06. Kesalahan bersama

6 6 0
                                    

Dini hari, gue kebangun gara-gara denger suara petir. Kayaknya hujan gede diluar. Keringat dingin udah banjir dipelipis gue. Akhirnya gue beraniin diri buat pergi ke kamar mama. Awalnya nggak dibukain, sampai gue teriak baru mama buka pintunya.

"Kenapa malem-malem teriak?" tanya mama yang rada-rada khawatir.

"Ma, ada petir. Aku mau tidur bareng mama."

"Tidur bareng mama? Kamu udah gede lho, nggak malu?"

"Ma, aku beneran takut."

"Iya deh, ayo masuk. Kasian banget sih anak mama." kata mama sambil elus kelapa gue. Jujur, ini udah mendingan.

Hampir pagi, tapi gue belum juga bisa merem. Udah tutup mata, eh malah ada suara petir lagi, gue refleks buka mata dan peluk mama. Sebenernya gue juga ganggu tidur mama. Tiap kali gue peluk mama, beliau pasti kebangun. Duh, bersalah banget.

"Udah, tidur aja. Besok kamu harus sekolah."

Gue coba lagi. Sampai akhirnya gue ngantuk berat dan langsung tidur. Nggak kerasa sih tiba-tiba tidur gitu aja. Lumayan, gue nggak denger petir. Apalagi pas bangun, hujannya udah berhenti.

Pagi itu, gue denger mama kayak lagi ngobrol sama orang. Saking penasarannya, gue langsung turun. Pelan-pelan sih, gue emang suka ngendap-ngendap.

Lah, si Raka? Gue kaget banget. Ternyata mama ngobrol sama Raka dirumah tengah. Gue nguping sebentar, soalnya mereka ngobrol asik banget.

"Iya, tadi malem aja Caca nyusul mama, tidur bareng."

"Caca tidur bareng tante?" Nadanya rada-rada ngejek sambil nahan tawa.

"Biasalah, Caca 'kan takut banget sama petir."

Raka cuma bisa senyum penuh kemenangan. Mampus gue bakal diejek Raka habis-habisan. Mama bikin kesel pagi-pagi, padahal itu aib anaknya sendiri, malah diceritain ke orang lain. Mending kalo sama yang nggak gue kenal, lah ini sama Raka, kakel gue!

"Itu Caca udah turun."

Persembunyian gue ketahuan. Mama nunjuk gue yang masih berdiri dilantai atas. Raka ikut noleh. Mimik muka biasa, Raka tatap gue dingin tanpa senyum.

Malu nggak malu, gue harus turun. Rasanya pingin hilang dari muka bumi ini pas nggak sengaja tatap-tatapan sama Raka.

"Ma, aku pamit berangkat sekolah dulu." Gue salim dulu ke mama, kayak biasanya aja sih.

"Saya juga tante." katanya sambil ikut salim ke mama.

Alis gue nyatu. Raka kok ikut-ikutan? Apa mungkin itu cuma formalitas biar keliatan sopan?

"Kalian hati-hati dijalan, ya." ucap mama yang bikin gue tambah bingung.

"Kalian? Maksud mama?"

"Iya, kalian. 'Kan kamu sekarang berangkat sekolahnya bareng Raka."

"Ma, nggak bisa gitu dong. Mama 'kan punya supir pribadi. Aku bisa sama pak Salim aja."

"Pak Salim lagi fokus ngurus istrinya dikampung. Jadi, mending kamu sama Raka. Toh, rumah Raka sejalur sama rumah kamu. Jadi, 'kan bisa sekalian."

"Loh, ma? Nggak bisa gitu dong."

"Kalau nggak sama Raka, mau sama siapa lagi?"

"Sama Nindi."

"Udah, nggak ada Nindi Nindi, Raka udah repot-repot jemput kamu. Pokoknya kamu harus berangkat sama Raka."

Nona Ista [ON GOING]Where stories live. Discover now