12. Klub malam (2)

1 1 0
                                    

Minuman baru udah ada didepan gue, padahal minuman gue yang tadi baru habis setengah. "Ini lebih enak. Coba aja." tawar si om-om itu.

Warnanya cantik, seger gitu kalo diliat. Baunya nggak terlalu nyengat kayak yang pertama, mungkin ini lebih mahal. Gue tatap bartender itu, dia cuma ngangguk. Nggak tau kenapa, dia bikin gue percaya.

"Jangan!" Tangan gue ditepis kasar.

"Raka?!" Gue langsung berdiri. Gimana dia tau gue ada disini? Apa gara-gara Nindi?

"Pulang."

"Nggak, gue nggak mau pulang!"

"Ca, bahaya. Disini tempat orang-orang yang nggak bener. Termasuk..." Mata Raka keliling. "Bartender itu."

Gue noleh. Dia nunjuk bartender yang tadi. "Nggak, dia orang baik."

"Lo salah. Lo cuma liat dari luarnya aja."

Raka kembang kempis. Keliatan dari urat leher yang keluar jelas, Raka nahan marah. Raka marah sama gue gara-gara gue masuk ke klub malam?

Tanpa ucapan apapun lagi, Raka tarik gue keluar. Kayak biasa, Raka selalu kasar.

"Lo apa-apaan sih? Bikin malu gue aja!"

Raka nggak peduliin kata-kata gue. Dia pasangin sabuk pengaman ke gue dan buru-buru jalan. Ternyata diluar baru aja hujan, jalanan jadi basah.

Jujur, gue belum puas main di klub. Gue belum ngapa-ngapain, tadi gue cuma duduk. Mau keliling juga gue nggak tau apa-apa, bahaya juga kalo gue nyasar. Bisa panjang urusannya.

Raka parkir mobilnya dihalaman rumah dia. Tunggu.. kenapa jadi ke rumah Raka? Cowok itu emang susah ditebak.

"Gue pingin pulang ke rumah."

"Terus ini apa kalo bukan rumah?" Raka langsung turun. Gue nurut aja waktu diajak dia buat masuk rumah.

"Ma, ini Caca."

"Aduh, si cantik udah dateng. Sini, nak." Tante Wanda ngajak gue duduk diruang tengah. Tante Wanda lagi ngumpul sama suaminya. Gue liat, ternyata keluarga Raka yang lebih cocok disebut keluarga cemara.

Sebelumnya gue dikasih pakaian yang lebih tertutup sama Raka. Ini cukup bikin gue nggak kedinginan lagi. Karena jujur, pake pakaian yang minim pas malam-malam itu dinginnya dua kali lipat.

"Malam, tante, om." Gue salim kedua orang itu. Mama yang ngajarin buat selalu nerapin tata krama yang baik.

"Caca udah makan?" tanya tante Wanda.

Gue geleng. Kalo boleh jujur, gue laper, tapi daritadi nggak ada yang masak dirumah. Gue nggak terlalu jago masak. Kalo waktu itu bisa diulang, gue bakal belajar masak yang banyak sama mama.

"Ayo, makan."

Gue diajak tante Wanda buat makan. Beliau bener-bener baik ke gue. Gue ngerasa ada mama. Tante Wanda kayak mama.

"Mau disuapin?"

"Nggak usah tante. Terima kasih." Gue senyum kikuk. Gue mikir kelakuan gue beberapa waktu lalu, gue malu. Kelakuan gue yang tadi bener-bener diluar batas dan sekarang gue bersikap kalem.

"Emangnya kamu nggak masak?"

"Uhuk..." Gue keselek lagi. Pas enak-enak makan malah ditanya gitu. Gue yang nggak bisa masak kaget bukan main.

"Aduh, maaf, ya. Lagi makan malah tak ajakin ngobrol." Tante Wanda kasih gue minum air putih. Rasanya gue malu, gue tadi minum alkohol.

"Nggak masalah tante."

Nona Ista [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang