangan kiri ku kini benar-benar buruk, mungkin saja patah. Kini, selain teman-teman. Semua orang menatap ku dengan tatapan penuh kebencian dan jijik.

Saat ini, aku berjalan-jalan di area pasar Trost untuk menenangkan diri. Riuh para pembeli kini menjadi hening saat menyadari jika aku melintas di antara mereka, ku rasakan banyak sayuran dan buah-buahan busuk di lemparkan kepadaku. Aku menahan diri untuk tetap diam dan tak membalas, mereka pasti sudah mendengar alasan mengenai kegagalan misi yang pada akhirnya merenggut banyak jiwa.

" Mati kau sana, jalang sialan! "

" Semoga kau membusuk di dalam perut Titan "

" Kenapa kau masih di beri hidup di saat banyak orang-orang yang kami sayangi justru mati? Kau benar-benar sampah "

" Pergi dari sini! Kau tidak akan kami terima "

Saat sudah benar-benar jauh dari semua pandangan itu, aku terduduk di tanah. Meremas jubah hijau yang menutupi tubuhku demi menahan sesak yang terlampau sakit.

ISEKAI ( Another World )Where stories live. Discover now