16. Dasar Panji

1 2 0
                                    

Pagi ini, setelah beberapa hari pindah ke desa dan setelah ngurus kepindahan sama urusan sekolah, akhirnya gue bisa masuk sebagai siswa baru dan warga baru-warga lama yang baru muncul.

"Ista!" teriakan pagi, disambut suara nyaring dari Panji.

"Panji udah nyamperin tuh. Pamit dulu, Mbah."

Mungkin rada aneh gue manggil mbah. Karena emang muka mereka kalo dibilang tua juga nggak, dibilang muda juga nggak, lebih ke tengah-tengah.

"Ista, kamu nggak bawa buku?" tanya Panji heran. Ini pasti gara-gara gue pake totebag. Mungkin agak gimana gitu kalo diliat, ini emang bukan kebiasaan murid-murid di desa.

"Ini, di tas."

"Tas kecil kayak gitu emang muat?"

"Muat. Udah, ayo berangkat."

Gue sengaja daftar di sekolah yang sama kayak Panji, syukur-syukur bisa sekelas biar gue ada temen ngobrol. Semalem sempet diceritain Panji, kalo disana banyak temen-temen yang udah gue kenal. Tapi, kayaknya gue yang lupa-lupa inget.

"Berani perkenalan dikelas?"

"Berani dong. Cewek kebal gini, yakali takut."

"Bagus, bagus. Nanti tunggu wali kelas aja, Is. Kalo nyasar, 'kan bahaya."

"Iya, Panji. Siap."

Setelah lumayan lama, akhirnya wali kelas datang dan langsung ngajak ke kelas. Sebelumnya kita sempet ngobrol, ya tentang keluarga dan diri gue sendiri.

"Hari ini kita kedatangan murid baru." kata Bu Ratih.

Gue nunggu didepan pintu masuk, biar bisa ngasih kejutan. Gue denger seisi kelas langsung heboh. Mulai dari nanya cewek atau cowok, asal kota, sekolah pindahan dan banyak lagi.

"Tenang dulu. Nanti kalian kenalan sendiri. Silahkan masuk, Nak." titah Bu Ratih.

"Hai.." Gue setengah melambai. Kaku banget, gue emang nggak punya bakat keramahtamahan.

"Hai, cantik." teriak cowok yang posisi duduknya kedua dari belakang, sebelah kanan. Cowok berbadan gempal itu langsung ditimpuk temen sebelahnya pake buku.

"Perkenalkan, nama saya Calista Quennara. Biasa dipanggil Caca. Saya pindahan dari kota, jadi maaf kalo mungkin saya belum lancar bahasa daerah sini."

Astaga lupa!

"Eh? Nggak, maksudnya Ista. Saya biasa dipanggil Ista."

"Ista? Istri? Aduh, calon." sambung cowok yang paling belakang, diiringi tawa dari seisi kelas.

"Kenapa manggilnya Ista? Bagusan Caca." tutur cewek berkacamata.

"Disini lebih dikenal Ista. Mungkin kalo pake nama Caca, banyak yang nggak tau."

"Oke, Ista. Silahkan duduk disebelah Dini." Bu Ratih menunjuk kursi kosong disebelah Dini. Ternyata dia cewek berkacamata itu.

"Padahal masih mau kenalan."

"Iya, Bu. Kenapa disuruh duduk."

"Belum puas kenalan."

Rengekan itu terdengar. Ini kok bisa cowok-cowok tapi manja?

"Kenalan bisa nanti. Ista juga perlu duduk. Dikira nggak capek berdiri terus?"

Haha, menohok juga omongan Bu Ratih. Seluruh murid ketawa pelan, mungkin takut disemprot.

Nona Ista [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang