2. Gara-gara Raka

14 12 8
                                    

Berulang kali gue buka jendela kamar gue buat mastiin Nindi udah datang apa belum. Hampir jam delapan, tapi Nindi belum juga keliatan batang idungnya. Padahal janjinya dia bakal datang sebelum jam delapan.

"Halo, Nin. Lo jadi ke rumah nggak?" Setelah lama nunggu, akhirnya gue nggak tahan buat hubungin Nindi, daritadi pesan gue nggak ada yang dibalas.

"Maaf, Ca. Gue rada telat, soalnya adek gue pingin dibeliin es krim. Tunggu lima menit lagi."

"Tapi..,"

Tiit!

Belum juga gue lanjut ngomong, eh teleponnya udah dimatiin Nindi, dan sekarang gue yang deg-degan, temen-temen bang David udah mulai datang! Gue harap Nindi datang tepat waktu.

Tok tok tok

"Ca, lo didalam 'kan?" tanya bang David dari luar kamar.

'Ini nih yang paling gue benci, pasti bang David mau minta bantuan gue.'

Gue tutupin telinga gue pake bantal. Gue harap karena gue nggak bukain pintu, bang David bakal pergi.

"Ca, lo nggak usah pura-pura mati! Cepet buka pintu lo!"

Gue masih diam. Sampai akhirnya, suara bang David udah ilang. "Gitu dong pergi. Kalau gini 'kan rasanya lega banget."

Tiba-tiba pintu kamar gue dibuka bang David. Gue lupa kalau disetiap pintu dirumah gue pasti ada kunci cadangannya.

"Bangun lo. Bikinin apa gitu buat temen-temen gue. Lo 'kan bisa masak."

"Nggak bisa, bang. Gue ngantuk berat." Tanpa jawaban bang David, gue langsung tutup muka gue pake bantal.

"Ca, lo nggak usah egois. Selama ini gue yang antar jemput lo ke sekolah, gue yang selalu nemenin lo pas lagi ditinggal papa sama mama, dan ini balasan lo buat gue?"

Gue kaget dan langsung duduk. "Jadi, bang David lakuin itu semua buat ngarepin balasan dari gue?" Pupil gue mulai bergetar. Mata gue panas. Nggak sadar, air mata gue udah jatuh gitu aja.

"Nggak, bukan itu yang gue maksud. Maksud gue, gue pingin ada timbal balik aja antara kita. Kita ini saudara kandung, bukannya lebih baik kalau saling bantu?"

"Nggak usah nangis, Ca. Gue nggak bisa liat lo sedih."

Gue hapus air mata gue. Yang bang David bilang emang bener. Gue nggak boleh mentingin ego gue. Gue harus bantu bang David.

Gue jalan nunduk dibelakang bang David. Sial banget mau ke dapur harus lewat ruang tengah dulu. Banyak yang liatin, ada yang catcalling juga, gue malu banget sumpah! Tahan, Ca. Lo nggak boleh ngumpat.

"Gue kasih waktu lima menit."

"Astaga! Lima menit juga baru siapin bahan-bahannya."

"Kalau gitu tiga puluh menit. Bikin apa aja yang lo bisa, yang penting enak." Bang David langsung pergi gitu aja. Padahal masih banyak pertanyaan yang pingin gue tanyain.

"Tremor banget. Gue nggak tau mau bikin apa. Mana HP ketinggalan dikamar lagi." Gue gigit jari gue sendiri, bingung mau bikin apaan. Walaupun gue sering bantu mama masak, tapi tetap aja kalau di keadaan kayak gini gue langsung pikun.

"Mau gue bantuin?"

Ditengah lamunan gue, mendadak ada yang nyela. Suara cowok astaga! Gue takut, nggak berani noleh ke belakang.

Nona Ista [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang